Syarat Bagi Korban Perkosaan untuk Diperbolehkan Melakukan Aborsi

Ade Sulaeman

Penulis

Syarat Bagi Korban Perkosaan untuk Diperbolehkan Melakukan Aborsi

Intisari-Online.com – Salam sejahtera.

Saya korban perkosaan dari orang yang tidak saya kenal. Sungguh sangat berat cobaan yang saya alami, sebab saat ini saya mengandung janin dari laki-laki yang tidak bertanggung jawab itu.

Sempat terlintas keinginan untuk melakukan aborsi, karena tidak mungkin bagi saya untuk membesarkan dan merawat anak ini kelak, tetapi saya takut akan dosa dan aturan hukum yang akan menjerat saya.

Apakah saya dapat dibenarkan melakukan aborsi?

Terima kasih

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan saudara.

Kami sungguh bersimpati atas musibah yang Anda alami dan mengapresiasi tindakan Anda yang berusaha mencari tahu konsekuensi hukum sebelum Anda memutuskan untuk melakukan aborsi.

Kami menyadari betul bahwa masalah Anda sangat pelik, karena terjadi dilema antara hukum agama, hukum negara, dan kepentingan pribadi Anda. Namun demikian, setiap permasalahan pasti ada hikmahnya dan selalu ada jalan keluarnya.

Terhadap hukum agama, kami memohon maaf tidak dapat mengomentarinya, karena bukan kapasitas kami untuk memberikan pandangan dari segi agama, dan dikhawatirkan pendapat kami mengandung salah tafsir.

Kami menyarankan supaya Anda menemui pemuka-pemuka atau tokoh-tokoh agama sesuai dengan agama yang Anda anut untuk mendapatkan jawabannya.

Dari segi hukum, tindakan abortus provocatus atau sering disebut aborsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (Undang-Undang Kesehatan).

Terkait permasalahan saudara, mari terlebih dahulu kita lihat isi Pasal 75 dan Pasal 76 UU Kesehatan.

Pasal 75

(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi.

(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan berdasarkan:

  1. a. indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini kehamilan, baik yang mengancam nyawa ibudan/atau janin, yang menderita penyakit genetic berat dan/atau cacat bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga menyulitkan bayi tersebut hidup di luar kandungan; atau
  2. b. kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.

(3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling dan/atau penasehatan pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor yang kompeten dan berwenang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi kedaruratan medis dan perkosaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dari Pasal 75 di atas, maka jelas bahwa pada hakekatnya aborsi dilarang dilakukan oleh siapapun. Namun demikian, untuk keadaan-keadaan tertentu aborsi diperbolehkan sebagaimana dijelaskan dalam ayat (2), dan pada huruf b dijelaskan bahwa korban perkosaan diperbolehkan melakukan aborsi, akan tetapi tidak serta merta begitu saja aborsi dapat dilakukan, karena pada Pasal 76 disebutkan ketentuan lainnya.

Pasal 76

Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:

  1. a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung darihari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
  2. b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
  3. c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
  4. d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
  5. e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri.

Ketentuan pada Pasal 76 tersebut harus dipatuhi, sebab pengabaian terhadap Pasal tersebut akan memiliki konsekuensi hukum bagi siapa yang melakukannya. Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 194.

Pasal 194

Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Kesimpulan kami, Anda diperbolehkan melakukan aborsi asalkan janin Anda memenuhi juga syarat yang dijelaskan pada Pasal 76 UU Kesehatan, apabila tidak terpenuhi syarat tersebut dan Anda tetap melakukan aborsi, maka akan ada konsekuensi hukum yang harus Anda terima.

Selain ancaman yang terdapat dalam pasal tersebut di atas, Anda juga dapat dikenakan ancaman pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), sebagai alternatif dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Kesehatan, yaitu Pasal 346 KUHP bagi wanita yang diaborsi kandungannya, dan Pasal 349 KUHP bagi dokter, tabib, suster, atau orang lain yang membantu melakukan aborsi tersebut.

Pasal 346 KUHP

Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya, atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.

Pasal 349 KUHP

Bila seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan tersebut dalam Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu yang diterangkan dalam Pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal-pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut haknya untuk menjalankan pekerjaannya dalam mana kejahatan itu dilakukan.

Dengan demikian terhadap tindakan aborsi yang dilakukan secara melanggar hukum tersebut dapat dikenakan ancaman pidan sesuai ketentuan UU Kesehatan dan KUHP

Demikian jawaban dari kami semoga dapat membantu permasalahan anda

Terimakasih.

LBH Mawar Saron

Sumber:

1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan;

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.