Penulis
Intisari-Online.com — Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo meminta agar rumah susun yang disubsidi oleh Pemerintah Provinsi Jakarta dihuni oleh warga kelas menengah ke bawah. Penghuni yang berkecukupan secara finansial sebaiknya meninggalkan rumah susun (rusun) tersebut.
Hal itu disampaikan oleh Jokowi menanggapi banyaknya penghuni rusun yang menggunakan kendaraan mewah. Mantan Wali Kota Surakarta ini menjelaskan, landasan utama pembangunan dan pemberian rusun adalah untuk menyediakan hunian layak dengan tarif sewa murah kepada warga kelas menengah ke bawah. Namun, saat ini tak sedikit penghuni rusun tersebut tetap menikmati rusun yang disubsidi oleh pemerintah pusat dan daerah.
"Rusun itu sebetulnya memang untuk yang enggak bermobil. Mungkin dulu enggak punya mobil, terus sekarang punya (mobil), ya alhamdulillah. Tapi, mestinya pindah dari situ (rusun)," kata Jokowi di Balaikota Jakarta, Senin (25/3/2013).
Perlu diketahui, di Rusun Kebon Kacang, Jakarta Pusat, ada beberapa penghuni rusun yang telah memiliki mobil. Salah satunya bahkan memiliki mobil mewah bermerek Jaguar. Jokowi merasa bingung terhadap kondisi tersebut karena ia tak memiliki hak menindak dengan alasan rusun tersebut milik Perumnas.
Untuk itu, menyusul adanya rencana pembangunan rusun di sejumlah lokasi di Jakarta, Jokowi mengaku akan merancang aturan terkait syarat menghuni rusun. Ia menegaskan, rusun hanya diperuntukkan bagi warga tidak mampu. Penghuni yang telah lebih baik secara ekonomi diminta untuk meninggalkan rusun.
"Kalau di (rusun) Marunda, itu urusan saya, tapi ini ‘kan (Rusun Kebon Kacang) punya Perumnas, masa saya yang nyuruh pindah," ujar Jokowi Senin (25/3/2013) di Balaikota Jakarta. Mantan Wali Kota Surakarta itu kebingungan, karena di Rusun Kebon Kacang konon banyak pemukimnya punya mobil. Padahal rusun dibangun untuk kalangan kelas ekonomi menengah ke bawah.
Begitupun, Jokowi tidak merasa berhak “mengusir” pemukim yang tingkat kesejahteraannya sudah berkecukupan, karena Rusun Kebon Kacang di Jakarta Pusat itu milik Perumnas.
Penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Cebongan, Sleman, DI Yogyakarta, ada kemiripannya. Bedanya, para penyerang melaksanakan “eksekusi mati” terhadap empat tahanan yang ditangkap karena kasus penembakan seorang anggota Kopassus 19 Maret 2013 di Hugo’s Café, Yogyakarta. Mereka menempatkan diri sebagai jaksa, hakim, sekaligus algojo.
Jelaslah para pelaku penyerangan itu mempunyai masalah besar dalam soal menempatkan diri di masyarakat. Padahal, jelas juga jika mereka itu orang-orang cerdas yang berkecakapan tinggi. Modal awal pemimpin.
Nelson Mandela, 27 tahun dipenjarakan, bilang, “Kita tak dapat membangun sebuah bangsa beralaskan balas dendam. ”Kemampuan untuk memaafkan menuntut kekuatan besar dalam penguasaan diri. Banyak orang lupa, sebelum ia mampu menjadi pemimpin bagi orang lain, wajib hukumnya ia terbukti mampu memimpin diri sendiri."
Sepakat?