Penulis
Intisari-Online.com -
Shalom LBH Mawar Saron. Saya Jesica Hutabarat, bekerja sebagai akuntan di salah satu kantor akuntan publik di Jakarta.
Saya sedang melaporkan seseorang yang telah menipu saya. Saat ini perkaranya sedang diperiksa oleh polisi. Sebagai korban penipuan, saya tidak hanya mengalami kerugian moril, tapi juga kerugian materil yang cukup besar karena hal ini berawal dari perjanjian bisnis.
Mohon dijelaskan kepada saya, apakah bisa saya menuntut ganti kerugian kepada pelaku tersebut kelak? Apa saya harus menggugat secara perdata untuk menuntut ganti kerugian? Terima kasih.
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Perlu kami jelaskan terlebih dahulu arti “ganti rugi” dari sudut pandang hukum pidana dan hukum perdata. Dalam hukum pidana, makna ganti rugi dapat dilihat dalam Pasal 1 angka 22 Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana / Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang isinya:
“Ganti kerugian adalah hak seorang untuk mendapat pemenuhan atas tuntutannya yang berupa imbalan sejumlah uang karena ditangkap, ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.”
Sementara, Hukum Perdata tidak memberikan definisi tegas mengenai arti ganti rugi, namun Pasal 1243 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) menjelaskan ganti kerugian sebagai berikut:
“penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya”
Berdasarkan kedua pasal di atas, maka jelas bahwa hukum pidana mengarahkan ganti kerugian untuk kepentingan tersangka atau terdakwa. Sedangkan hukum perdata mengarahkan ganti kerugian untuk kepentingan pihak yang dirugikan atas terjadinya tindakan melawan hukum atau ingkar janji.
Terkait keinginan Anda yang hendak mengajukan ganti kerugian kepada tersangka, ada 2 (dua) cara, yaitu:
“(1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.
(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.”
Berdasarkan pasal tersebut, maka Anda dapat menggabungkan gugatan ganti kerugian tersebut dengan perkara pidana yang sedang berjalan. Penggabungannya wajib dimintakan Kepada Majelis Hakim yang mengadili perkara a quo paling lambat sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Jadi, berhubung perkara pidana di atas masih dalam tahap pemeriksaan Kepolisian, maka Anda harus menunggu hingga pemeriksaan dilakukan di Pengadilan untuk dapat mengajukan gugatan tersebut.
Sekalipun melalui proses yang berbeda, kedua cara tersebut didasarkan pada satu dasar hukum yang sama, yaitu Pasal 1365 KUHPer, yang isinya:
“tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”
Demikian penjelasan kami, semoga bermanfaat. Terima kasih.
Dasar Hukum: