Find Us On Social Media :

Mimpi Buruk Seorang Algojo

By Agus Surono, Jumat, 2 Maret 2012 | 04:00 WIB

Mimpi Buruk Seorang Algojo

Intisari_Online.com - Profesi algojo ternyata cuma pekerjaan sampingan. Di Inggris algojo mempunyai pekerjaan tetap lain: ada pemilik pub, buruh tambang, bahkan penjual es krim! Berikut ini pengalaman Syd Dernley yang pernah ikut menggantung lebih dari dua puluh orang, yang dituangkannya dalam buku The Hangmans's Tale bersama David Newman.

Saya merasa terguncang, mual, dan lemas, ketika pertama kali menyaksikan orang digantung. Saat itu sebagai asisten algojo saya menghadiri eksekusi atas James Farrell, yang memperkosa gadis berumur 14 tahun, mencekik, lalu membuang mayat korban ke semak-semak.

Farrel masih muda belia. Baru tiga hari sebelumnya ia berulang tahun kesembilan belas di selnya.

Mengantongi "saputangan"

Eksekusi dijalankan pukul 09.00. Dua menit sebelumnya, bersama seorang rekan calon algojo, yaitu Harry Allen, saya berada di luar pintu kamar eksekusi. Beberapa meter dari kami, di muka pintu sel, berdiri algojo Albert Pierrepoint dan asistennya. Harry Kirk. Begitu mereka menghilang ke dalam sel, kami pun masuk ke kamar eksekusi.

Kamar itu kecil, kira-kira 3 m2. Dindingnya dicat putih. Berhadapan dengan pintu ada sebuah jendela di ketinggian. Jendela itu bukan cuma diberi terali, tetapi juga ditutupi dengan kawat.

Lantai kayu didominasi sebuah pintu jebakan, yaitu pintu yang membuka ke bawah. Di atasnya ada sepasang balok. Tingginya kira-kira 3 m dari lantai. Seutas tali yang ujungnya seperti kalung menjuntai ke bawah, setinggi kepala.

Harry dan saya berdiri merapat ke dinding. Kami lihat kepalavpenjara, under-sherrif, dan para pejabat penjara sudah ada divsana. Beberapa di antaranya berwajahvmuram. Semua memandang ke pintu kuning berdaun dua, pintu yang menyambung ke sel tempat terhukum.Baru beberapa detik saya berada di sana, pintu kuning terpentang. Muncullah Pierrepoint seorang pemuda bertubuh kecil, memakai setelan rapi berwarna biru. Dari saku jas pemuda itu menonjol secarik kain yang dari jauh mirip saputangan, tetapi sebenarnya sarung kepala yang akan dikenakannya.

Tangan Farrell terikat ke belakang, sementara matanya tampak sangat ketakutan.

Kirk berjalan di belakang Farrell, tanpa harus mendorongnya. Tanpa ragu-ragu Pierrepoint menuju pintu jebakan. Ditengah pintu itu berhenti, terbalik menghadapi Farrell dan menaruh tangannya di pundak pemuda itu. Dalam waktu sekejap saja, kain penutup kepala sudah diselubungkannya ke kepala Farrell. Dengan gesit pula Pierrepoint mengalungkan tali gantungan, lalu membungkuk untuk menepuk Kirk yang baru slesei mengikat pergelangan kaki Farrell. Mereka berdua menyingkir dari pintu jebakan. Segera pintu itu menjeblak ke bawah. Farrell merosot berbarengan dengan bunyi nyaring daun pintu jebakan memukul diding lubang. Mungkin semua narapidana dipenjara itu ikut mendengarnya.

Beberapa saat kemudian keadaan sunyi senyap. Seorang pejabat memecah keheningan dengan berkata, “Delapan detik. Sudah selesai.”

Delapan detik! Betapa cepatnya. Padahal ini dihitung mulai dari saat Farrell di jemput dari selnya sampai ia tergantung dalam keadaan tidak bernyawa lagi di ujung tali.