Tidak Mau Bayar karena Barang Tidak Sesuai Pesanan, Tetapi Malah Digugat

Ade Sulaeman

Penulis

Tidak Mau Bayar karena Barang Tidak Sesuai Pesanan, Tetapi Malah Digugat

Intisari-Online.com -

Nama saya Mayang, seorang pengusaha furniture berkualitas tinggi. Saya terikat perjanjian dengan seorang rekan pengusaha penyedia kayu jati untuk pembuatan furniture saya.

Inti dari perjanjian tersebut, dia harus menyediakan kayu jati dengan spesifikasi yang telah saya tentukan kualitasnya dan saya harus membayar jumlah harga tertentu atas kayu yang telah saya terima.

Namun pada suatu hari, 50 glondongan kayu yang dia kirimkan tidak sesuai dengan yang saya tentukan kualitasnya sehingga saya tidak bersedia membayar. Atas kejadian itu dia justru menggugat saya.

Apa saya salah jika tidak membayar kayu yang tidak sesuai pesanan itu? Bagaimana pembelaan yang harus saya lakukan untuk menghadapi gugatan tersebut?

Apakah saya bisa menggugat balik dia? Karena usaha saya cukup dirugikan dengan berkurangnya stok kayu untuk pembuatan furniture?

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaannya.

Permasalahan yang sedang Anda hadapi, di dalam dunia hukum, khususnya dalam hukum perjanjian/perikatan dikenal dengan istilah “wanprestasi” atau “ingkar janji”.

Wanprestasi adalah suatu keadaan dimana salah satu atau lebih pihak yang mengikatkan diri dalam suatu perjanjian tidak dapat ataupun tidak mau memenuhi isi perjanjian sebagaimana mestinya yang telah disepakati/dituangkan dalam perjanjian.

Dengan tidak dipenuhinya isi perjanjian, berarti terdapat tindakan salah satu pihak yang telah menyimpang dari isi perjanjian tersebut tanpa persetujuan pihak yang lainnya, dan tentu saja akan memberikan konsekuensi hukum bagi yang melakukan pelanggaran tersebut.

Hal itu dikarenakan suatu perjanjian berlaku sebagai undang-undang yang harus dituruti oleh para pihak yang mengikatkan dirinya, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).

Pasal 1338 KUHPer

“semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

Sedangkan yang dimaksud dengan perjanjian yang dibuat secara sah, diatur dalam ketentuan Pasal 1320 KUHPer.

Pasal 1320 KUHPer

“Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

  1. a. Adanya kesepakatan dari para pihak yang mengikatkan diri;
  2. b. Pihak yang mengikatkan diri cakap hukum;
  3. c. Tentang suatu hal tertentu; dan
  4. d. Berasal dari suatu sebab yang halal.

Apabila perjanjian Anda dengan pengusaha kayu tersebut telah memenuhi unsur-unsur yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPer, berarti kedua belah pihak harus memenuhinya dengan meletakkan kedudukan perjanjian tersebut menjadi Undang-Undang bagi kedua belah pihak.

Namun demikian, apabila pengusaha kayu tersebut telah terlebih dahulu melakukan wanprestasi yang menyebabkan Anda tidak bersedia memenuhi isi perjanjian, maka secara hukum Anda dapat menolak pengajuan ganti kerugian yang diajukan pengusaha kayu tersebut.

Bahkan, apabila ternyata justru Anda yang mengalami kerugian dari tindakan wanprestasi yang telah dilakukan terlebih dahulu olehnya, maka Anda dapat melakukan gugatan balik terhadap gugatan yang sedang Anda hadapi saat ini.

Di dalam hukum perjanjian dikenal suatu asas “exceptio non adimpleti contractus”, yang dalam memiliki makna bahwa dalam perjanjian, para pihak dibebani hak dan kewajiban tertentu. Salah satu pihak tidak berhak menggugat apabila dia sendiri tidak memenuhi apa yang menjadi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

Dalam KUHPer, asas tersebut tersirat dalam Pasal 1478, yang menyatakan:

Si penjual tidak diwajibkan menyerahkan barangnya, jika si pembeli belum membayar harganya, sedang si penjual tidak telah mengizinkan penundaan pembayaran kepadanya“.

Selain itu, asas ini juga terlihat dalam Putusan Mahkamah Agung No. 06 K/N/2001, tertanggal 13 Februari 2001, terkait perkara Kepailitan antara PT. KADI INTERNATIONAL sebagai Termohon Kasasi, dahulu Pemohon Pailit, melawan PT. WISMA CALINDRA sebagai Pemohon Kasasi, dahulu Termohon Pailit. Putusan tersebut membatalkan Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No. 81/PAILIT/2000/PN.NIAGA/JKT.PST, tertanggal 4 Januari 2001. Putusan Kasasi tersebut pada intinya menyatakan bahwa:

“Termohon Pailit tidak dapat dimohonkan pailit oleh Pemohon Pailit karena sebelumnya telah terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh Pemohon Pailit (exceptio non adimpleti contractus).”

Mahkamah Agung juga mendukung putusan Kasasi tersebut pada pemeriksaan tingkat Peninjauan Kembali. Melalui Putusan Peninjauan Kembali Nomor 04 PK/N/2001, Mahkamah Agung menguatkan Putusan No. 06 K/N/2001 tersebut.

Maka dengan demikian, asas exceptio non adimpleti contractus adalah asas yang hidup dan diakui dalam sistem hukum Indonesia

Untuk dapat membela kepentingan Anda dengan mudah di hadapan pengadilan, Anda harus menjadi pembeli yang beritikad baik selama berlangsungnya perjanjian tersebut.

Maksudnya, kegagalan Anda memenuhi isi perjanjian adalah murni karena pihak lawan telah terlebih dahulu melakukan wanprestasi, bukan karena alasan yang Anda buat-buat sedemikian rupa demi melindungi kepentingan Anda semata.

Apabila Anda di dalam persidangan nanti terbukti sebagai pembeli yang beritikad baik, maka secara hukum Anda harus memperoleh perlindungan, sebagaimana ditentukan dalam Putusan Mahkamah Agung (Yurisprudensi) tanggal 26 Desember 1958 No. 251 K/Sip/1958 yang menyatakan “... Pembeli yang telah bertindak dengan itikad baik harus dilindungi ...”.

Sebagai pembeli yang beritikad baik, Anda juga berhak untuk membatalkan perjanjian yang telah disepakati dengan pengusaha kayu tersebut, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1480 KUHPer jo. Pasal 1266 KUHPer.

Pasal 1480 KUHPer

Jika penyerahan tidak dapat dilaksanakan karena kelalaian penjual, maka pembeli dapat menuntut pembatalan pembelian menurut ketentuan pasal 1266 dan 1267 KUHPer.

Pasal 1266 KUHPer

Syarat batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuan yang timbal-balik, andaikata salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya.

Dalam hal demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada pengadilan.

Selain itu, apabila Anda menginginkan perjanjian tetap dilanjutkan dengan mendesak pengusaha kayu tersebut untuk melakukan kewajiban-kewajibannya, maka secara hukum hal tersebut juga diperbolehkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1267 KUHPer.

Pasal 1267 KUHPer

Pihak yang terhadapnya perikatan tidak dipenuhi, dapat memilih memaksa pihak yang lain untuk memenuhi persetujuan, jika hal itu masih dapat dilakukan, atau menuntut pembatalan persetujuan, dengan penggantian biaya, kerugian dan bunga.

Sumber:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
  2. Yurisprudensi Mahakamah Agung Republik Indonesia

Terima kasih,

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Mawar Saron