Find Us On Social Media :

Mendidik Anak dengan Gawai Ala Sulastri

By Arnaldi Nasrum, Sabtu, 26 Maret 2016 | 08:00 WIB

Mendidik Anak dengan Gawai Ala Sulastri

Intisari-Online.com - Sebuah studi yang dilakukan oleh Dr. Nirmala Karuppiah dari National Institute of Education (NIE) di Singapura pada 2013 mengungkapkan, 65% dari anak-anak di Singapura mulai bermain gawai sebelum usia mereka menginjak tiga tahun. Gawai yang digunakan pun beragam. Ada komputer, tablet, hingga smartphone.

Penelitian itu juga mengorek kegiatan apa saja yang dilakukan anak-anak dengan gawainya. Hasilnya, 95% menonton video dan bermain game. Bagusnya, setengah dari mereka mengaku memainkan game edukatif seperti kuis ejaan. Yang lainnya, sekadar browsing di internet. Yang perlu dicermati, penelitian ini juga menyasar para orangtua.

Disebutkan, hanya 30% responden orangtua yang memiliki aturan mengenai batasan waktu untuk bermain gawai. Selebihnya, para orangtua memberikan kebebasan kepada anak mereka untuk bermain gawai kapan pun. Nah, meski sebagian besar orangtua membebaskan anaknya main gawai kapan saja, 85% dari mereka merasa gawai bermanfaat terhadap anak mereka terutama berkaitan dengan kecerdasan teknologi informasi.

Menurut Ratih Zulhaqqi, M.Psi, psikolog anak di Jakarta, jika digunakan secara tepat oleh anak, gawai memberikan segudang manfaat. Namun, ketika anak-anak banyak terpapar oleh gawai, maka akan mempengaruhi perkembangan beberapa aspek dalam diri mereka. “Terutama kognitif, motorik, sosial, dan emosi,” ungkap Ratih kepada Intisari.

Sebenarnya penggunaan gawai akan membuat anak fokus dengan sesuatu yang bergerak. Dalam hal ini sesuatu yang ada dalam layar gawai mereka.

Ratih mengingatkan, gawai tidak selamanya memberikan efek negatif. Sebaliknya, gawai bisa berpengaruh positif termasuk dalam tahap perkembangan anak. Sejauh pengamatan Ratih, jika anak bermain game strategi, maka secara teratur kemampuan berpikirnya akan terlatih. “Ini akan mengembangkan kemampuan anak dalam menciptakan jalan keluar atau alternatif solusi dalam sebuah situasi,” jelasnya.

Melatih berpikir

Sisi positif gawai itu ditangkap oleh Sulastri (36), seorang ibu rumah tangga di Jakarta. Ia tak keberatan anaknya yang masih duduk di bangku SD untuk bermain gawai. “Yang penting harus ada pengawasan,” ungkapnya. Ia mengakui jika gawai memang telah menjadi bagian dari kehidupan seorang anak. Toh, orangtua sekarang juga tak lepas dari gawai. Jadinya, mau tidak mau, anak akan jadi penasaran.

Untuk urusan game, Sulastri mengarahkan anaknya memainkan game puzzle. Biasanya game yang dimainkan berupa menyusun gambar secara acak. “Game ini kan bagus juga untuk melatih berpikir,” jelasnya. Selain itu, Sulastri juga menganggap ini sebagai hiburan yang bermanfaat bagi anaknya.

Ibaratnya, bermain sambil belajar. Meski memberikan kebebasan, Sulastri juga tetap melakukan pengawasan. Menurutnya ini penting karena anak cenderung tidak mengenal waktu. “Apalagi kalau sudah suka,” jelasnya. Untuk itu, ia memberikan batasan waktu ketika bermain gawai. “Biasanya hanya sekitar satu jam,” tambahnya. Ketika itu, ia juga biasanya mendampingi sang anak. Bahkan tak jarang bermain bersama.

Ketika sudah melewati batas waktunya, Sulastri akan segera mengingatkan. Ia menyadari jika anaknya juga punya kegiatan yang lain seperti belajar, mengerjakan  tugas sekolah, hingga jadwal makan. Selama ini, ia juga tidak begitu merasa khawatir. Alasannya, karena ia tidak memberikan gawai pribadi kepada anaknya. Yang digunakan adalah gawai miliknya. “Jadi gampang mengontrolnya,” pungkasnya.

Menurut Ratih, bermain gawai memang dapat memberikan manfaat untuk menumbuhkembangkan potensi anak. Jika ingin anak Anda mendapatkan manfaat dari gawai, berlakulah seperti Sulastri.