Find Us On Social Media :

Saran dari Orang Bijak

By K. Tatik Wardayati, Jumat, 26 Agustus 2016 | 18:45 WIB

Saran dari Orang Bijak

Intisari-Online.com – Seorang yang bijaksana dan kaya, merasakan bahwa kematiannya sudah dekat, maka ia memanggil anaknya ke sisinya dan memberinya petunjuk.

“Anakku, aku akan meninggalkan kalian sangat lama. Pada hari ketika aku mati, dan mereka telah mencuci tubuhku dan membungkus dengan kain kafan, aku ingin kau menempatkan salah satu kaus kakiku. Ini adalah permintaan terakhirku padamu,” kata orang bijak itu kepada anaknya.

 Setelah itu, orang tua itu memang mati, meninggalkan barang berharga dan rumah, anak-anaknya dan tanggungannya. Keluarga, teman, kenalan, dan tetangga menghadiri pemakamannya. Tubuhnya telah dicuci dan hampir sepenuhnya dibungkus kain kafan, ketika anaknya ingat akan permintaan terakhir ayahnya. Menemukan salah satu kaus kaki tua, ia menyerahkan kepada pengurus jenazah, katanya, “Sesuai dengan permintaan terakhir ayah saya, silakan masukkan kaus kaki ini pada kakinya.”

“Itu sangat tidak mungkin,” kata pengurus jenazah. “Ini tidak diizinkan dalam agama kita. Saya tidak bisa bertindak melawan syariah.”

Meskipun keberatan, anak itu bersikeras, “Itu adalah permintaan terakhir ayah saya, tentunya harus dilakukan.”

Pengurus jenazah itu bergeming. “Jika Anda tidak mematuhi kata-kata saya untuk itu,” katanya, “pergilah dan tanyalah pada Kiai. Ia akan mengkonfirmasi apa yang saya katakan, bahwa itu tidak diperbolehkan.”

Sambil memberangkatkan jenazah ke pemakaman, mereka konsultasi dengan kiai, pengkotbah, dan para ulama, semuanya menyatakan bahwa itu tidak diperbolehkan dalam agama.

Saat itu, seorang teman almarhum ayahnya terganggu dengan perdebatan itu lalu berkata kepada anak almarhum, “Anakku, almarhum ayahmu mempercayakan sebuah surat yang harus saya serahkan kepada Anda setelah kepergiannya. Ini, surat ini milikmu.” Setelah berkata demikian, ia memberi sebuah amplop. Terkejut, anak itu membuka amplop dan membaca isi surat ayahnya.

“Anakku, semua kekayaan dan rumah yang tersisa untukmu. Sekarang kau lihat, pada saat terakhir, mereka bahkan tidak akan membiarkanmu memberi saya kaus kaki tua untuk dipakai. Bila kau sendiri datang suatu hari nanti berada dalam kondisi seperti saya, mereka juga akan menolak untuk membiarkan kau membawa apapun, tapi hanya kafanmu. Hanya seukuran kain kafan ini semua yang bisa kau bawa dari dunia fana ini ke akhirat. Jadi bersiap-siaplah. Habisnya uang banyak yang telah saya tinggalkan padamu, bukan untuk kepuasan hawa nafsu, tapi dengan cara yang menyenangkan untuk Allah, bahwa kau dapat mencapai kehormatan di kedua dunia.”