Penulis
Intisari-Online.com – Permaisuri Wang adalah putri salah satu perampas kekuasaan paling terkenal di China.
Kehidupan tragisnya menunjukkan bahwa dia menjadi pion dalam ambisi ayahnya.
Karena wasiat ayahnya, dia menikahi Kaisar Ping, namun, ketika ayahnya merebut takhta untuk dirinya sendiri, dia jarang menentangnya kecuali pada kesempatan-kesempatan kecil.
Permaisuri Wang kemudian lebih dikenal dalam sejarah karena kata-kata terakhirnya yang terkenal.
Dia memilih kematiannya sendiri daripada nasibnya ditentukan oleh musuh-musuhnya.
Permaisuri Wang, sebelumnya dikenal sebagai Permaisuri Xiao Ping Wang Huangshou, lahir sekitar tahun 9 SM.
Dia adalah putri Wang Mang dan istrinya, Lady Wang.
Bibi buyutnya adalah Janda Permaisuri Wang Zhengjun, yang menjabat sebagai wali Kaisar Ping.
Janda Permaisuri Agung menunjuk Wang Mang sebagai Panglima Tertinggi untuk membantu Kaisar Ping dengan tugasnya naik takhta.
Wang Mang menjadi bupati tidak resmi dari dinasti Han.
Tetapi, Wang Mang menginginkan berkuasa lebih dan memperkuat kekuasaannya dengan menikahkan putrinya dengan Kaisar Ping.
Dia tahu bahwa Janda Permaisuri Wang Zhengjun akan menentang perjodohan itu, maka dia membuat taktik yang cerdik.
Pada tahun 4 M, pada usia tiga belas tahun, Wang menjadi kandidat untuk pemilihan wanita istana Kaisar Ping.
Wang Mang berpura-pura menarik putrinya dari kompetisi, mengklaim bahwa dia percaya putrinya tidak cocok untuk Kaisar Ping karena latar belakangnya yang sederhana.
Namun banyak petisi dari cendekiawan, rakyat jelata, dan pejabat istana yang mengajukan kepada Janda Permaisuri Agung Wang Zhengjun, memintanya untuk menunjuk putri Wang Mang sebagai Permaisuri Kaisar ping.
Karena banyaknya petis, akhirnya Janda Permaisuri Wang Zhengjun tidak punya pilihan selain menerima putri Wang Mang sebagai Permaisuri.
Pada tahun 4 M, Wang menikah dengan Kaisar Ping dan menjadi Permaisuri.
Tak lama setelah putrinya dinobatkan sebagai Permaisuri, Wang Mang diangkat menjadi Adipati Anshan dan diberi gelar ‘Petugas Pengatur Negara’.
Gelar ini lebih tinggi dari Pangeran atau Marquis.
Pada tahun 5 M, Kaisar Ping meninggal, membuat Wang Mang menjadi wali Kaisar Baru, Liu Ying.
Kaisar yang baru ini adalah cicit dari Kaisar Xuan, dan yang paling menguntungkan bagi Wang Mang adalah kaisar ini baru berusia satu tahun.
Pada tahun 9 M, Wang Mang menggulingkan Liu Ying dan menjadikannya Adipati Ding’an.
Wang Mang merebut takhta dan menjadikan dirinya sebagai Kaisar, mendirikan dinastinya sendiri yang disebut Xin.
Kaisar Wang Mang mengangkat putrinya yang masih muda menjadi Janda Permaisuri.
Kaisar Wang Mang tidak ingin putrinya menjadi janda seumur hidupnya, maka dia menikahkan lagi putrinya untuk memenuhi kepentingan pribadinya sendiri.
Dia lalu mengubah gelar putrinya dari Janda Permaisuri Wang menjadi ‘Putri Termasyhur dari Klan Kekaisaran’.
Kaisar Wang Mang ingin Permaisuri Wang menikahi putra Sun Jian, Adipati Chengxing dan yang membantu mengangkat Wang Mang ke atas takhta.
Permaisuri Wang sangat patuh kepada yaahnya, tetapi dia tidak menghadiri pertemuan istana karena sering mengaku sakit sebagai alasan.
Tetapi kali ini Permaisuri Wang menolak untuk menikah lagi karena masih berduka atas kepergian Kaisar Ping, yang sangat dicintainya.
Ketika pelamarnya mengunjunginya, Permaisuri Wang berpura-pura sakit.
Namun, dia memiliki kekuatan yang cukup untuk memerintahkan pengawal pelamarnya untuk dicambuk di ruang bawah tanah.
Permaisuri Wang juga menolak untuk bangun dari tempat tidur, melansir History of Royal Women, dan akhirnya Kaisar Wang Mang pun membatalkan semua rencananya atas pernikahan kembali putrinya itu.
Pada tahun 23 M, Wang Mang digulingkan oleh tentara Dinasti Han.
Istana Weiyang, istana kekaisaran, dibakar, dan ini membuat Permaisuri Wang menyadari tidak ada harapan dalam situasinya.
Dia menyesal karena menjadi pion dalam ambisi ayahnya.
Dia mengucapkan kata-kata terakhirnya yang terkenal, “Bagaimana saya bisa menghadapi keluarga kekaisaran Han dengan hati nurani yang bersih?”
Setelah dia mengucapkan kata-kata itu, dia melemparkan dirinya ke dalam nyala api Istana Weiyang yang terbakar.
Kata-kata dan tindakan Permaisuri Wang memberi gambaran sekilas tentang jiwanya.
Dia tahu bahwa apa yang dilakukan ayahnya salah, tetapi dia tidak bisa menentangnya.
Pada beberapa kesempatan dia menentangnya dengan menolak untuk menikah lagi dan berpura-pura sakit menunjukkan bahwa Permaisuri memiliki potensi untuk melawan ayahnya.
Namun, karena kepatuhannya pada wasiat ayahnya, Permaisuri Wang dipenuhi dengan penyesalan dan rasa bersalah di akhir hidupnya.
Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari