Senjata Humor Jokowi & Gus Dur

Lily Wibisono

Penulis

Senjata Humor Jokowi & Gus Dur

Intisari-Online.com -Dilecehkan oleh Amien Rais yang menyamakan dia dengan mantan Presiden Joseph Estrada, Jokowi menanggapi santai, "Kalau saya dibandingkan dengan Estrada, ya jelas lebih ganteng saya dong.” (detik.com 25/9/2013). Jokowi selama ini dikenal cukup “cool” dalam menanggapi kritik dan komentar.

Dunia kata-kata itu tak berbeda dengan dunia persilatan. Kecerdasan mengegos sambil menyerang tidak hanya milik Jokowi. Gus Dur, K.H. Abdurrahman Wahid almarhum, bisa dikatakan “suhu” dalam soal ini.

Dengan sodokan maut, ia meng-KO lawan sambil membuat semua orang terpingkal-pingkal. Misalnya, tentang moral polisi, ia pernah mengatakan, “Polisi yang baik itu cuma tiga. Pak Hoegeng, patung polisi, dan polisi tidur.” Cerita dan data tentang sepak terjang Kapolri Hoegeng Imam Santoso di era Orde Baru yang sangat jujur ini berlimpah.

Gus Dur juga ahli menghindar sambil menyerang. Ditanya mengapa ia sangat gemar berziarah ke makam leluhur dan ulama, alih-alih bertahan, ia cuma menghindar, “Saya datang ke makam, karena saya tahu. Mereka yang mati itu sudah tidak punya kepentingan lagi.”

Di luar masalah mencari nafkah, humor juga meringankan depresi. Di kamp konsentrasi Treblinka, pada masa PD II, tawanan hanya makan satu kali sehari. Itu pun cuma roti dan semangkuk sup basi. Suatu hari seorang tawanan memperingatkan kawannya, “Moshe, jangan kebanyakan makan. Ingat kami yang akan menggotong kamu.” Humor suram seperti ini meringankan rasa depresi mereka, yang sadar benar hidup mereka bakal berakhir di dalam oven, dibakar hidup-hidup.

Neuron edisi 4 Desember 2003 melaporkan bahwa humor memang menyebabkan otak memproduksi dopamin, neurotransmiter yang besar pengaruhnya dalam membangkitkan rasa senang. Oleh karena itu humor pas benar dipertimbangkan secara serius untuk dijadikan bagian dari terapi depresi.

Namun, jangan salah. Humor juga bisa jadi senjata ampuh. Malah pada zaman Nazi berkuasa di Jerman, ketahuan melontarkan guronan politik (termasuk memberi nama anjing piaraan dengan nama Adolf) bisa dihukum mati!

Maka jangan remehkan manfaat humor. Dari pada tekanan batin, berlatih silat lidah saja. Hitung-hitung mengasah otak sambil menghibur hati.