Kris Biantoro: Terus Mencoba Aneka Cara

Agus Surono

Penulis

Kris Biantoro: Terus Mencoba Aneka Cara

Meski sudah ditembak bukan berarti derita berakhir. Suatu ketika saya pergi ke seorang paranormal. Baru pertama kali datang, saya langsung disuguhi pertunjukan spektakuler. Si paranormal berguling-guling sambil menggumam, berkata-kata tak karuan. Saya bukannya kagum atau terkejut, tapi malah ketawa - antara lain mentertawakan diri sendiri, "Ini Kris Biantoro kok goblok bener, mau-maunya datang ke tempat ini."

Orang itu terus mengoceh. Katanya, ini bukan penyakit biasa, ini dibikin orang. Hahaha! Dia bilang tidak mau duit, tapi begitu lihat uang, mau-mau saja. Weleh-weleh.

Kejadian berikut saya alami awal tahun 1990. Setelah suksesnya program Berseri Mengukir Prestasi di RCTI, saya diminta untuk membawakan acara Rona Pelangi Pertiwi TVRI - dan belakangan acara musik Dansa Yok Dansa. Dalam salah satu episode Rona kami melakukan peliputan tentang ular.

Sampailah saya ke sebuah tempat di Mangga Besar, Jakarta Barat, yang konon kabarnya terkenal sebagai tempat pengobatan dengan darah dan empedu ular. Mulailah para "syaiton" berbisik, menyuruh saya minum darah dicampur empedu dan arak. Beberapa kru kami tak tahan godaan dan minum, tetapi saya tidak. Bukan karena geli, ngeri, atau jijik, tapi saya adalah pencinta lingkungan yang tak bisa menerima pembantaian ular itu. Tapi pengelola menyatakan bahwa mereka sudah punya izin, jadi saya tidak perlu mempersoalkannya lagi.

Sampai saat pulang, saya tak tergoda. Tapi begitu akan meninggalkan tempat itu, terdengar suara lemah-lembut, "Oom Kris ... Oom Kris ... ke sini Oom, kembali." Dalam temaram cahaya saya melihat seorang wanita muda berdandan ala Princess Chung Ping (putri dalam sinetron silat Hongkong bersambung). Dia sangat cantik, dan dengan kecantikannya merayu saya untuk meminum campuran empedu, darah, dan arak. Dasar otak butek, daya tahan saya luluh oleh kecantikannya. Maka adegan penutup episode itu berisi gambar saya yang minum ramuan tiga empedu ular, darah, dicampur arak. "Pemirsa, doakan saya supaya kuat, sehat, dan cepat sembuh. Merdeka!" Glegek-glegek-glegek ... wueeh!

Kegiatan berjalan terus. Hari ini di Tangkuban Perahu, besok di Pantai Selatan, besoknya lagi kembali dan memandu Dansa Yok Dansa. Cuma, ada satu hal aneh, kenapa keringat saya dingin terus? Dengan napas terengah-engah saya menyelesaikan setiap tugas. Kepada Arto, putra kedua, dan istri saya yang mendampingi saya bertanya, "Mami, itu lampu-lampu kok sinarnya jadi satu?" Rupanya keadaan saya sudah sangat berbahaya.

Saya mulai rajin berkonsultasi kepada dr. Tunggul Situmorang, ahli ginjal di RS PGI Cikini yang dengan sabar dan penuh perhatian selalu menyemangati saya untuk tidak pernah menyerah kepada penyakit. Atas perintah dr. Tunggul pula saya segera masuk dan dirawat di RS PGI.

Sekeluar dari perawatan rumah sakit, saya kembali ke aktivitas semula. Tentu dengan pemahaman akan kondisi ginjal yang rusak, dan ada kewajiban kontrol bulanan ke dr. Tunggul. Dari tahun 1974 sampai awal 2000, kreatinin saya tetap 5. Tetapi bersamaan dengan usia yang menua, juga asupan obat alternatif yang tidak karuan, maka dengan pelan tapi pasti kreatinin saya merambat ke angka 7 ... dan selanjutnya saya sendiri terkejut karena kemudian naik jadi 9.

Saya mencoba mencari sebabnya. Mungkin karena saya minum suplemen "X" yang katanya didatangkan dari Himalaya, berasal dari sebuah pohon yang akarnya bisa menyerap mineral di dalam tanah sedalam 20 m sehingga sangat baik buat kesehatan. Wuah ... hebatnya! Ternyata, bagi orang yang ginjalnya tidak normal, itu mencelakakan. Betapa minuman kesehatan yang diproduksi secara massal, yang belum tentu diminum setelah 1-2 tahun diproduksi, pasti mengandung pengawet. Nah, pengawet adalah musuh ginjal yang tidak normal. Dokter langsung melarang saya minum itu.

Hal yang mengharukan adalah begitu bayak orang yang menyayangi saya, menyarankan ini dan itu demi kesehatan saya. Dari yang masuk akal sampai yang tidak - tapi konyolnya tetap saya ikuti. Ada lagi yang menyarankan saya mandi dengan kopi dicampur aspirin, lalu digosokkan ke seluruh tubuh. Ada seorang tetangga yang menyarankan agar saya minum air hasil kukusan ginjal babi yang sudah diiris-iris. Juga saya turuti meski saat meminumnya, aduh! Sudah baunya pesing, rasanya pun seperti "ditaboki Jepang" zaman dulu. Sudah gitu, malam harinya saya bermimpi didatangi babi yang bertanya, "Mana ginjalku?!"(Bersambung ....)