Find Us On Social Media :

Menjual Pedas dalam Sebuah Botol: Sambal De Binyos (3)

By Agus Surono, Kamis, 20 November 2014 | 17:00 WIB

Menjual Pedas dalam Sebuah Botol: Sambal De Binyos (3)

Intisari-Online.com - Siapa tak kenal dengan Sambal Bu Rudi? Sekarang ini sambal botolan Bu Rudi sudah menjadi oleh-oleh khas Surabaya. Siapa mengira bahwa sambal adalah bisnis besar. Beragam varian sambal kemasan kini beredar di pasaran. Semua menawarkan sensasi pedas mendekati rasa sambal cobek. Sebab, tak semua orang bisa mengulek cabai.

Berikut ini beberapa sentra penghasil sambal yang layak Anda coba. Tentu khusus mereka yang suka pedas. Jika tak suka pedas, risiko tanggung sendiri ya.

Sambal De binyos

Dari Jakarta, ada sambal merek De Binyos yang dikelola tiga serangkai Dominique Alexandra (33), Renggo Adjie (32), dan Jerry Jacob (32). Bisnis yang lahir dari hobi Dominique memasak itu kini berkembang hingga mancanegara.

Dalam satu minggu De Binyos menghasilkan 400 botol atau setara dengan 80 kilogram sambal roa. Sambal diolah menggunakan bahan-bahan segar tanpa pengawet dengan bahan utama ikan roa dan cabai yang didatangkan dari Manado., Sulawesi Utara.

Ikan roa yang dikirim ke Jakarta sudah diolah lebih dulu dengan cara diasap di Manado. Ini merupakan cara tradisional masyarakat Manado mengolah ikan agar tahan lama. Ikan itu kemudian dicampur dengan bumbu seperti bawang putih, minyak canola, rosemary, oregano, dan tentu saja cabai.

”Cabai harus menggunakan cabai dari Manado untuk mempertahankan cita rasa. Pernah kami memakai cabai beli di Jakarta, rasa sambalnya jadi lain,” kata Dominique.

Resep sambal roa De Binyos tak lagi murni masakan Manado. Dominique menyelipkan cita rasa Italia dengan menyertakan campuran rosemary dan oregano. Dominique gemar bereksperimen dalam pembuatan sambal. Formulasi sambal roa sekarang ini dia nilai yang paling oke.

Saat ini, De Binyos memiliki dua varian, yaitu sambal roa binyo dan sambal roa pete binyo. Dua varian lainnya, sambal dabu binyo dan rica binyo, dibuat berdasarkan pesanan karena hanya bertahan selama dua hari.

Sejauh ini, distribusi penjualan sambal ini masih mengandalkan pertemanan selain iklan melalui jejaring sosial Twitter dan Instagram. Beberapa pelanggan di luar negeri memesan dengan cara menunggu rekan atau kenalan yang hendak pergi ke luar negeri. ”Sambal kami sudah sampai ke mana-mana seperti Jerman, Australia, Belanda, dan San Francisco,” kata Renggo bangga. (kompas.com)