Penulis
Intisari-Online.com – Suatu siang, saya sedang membeli pulsa di sebuah toko ponsel kecil di pinggir jalan. Saat sedang menunggu pulsa masuk, saya melihat seorang bapak berpakaian sederhana masuk ke toko tersebut.
Bapak itu kemudian melihat-lihat ponsel bekas yang dipajang pada etalase toko kecil tersebut. Ia beberapa kali menunjuk ponsel dan menanyakan harganya pada sang penjual. Tiap kali mendengar harganya, bapak itu mengernyitkan dahi.
Setelah memberanikan diri, saya memulai percakapan dengan bapak itu, “Bapak hendak membeli hp?” Bapak itu kemudian mengangguk singkat sambil tersenyum lalu menunjuk satu ponsel yang lain. Setelah mendengar harganya, dahinya mengernyit lagi.
Bagi bapak tersebut, mungkin harga ponsel bekas itu terlalu mahal. Saya bertanya lagi, “Hp itu hendak bapak pakai sendiri?” Sang bapak hanya menggeleng singkat dengan raut wajah sedih lalu mundur dan bergerak meninggalkan toko.
Tidak tega melihat gerak-geriknya yang begitu lemas, saya mengejar bapak itu dan bertanya lagi, “Untuk siapa bapak hendak membeli hp itu?” Sambil menatap wajah saya, bapak itu berujar pelan, “Saya pernah janji pada anak saya. Kalau ia naik kelas dengan nilai bagus dan bisa masuk SMA favorit, ia akan saya belikan hp baru. Sudah satu tahun berlalu namun saya belum bisa memenuhi janji itu hingga sekarang. Tapi mau bagaimana lagi. Saya memang belum ada rejeki.”
Saya terharu mendengar kisah bapak itu. Dalam hati, saya bertekad untuk membantunya mendapatkan ponsel buat anaknya. Apalagi, sang anak yang hari itu berulang tahun tersebut rupanya tak pernah menagih ayahnya karena tahu kondisi ekonomi mereka tidak bagus.