Rupert Murdoch, 'Buldoser' dari Selatan

Agus Surono

Penulis

Rupert Murdoch, 'Buldoser' dari Selatan

Intisari-Online.com - Ibarat angin puting beliung, ia menyapu bersih apa saja yang dilewatinya. Dari sebuah koran kecil di Adelaide, Australia, Murdoch telah membangun sebuah imperium bisnis di bidang telekomunikasi. Murdoch tak cuma personifikasi energi, keuletan, ketangguhan, dan ketegaran dunia bisnis. Kesuksesannya adalah gabungan ketajaman naluri seorang pengusaha dan penjudi, seperti yang dipaparkan oleh William Shawcross dalam Murdoch (Simon & Schuster: 1992)

Zurich, 6 Desember 1990, pagi-pagi Murdoch berjuang merayu para pejabat Credit Suisse. Sorenya ia sudah terbang ke London bersama Dave DeVoe, direktur keuangannya yang baru. Mereka sedang berkutat menyelamatkan News Corporation (News Corp), salah satu raksasa kelas dunia yang menguasai lebih dari 70% pers Australia, 30-40% pers Inggris, dan sebuah jaringan televisi besar di AS. Rupert Murdoch si "Raja Koran Kuning" memang sedang bergulat keluar dari kemelut yang membelit perusahaannya.

Krisis sebenarnya telah berjalan beberapa minggu, tapi yang tergawat justru datang dari sebuah bank kecil di Pittsburgh, AS. Dibandingkan dengan volume kredit keseluruhan News Corp., kredit dari bank ini tak seberapa, hanya AS$ 10juta. Namun bank kecil ini tidak mengenal News Corp. dan tidak peduli bahwa News Corp. cuma menghadapi masalah likuiditas, bahwa mereka mempunyai aset lebih dari cukup dan rencana bisnis yang baik.

Baru setelah pelbagai manuver dilakukan, pihak bank Pittsburgh dapat diyakinkan dan mau memberikan perpanjangan waktu pembayaran. (Bila News Corp. melunasi utang di satu bank, bank-bank lain akan menuntut hal sama yang akan berakhir pada gulung tikarnya perusahaan raksasa ini.)

Gara-gara salah perhitungan

Krisis dimulai pada awal 1990, ketika resesi ekonomi dunia lebih gawat daripada yang diduga. Salah satu gejala awal akan terjadinya krisis likuiditas adalah ketika dalam paruh pertama tahun itu, Jepang menarik diri dari pasar uang jangka pendekdi Australia. Dalam pasar ini News Corp. mempunyai jalur pinjaman sampai sebesar Aus$ 200 juta untuk dibayar dalam waktu semalam, 7 hari, atau 30 hari.

Pertengahan tahun itu juga, uang benar-benar seret. Padahal News Corp. mempunyai utang jangka pendek yang amat banyak, AS$ 2,3 miliar, enam kali lipat tahun sebelumnya. Rupanya Murdoch telah memperhitungkan bunga utang jangka pendek akan turun, namun nyatanya bunga malah meroket. Kesalahan yang amat serius.

Selama 40 tahun Murdoch tidak pernah sekali pun meleset memenuhi kewajiban pembayaran utang. Tapi September 1990 perusahaannya harus memilih: membayar atau menjadwalkan kembali utang jangka pendek sebesar Aus$ 500 juta. Lebih gawat lagi, dalam waktu beberapa bulan berikutnya mereka harus pula melunasi kewajiban utang lain sebesar Aus$ 2,9 miliar. Benar-benar runyam.

Dengan berat hati bank-bank memberikan waktu perpanjangan selama satu bulan dan menunjuk Citibank, sebagai kreditur terbesar perusahaan ini, untuk menguraikan benang kusut dan merestrukturisasikan News Corp. Penanganan proyek yang diberi nama sandi "Dolphin" ini diserahkan kepada Ann Lane, salah seorang wakil presiden Citibank yang baru berusia 34 tahun.

Bagi seseorang yang baru saja merestrukturisasi perusahaan Donald Trump, ini tentu bukan barang baru. Tapi membayangkan apa yang dihadapinya saja orang bisa puyeng. Akibat gerak cepat Murdoch berekspansi yang bak angin ribut, News Corp. mempunyai utang kepada 146 lembaga keuangan dari segala penjuru dunia: Australia, Inggris, Jepang, AS, Belanda, Singapura, Hongkong, India, dll. dan dalam 10 jenis mata uang. Perusahaan yang bernaung di bawah bendera News Corp. berjumlah ratusan, dan masing-masing memiliki jenis utang yang berbeda dengan jaminan yang berbeda-beda pula. Di pihak lain, harga saham News Corp terus turun.

Sampai saat itu tidak dapat disangkal Murdoch adalah wiraswastawan sejati yang amat tangguh. Dari warisan sebuah surat kabar kecil di Adelaide, Australia, pemsahaannya telah berkembang demikian meraksasa.

Ayahnya pahlawan

Rupert masih berumur sembilan tahun ketika kakeknya, Pendeta Patrick John Murdoch, meninggal pada tahun 1940. Patrick dan istrinya, Annie, dikaruniai tujuh orang anak. Rupert adalah cucunya dari anak ketiga, Keith, lahir tahun 1885. Meski menderita gagap, Keith tumbuh menjadi wartawan tangguh.

Salah satu prestasi besarnya adalah ketika meliput ketidakkompetenan tentara Inggris dalam perang Gallipoli. Dalam perang ini 16.000 tentara Australia dan Selandia Baru dilindas tentara Turki yang dikomandoi Mustafa Kemal. Berkat peliputannya, komandan Inggris dipanggil pulang dan perang tersebut dihentikan. Peranannya yang hebat itu dikenang oleh koran The Times di London tanggal 3 Maret 1990 dalam tulisan berjudul "Wartawan yang menghentikan Sebuah Perang" dalam rangka memperingati 75 tahun Perang Gallipoli. Bagi orang Australia Keith Murdoch adalah pahlawan.

Pada tahun 1920 Keith menjadi editor di Herald, sebuah koran sore di Melbourne dan berhasil meningkatkan oplahnya dari 100.000 menjadi 140.000 hanya dalam waktu satu tahun. Resepnya: sensasi. Tak heran, koran Keith dijuluki "koran kuning".

Pendekatan Keith yang agresif dan kompetitif menular pula pada koran-koran lain. Begitu pula akhir tahun 1920-an, Keith berhasil melebarkan sayap Kelompok Herald dengan meluncurkan tujuh terbitan lain di pelbagai bidang. Bahkan pada tahun 1925, Herald membeli koran saingannya, Sun News-Pictorial, yang kemudian menjadi koran paling menguntungkan dalam perusahaannya.

Keith menikah dengan Elisabeth Greene tiga tahun kemudian. Ketika tahun 1932 keluarga Murdoch pindah dari South Yarra ke daerah pinggiran di Toorak, perusahaannya lebih berkembang pesat dengan membawahi banyak koran dan stasiun radio, bahkan tiga percetakan koran. Mereka membeli sekitar 36,5 ha tanah, sekitar 30 mil dari Melbourne, yang kemudian disebut Cruden Farm. Masa kecil anakanak Murdoch yaitu Helen (lahir 1929), Rupert (1931), Anne (1935), dan Janet (1939) dihabiskan di sana.

Banyak yang mengatakan ambisi dan kegelisahan yang menjadi ciri kepribadian Rupert Murdoch timbul karena sejak kecil ia haus kasih sayang ayah. Ibunya pun selalu sibuk. Mereka lekas menemukan kesalahan, pelit dengan pujian, jarang menunjukkan kasih sayang. Bahkan setelah sukses, dalam wawancara televisi Rupert mengatakan, bagi ayahnya dulu ia "anak tolol".

Namun Rupert sangat mengidolakan ayahnya, "Ayah memanjakan kami, sedangkan Ibu amat keras. la selalu khawatir Ayah akan merusak kami."

Tidur di rumah pohon

Sejak kecil Rupert telah merasakan kekuasaan dan keasyikan yang dinikmati ayahnya dari dunia koran. la sering diajak melihat-lihat kantor Herald di Flinders Street. Aroma tinta, gemuruhnya mesin pres, dan suasana sibuk di sana sudah menggaet hati si Murdoch cilik.

"Kehidupan penerbit itu paling hebat di dunia. Kalau kita sudah diperkenalkan sejak kecil pada dunia ini, bagaimana tidak tertarik?" demikian kilahnya. Pada akhir minggu, ia senang berbaring di ranjang ayahnya, mengamati sang ayah membolak-balik koran untuk menandai berita yang baik dan buruk.

Ibunya sendiri, yang kemudian menjadi Lady Murdoch, menerapkan standar yang amat tinggi pada anak-anaknya. la ingin dalam jiwa anak-anaknya tertanam kesadaran akan tugas dan kewajiban. Bahwa uang dan hadiah hams diperoleh melalui perjuangan. Tidak boleh ada yang diterima dengan cuma-cuma.

Namun dalam keseharian, para pengasuh anaklah yang bicara. Seperti sudah diduga, adalah seorang Nanny Russel, yang merupakan figur ibu bagi anak-anak Murdoch. Pengasuh yang setia ini amat lembut. Bahkan ibu Rupert sendiri mengakui, "Nanny Russel amat besar pengaruhnyapada anak-anak kami." Namun sejak tahun 1936 ia dibantu oleh Miss Kimpton, guru privat yang sampai sekarang masih dekat dengan keluarga Murdoch.

Karena ingin membentuk anak laki-laki satu-satunya menjadi pria tangguh, Elisabeth mengharuskan Rupert setiap malam di musim panas tidur di rumah pohon. "Saya pikir tidur di luar memberi pengaruh baik pada Rupert. Rumah itu cukup tinggi di atas pohon dan tidak berlampu." Lucunya Rupert sendiri menganggap kisah ibunya itu dongeng semata. Musim panas di Cruden biasanya amat gerah, sehingga baginya rumah pohon itu terasa amat nyaman.

Selain itu Rupert dipengaruhi oleh kedua kakeknya. Kalau kakek Patrick Murdoch berpembawaan tenang, kakek Rupert Greene lain lagi. Oleh para cucu ia dipanggil "Pop Greene". Walaupun, atau mungkin justru, karena dilarang menantunya, ia sering mengajak mereka bermain, membelikan es krim, atau melakukan kenakalan. Ia izinkan mereka mengemudikan mobilnya, sementara kaki mereka belum cukup panjang untuk menyentuh pedal. Malah Helen benar-benar pernah menabrakkan mobil itu ke pagar.

Mengenai sifat-sifat anak lelaki satu-satunya, Elisabeth sendiri menyimpulkan, "Dari pihak Keith, ia murni bersifat Skot yang membawa pengaruh baik. Tapi Rupert memperoleh naluri berjudinya dari ayah saya."

Kulit dan kotoran hewan

Pada tahun 1938, ketika Sir Keith sudah sakit-sakitan, terutama karena gangguan jantung, ia membeli peternakan domba di Sungai Murrumbidgee dekat Wagga Wagga. Bayangkanlah 800 ha daratan rendah yang dikitari 5.600 ha perbukitan batu karang. Di sanalah, sambil duduk mengitari api unggun, Rupert dan Helen menyimak dongeng-dongeng fantastik tentang para pengawas padang. "Membuat saya selalu terkenang akan pedalaman Australia," kenang Rupert.

Di sana pula Rupert mulai menampakkan bakat wiraswastanya. Bersama Helen, kalau tidak berkuda seharian, ia berburu kelinci dan tikus air untuk dijual kulitnya. Sebenarnya kulit tikus airlah yang mahal, sayang ini yang paling sulit didapat. Hanya saja jika prosedur penangkapan merupakan bagian tersulit, menguliti hewan tangkapan mereka adalah bagian paling tak sedap dan ini diberikan kepada Helen. Rupert menjual tiap kulit seharga 6 pence dan Helen hanya dibagi 1 pence per kulit.

Di Cruden, Rupert tak cuma berdagang kulit kelinci, tapi juga mengumpulkan kotoran hewan. Lagi-lagi dia memanfaatkan kakak dan adiknya untuk mengumpulkan kotoran hewan di kandang kuda dan pantai. Rupert menjualnya kepada nyonya tua yang membutuhkan untuk pupuk. "Bisnis Rupert diawali dengan kelinci dan kotoran hewan. Tapi saya tidak pernah melihat hasilnya, karena ia ludeskan untuk berjudi di sekolah," ujar Helen. Begitulah, Rupert memang mewarisi "sedikit" sifat Pop Greene.

Di luar bakat dagangnya yang menonjol, ia anak yang biasa-biasa saja. "Tak suka dongeng atau permainan pura-pura jadi ini dan itu. Ia seperti kucing yang lebih suka berjalan sendiri," kata Helen. Pada usia 10 tahun, atas desakan ibunya Rupert dikirim ke sekolah berasrama Geelong Grammar. Kekhawatiran ayahnya terbukti. Rupert tidak betah di sana. Selain karena tidak aktif dalam olahraga, ia kurang disuka karena ia putera Sir Keith. "Di sekolah saya tidak punya kawan," kenang Rupert.

Memang banyak tokoh dari kalangan mapan di Melbourne yang kurang suka kepada Keith. Saat itulah Rupert mulai mengerti bahwa pemilik koran yang berpengaruh jarang sekali disukai orang. Pengalaman dikucilkan itu ternyata membekas dalam. "Saya jadi sadar bila kita ingin menjadi penerbit atau tokoh media, kita harus berani mandiri. Jangan berteman baik dengan siapa pun, supaya jangan sampai harus berkompromi hanya karena hubungan dekat. Saya jadi sadar, pemilik koran berpengaruh tidak dipandang sama seperti usahawan lain atau petani yang sukses."

Saat di Geelong ia salurkan naluri berjudinya pada pacuan kuda. Di tahun 1947, ia tamat, tapi masa tinggalnya diperpanjang selama setahun lagi. la menerbitkan kembali sebuah majalah sekolah, If, yang sudah mati, sampai dua nomor.

Menurut rekan sekolahnya, Rupert adalah penganut sayap kiri yang kuat, bertentangan dengan politik yang dianut Herald koran ayahnya yang antiburuh. Keagresifan dia salurkan dengan bergabung dalam kelompok debat. Segala macam soal diperdebatkan di sana, dari masalah sekolah swasta, gaya hidup sampai perdagangan bebas. Pandangannya selalu antikemapanan.

Mewah tapi sosialis

Selepas Geelong, Rupert magang dulu di Herald, sebelum pada musim panas 1950 berangkat ke Oxford, Inggris, untuk belajar di Worcester College. Sementara itu pada tahun 1949 ayahnya pensiun dari jabatan sebagai direktur utama Kelompok Herald. Keith pun mulai mengonsolidasikan surat kabar miliknya sendiri, yang kelak ingin ia wariskan pada Rupert.

Namun dengan berjalannya waktu, Sir Keith semakin sakit-sakitan dan khawatir. Walaupun ia yang membesarkan Kelompok Herald, penghargaan yang diperoleh dirasa belum memadai. Terlebih lagi, ia belum merasa cukup meninggalkan dana bagi keluarga. Maka dijualnya saham miliknya di Herald yang sudah tak seberapa untuk membeli lebih banyak saham koran Adelaide News. Rupert tahu ayahnya menyadari, anaknya tak mungkin punya peluang di Herald, karena sahamnya di sana kecil. "Saya kira ia ingin saya masuk bidang kewartawanan," katanya.

Terus terang Rupert mengakui, ia bukan mahasiswa yang baik. Sengaja ia memilih mata kuliah politik, ekonomi, dan filsafat karena kuliah di bidang-bidang itu yang paling santai. "Saya menikmati kebebasan, suasana intelektual yang penuh semangat, pergi berjalan-jalan ke kelab," ujarnya. Kamarnya salah satu yang terbaik di sekolah. la pun memiliki mobil, padahal waktu itu jarang sekali seorang mahasiswa undergraduate (S1) mempunyai mobil. Anehnya, ia terkenal beraliran sosialis. Untunglah tidak ada yang pernah memandang serius aliran politik Rupert. Namun kombinasi antara kekayaan, keangkuhan dan Marxisme membuatnya tidak gampang disuka.

Di lingkungan akademik Oxford, pembimbing utamanya Asa Briggs, yang mengajar mata kuliah politik. Belakangan Briggs menjadi salah satu tokoh intelektual, akademisi dan siaran radio yang berani di Inggris. Di luar Oxford, keluarga Rohan Rivett-lah teman terbaik Rupert. Mereka amat sering bertemu dan pernah berwisata bersama di daratan Eropa. Kepada Sir Keith, Rivett pernah menulis, "Rupert akan dengan mudah mencetak satu juta dolarnya yang pertama. Narasumber dan kemampuannya untuk menyelesaikan persoalan sangat hebat."

Tidak hanya pengaruh politiknya, kekuatan fisik Keith pun semakin memudar. Setelah 20 tahun menderita penyakit jantung, antara tanggal 4 dan 5 Oktober 1952, Keith Murdoch meninggal dunia dalam tidurnya. Di dalam wasiatnya, Keith menginginkan agar Rupert mengabdikan diri pada kegiatan jurnalistik dan menduduki jabatan yang penuh tanggung jawab.

Rupert mendapatkan sebagian besar Crude Invesment, perusahaan keluarga yang memiliki saham di Adelaide News dan Brisbane Courier-Mail. Rupert ingin sekali mempertahankan Adelaide News dan Brisbane Courier-Mail, tetapi ibu, kakak, dan adiknya tidak sependapat. Malah Helen belakangan menjual saham keluarganya atas Brisbane Courier-Mail kepada Herald. Ini membuat Rupert yang berada jauh di Oxford amat kesal. Apalagi keputusan Helen itu amat dipengaruhi oleh Harold Giddy, yang selain ketua dewan perwalian yang dipercayai mengurus warisan Sir Keith, juga dedengkot Herald.

Kemenangan pertama

Sementara menyelesaikan ujian-ujiannya, dari seberang samudera Rupert semakin memikirkan Adelaide News. Surat-suratnya kepada Rohan Rivett yang sudah beberapa lama menjadi redaktur Adelaide News menampakkan feeling bisnisnya yang kuat. Sambil belajar ia terus memikirkan strategi untuk mengalahkan Adelaide Advertiser milik Kelompok Herald, saingannya.

Setelah lulus Rupert tidak langsung pulang. la magang dulu di koran Daily Express yang disebut-sebut tempat belajar terbaik untuk "seni jurnalisme hitam". Pemiliknya adalah Lord Beaverbrook. Dalam suratnya kepada Rivertt, Rupert menyebut kantor Daily Express "rumah pelacuran Beaverbrook". la menikmati magang di sini dan pastilah banyak belajar dari Beaverbrook.

Daily Express adalah koran nakal dengan penyuntingan menarik, gaya berbau rasial, dan judul-judul yang mengejutkan. Tentulah Lord Beaverbrook merupakan contoh kongkret bagi Murdoch muda bahwa cara terbaik menjalankan koran adalah dengan menguasai saham terbesar.

Pada awal September 1953, di usia 22 tahun, Rupert pulang ke Australia untuk terjun menangani warisannya, Adelaide News. Itulah awal dari rangkaian pertarungannya yang akan berlangsung seumur hidup melawan orang lain dan dunia.

Ketika Rupert Murdoch muncul di kantor Adelaide News yang kecil bercat putih di seberang rel kereta api, ia disambut oleh Rohan Rivett yang sudah hampir dua tahun menjadi redaktur di sana. Rivett sedang kembang kempis mempertahankan oplah yang terpatok pada angka 75.000. Namun prioritas Rupert saat itu adalah menghadapi ancaman Adelaide Advertiser. Pertarungannya bakal mirip pertarungan antara Daud dan Goliat, karena tak cuma oplahnya dua kali lebih besar, organisasi saingannya itu jauh lebih besar.

Alkisah sebelum Rupert pulang, Sir Lloyd Dumas, pemimpin umum koran tersebut, mengunjungi Elisabeth Murdoch, la berujar, "Sebenarnya berat bagi saya, namun berhubung dewan direksi mendesak ... saya datang untuk memberi tahu bahwa kami akan menerbitkan koran minggu, menyaingi koran Anda." Koran Minggu Adelaide News bernama Sunday Mail. Dumas tahu ini ancaman amat besar bagi mereka. Yang ia lakukan sebenarnya ia sedang menekan keluarga Murdoch untuk menjual korannya. la bahkan menawarkan harga £ 150.000.

Namun Rupert berang berat. "Mereka mau memanfaatkan Ibu. Coba Ayah masih ada, pasti mereka tak berani." Si Daud pun nekat melawan. Sebagai serangan pembukaan, Rupert dan Rivett mempermalukan Sir Lloyd Dumas dengan menerbitkan surat tawarannya yang ditolak itu.

Perang oplah berlangsung selama hampir dua tahun, sampai akhirnya Sir Llyod Dumas mengalah. Tahun 1955 mereka melakukan merger, masing-masing memperolah 50% saham. Karena pihak Sir Llyod tak lagi menghasilkan koran Minggu, sedangkan pihak Rupert memperoleh pembayaran untuk pengolahan hasil merger itu, maka boleh dikatakan Sunday Advertiser lenyap. Inilah kemenangan Rupert yang pertama.

The Boy Publisher

Energi Rupert yang menggebu-gebu mengagetkan staf Adelaide News. Tidak ada proses pembuatan koran yang lepas dari pengamatannya. Setiap hari orang dapat melihat sosok Murdoch yang gemuk berseliweran di Adelaide. Di kantor lengan kemejanya selalu tergulung dengan tangan ternoda tinta. Entah itu harga iklan atau huruf-huruf di mesin cetak, semua dipelajarinya.

Penduduk kota Adelaide, bahkan warga negara bagian lain menyebutnya The Boy Publisher. Rupert selalu tampak tergopoh-gopoh, pelupa dan setiap mampir di kediaman Rivett atau Boland (redakturnya) selalu mengangkut kemeja-kemeja dengan kancing terlepas yang perlu dijahit. la menyukai pesta, malah di kantor memprakarsai tradisi pesta tahun baru gila-gilaan, yang biasanya ditutup dengan permainan judi.

Namun Rupert yang selalu mau tahu, selalu ingin melakukan perubahan, dan selalu turut campur membuat anak buahnya lelah. Bagaimanapun, oplah mereka meningkat.

Pada tahun 1956, si Daud menikah dengan Patricia Booker, mantan pramugari dan pegawai toserba di Adelaide yang pirang dan cantik. Keluarga Murdoch di Melbourne menganggap pernikahan itu terjadi hanya karena Rupert kesepian. Maklumlah, kala itu Adelaide masih dipandang kota sepi yang terbelakang. Pasangan itu mempunyai anak perempuan bernama Prudence yang lahir tahun 1959.

Kebahagiaan mereka tidak bertahan lama, sebagai akibat dari gebrakan-gebrakan Rupert yang terus melebarkan sayap perusahaan. Bagaikan kolektor, ia asyik "berbelanja". Di Melbourne ia membeli Southdown Press, penerbit majalah, kemudian New Idea, majalah mingguan wanita.

Di Perth ia membeli koran The Sunday Times, sehingga kini ia memiliki dua koran. Padahal Perth itu cukup jauh, sehingga setiap Jumat ia harus terbang ke sana untuk menguleni dan mencetak koran itu sesuai kemauannya. Tanpa ba-bi-bu dipecatnya orang yang tak ada harapan, lalu ia datangkan redakturdari Adelaide. Koran itu akhirnya menjadi sensasional dan laris. Bahkan menurut Thomas Kiernan, penulis biografi yang paling kritis terhadap Murdoch, di sanalah lahir jumalisme Murdoch: judul-judul yang membuat orang melotot, biasanya tidak menuruti tata bahasa: "Penderita Lepra Perkosa Perawan, Lahirkan Bayi Monster".

Kemudian giliran koran kecil di tempat terpencil dilalapnya: Darwin, Alice Spring di jantung gurun Australia, dan Mount Isa, sebuah pertambangan di Queensland. Setelah itu langkahnya tak tertahankan lagi.

Dimuntahi redaktur

Begitu teknologi televisi tiba di Adelaide tahun 1957, ia pun mulai berkiprah di dunia hiburan elektronik ini, sambil terus mencari mangsa penerbitan yang semakin besar. Inilah masanya ia mulai beraksi di Sydney. Di kota inilah terbentuk Rupert Murdoch seperti yang kita kenal sekarang. Di sini ia mulai meletakkan dasar-dasar penerbitan yang terpadu: ada koran, buku, percetakan, dan televisi. Di sini pula dengan bersaing kian keras dan kejam, ia mengasah nalurinya pada massa sebagai pasar.

Tahun 1963, Australia sudah terasa sumpek baginya. la pun membeli 28% saham Asia Magazine di Hongkong. Keputusan untuk membeli itu dibuatnya hanya beberapa saat. Tahun berikutnya, ia merebut Dominion, koran besar di Selandia Baru, dari calon pembeli yang jauh lebih besar dan bergengsi, kelompok Thompson dari Kanada.

Namun barangkali 14 Juli 1964 adalah salah satu saat paling bahagia dalam kehidupan Rupert Murdoch. Hari itu diluncurkan Australian, koran yang 100% lahir dari tangannya. Koran ini tak cuma koran nasional yang pertama di Australia, tapi juga koran yang serius. Meminjam istilah Murdoch sendiri: tidak ngepop. Sampai bertahun-tahun Australian yang terbit di Canbera ini merugi.

Banyak yang mengatakan, koran ini terbit karena Murdoch ingin menyenangkan hati ibunya, yang baru saja memperoleh gelar kehormatan Dame of The British Empire atas jasa-jasanya di bidang sosial. Dame Elisabeth kabarnya agak malu koran-koran norak milik putranya, terutama Sydney Mirror, la bahkan membanding-bandingkan itikad dan tingkah lakunya dengan sang ayah. Tapi ketika ditanya tentang hal itu, Rupert menjawab "That's bullshit. Seandainya saya memperoleh ide dari orang lain, pastilah justru itu dari ayah saya."

Sementara dia memantapkan diri sebagai kekuatan nasional di Australia, waktunya untuk keluarga semakin berkurang. la lebih sering berkumpul dengan teman-teman dibandingkan dengan keluarga. Ia suka minum-minum, meski jarang sekali sampai mabuk. Pada masa Australian baru dimulai, pernah Rupert dengan dua orang wartawan (salah seorang redaktur senior) pergi minum-minum. Dalam perjalanan pulang dengan taksi, si redaktur muntah-muntah di atas tubuh bosnya yang sedang tertidur nyenyak.

Keesokan harinya Rupert memanggil si redaktur. Dengan nada menyesal ia mengatakan, "Semalam pastilah saya terlalu banyak minum sampai sekujur tubuh penuh dengan muntahan sendiri."

Rupert mempunyai kapal pesiar bernama Nina yang biasa dipakai bersama kawan dan rekan bisnisnya. Tak ada cara bersantai yang lebih cocok bagi seseorang yang demikian kompetitif selain berlomba. Dengan kapal itu ia ikut beberapa kali lomba menempuh jarak Sydney-Hobart. la juga ikut lomba berkuda, terbang dengan pesawat kecil secara ugal-ugalan, dan memancing ikan dengan serangga di Snowy Mountain.

Mendarat di Fleet Street dengan murah

Kemudian Rupert jatuh cinta pada AnnaTorv, seorang reporter magang di Daily Mirror. Seperti Pat, Anna juga berasal dari keluarga pas-pasan. Perkawinannya dengan Pat bubar dan Murdoch memenangkan perwalian atas Prudence putri satu-satunya. Murdoch kemudian menikahi Anna pada tahun 1967.

Sudah lama si raja kecil dari Australia ingin mencoba peruntungan di FleetStreet, dunia persuratkabaran Inggris. Yang diincar koran Daily Mirror, tempat magangnya bertahun lalu. Tapi musim gugur 1968 yang terbuka untuk dibeli adalah koran lain yang tak kalah menariknya, News of the World (News), yang sering dipelesetkan jadi News of the Screws. Spesialisasi koran Minggu ini adalah berita-berita tentang imam yang hot, kepala sekolah yang bernafsu besar, permainan ranjang bertiga, atau pencurian pakaian dalam. Toh saat itu oplahnya turun dari 8,5 juta pada tahun 1950 menjadi 6 juta saja.

Sejak tahun 1890-an, pemilik saham terbesarnya keluarga Carr. Sementara sudah 50 tahun Sir Elmsey Carr menjadi redaktur, kedudukan pimpinan perusahaan sudah 16 tahun dipegang oleh anaknya, Sir William. Keluarga Carr merasa aman karena memegang 27% saham. Tapi ada saudara sepupu mereka, Profesor Derek Jackson yang memegang 25% saham. Profesor yang brilian tapi nyentrik ini hidup di Prancis untuk menghindari pajak bersama istrinya yang ke-6.

Selain karena sudah terasing dari keluarga, ia ingin menjual saham yang dianggapnya kurang menguntungkan itu. Berhubung penawaran harga Sir William dianggap terlampau rendah, ia mencari pembeli dari luar. Sudah tentu Sir William jadi kebakaran jenggot. Apalagi ia amat tidak suka kepada calon pembeli yang sudah ditemukan, Kapten Robert Maxwell. Selain tak percaya pada kepribadiannya, Maxwell anggota parlemen dari partai buruh, bukan konservatif seperti aliran keluarga Carr dan News.

Tak heran, Sir William yang sudah sakit-sakitan amat menyambut gembira kedatangan Rupert yang mengaku "ingin menolong" dengan cara menyaingi penawaran Maxwell. la menurut saja pada segala tuntutan "Sang Penyelamatnya", a.l. Rupert akan diangkat menjadi direktur eksekutif satu-satunya. Di pihak Rupert, ia berjanji tidak akan membeli saham melebihi 40% dan bahwa seorang anggota keluarga Carr akan tetap menjadi pimpinan perusahaan.

Demikianlah, Murdoch mengumumkan niatnya melakukan penawaran atas 40% saham kelompok News of The World. Yang 9% akan dibelinya dari pasar saham, sementara sisanya akan ditukar dengan aset-aset di Australia, sesuai dengan perjanjian dengan Carr.

Petualangan Murdoch yang didukung Carr melawan Maxwell dalam rapat para pemegang saham sebenarnya hanya lanjutan dari pertarungan mereka yang telah berlangsung sampai melibatkan koran masing-masing. Dengan usaha keras dan pendekatan dari keluarga Carr, para pemegang saham memilih penawaran Murdoch.

Sementara pihak Carr dan Maxwell sama-sama menderita kerugian besar, bagi Murdoch ini kemenangan yang amat gemilang. la berhasil menancapkan satu kaki di Fleet Street dengan murah. Tanpa sungkan lagi Murdoch membeli saham Jackson, sehingga bersama saham-saham lain yang dibelinya dari pasar, akhirnya ia menguasai 49% saham, bertentangan dengan janjinya terdahulu kepada Carr.

Murdoch pun melakukan pembersihan. Pendapat bahwa pemilik koran tidak boleh turut campur dalam penanganan editor koran, bagi Murdoch sangat tak masuk akal. "Sebagai pemilik, sayalah yang akhirnya akan menanggung sukses atau gagalnya koran saya," katanya pada tahun 1969.

Langkah berikutnya, Murdoch membeli The Sun, yang ingin ia terbitkan dalam bentuk tabloid harian. Versi harian dari News of the World. The Sun menggabungkan seks, kesenangan, dan sensasi yang terbukti sangat menarik. Didukung promosi yang hebat, dalam setahun oplahnya terus meningkat sampai pada akhir tahun 1970 mencapai 1,7 juta!

Tahun 1973 Murdoch mulai merambah AS dengan pertama kali membeli tiga surat kabar di San Antonio. Namun tidak begitu sukses, karena respon masyarakat Amerika terhadap formula yang diterapkannya tidak sama dengan di Inggris. Namun keberuntungannya terletak pada tabloid pasar swalayan The National Star, yang terbit secara nasional dan belakangan diberi judul tambahan National Star: the American Women's Weekly. Kepada pembaca yang umumnya wanita kelas pekerja, Murdoch menyuguhkan tulisan-tulisan tentang berat badan, penampilan menarik, kehidupan di Hollywood, dan kehidupan seks mereka. Tahun 1980-an oplahnya mencapai 4 juta dan keuntungan yang diperolehnya AS$ 12 juta per tahun.

Digabungkan dengan bisnis siaran televisinya di Australia dan Inggris, pada tahun 1980-an Murdoch telah berhasil menjadikan perusahaannya sebagai salah satu kerajaan media terpenting di dunia. Namun ia tidak terlepas dari masalah. Sejak tahun 1975 sering terjadi pemogokan di surat kabarnya, karena seringnya ia mengganti para editor dan terlalu turut campur.

Di AS Murdoch sangat beruntung karena mempunyai hubungan baik dengan orang-orang kuat Gedung Putih. Tahun 1984 ia mengejutkan publik AS ketika muncul sebagai coverstory di majalah Forbes. la dikatakan sedang membangun kerajaan komunikasi terbesar di dunia.

Pindah warga negara

Boleh dikata, demi kemajuan perusahaan, apa saja dilakukan Murdoch, seperti ketika pada pagi 4 September 1985, bersama segenap keluarganya ia menyatakan kesetiaan pada AS. la harus menjadi warga negara Paman Sam agar layak hukum untuk mengambil alih 20th Century Fox. Sudah barang tentu banyak kritikdan komentar tentang ini, tapi hukum AS memang melarang orang asing mengontrol jaringan penyiaran.

Orang pun bilang belum pernah ada yang nekat mendirikan jaringan TV nasional keempat di AS, dengan telah bercokolnya tiga raksasa ABC, NBC, dan CBS. Tapi itulah persis yang dilakukan Murdoch. Berkat tokoh Bart Simpson dari kartun The Simpsons pada musim gugur 1990 Fox tinggal landas sebagai jaringan televisi nasional dengan sasaran orang muda. Di dunia layar lebar suksesnya antara lain tercetak lewat film Home Alone.

Sudah jelas akuisisi ini merupakan lompatan besar bagi News Corp. Kini selain stasiun TV, ia memiliki 93 penerbitan dan perusahaan penyiaran dengan aset AS$ 4,7 miliar dan penghasilan setahun AS$ 2,6 miliar.

Koran Herald di Melbourne milik ayahnya dulu, akhirnya berhasil dibelinya. Di depan konferensi pers tanggal 3 Desember 1986 ia dan ibunya menyatakan peristiwa itu sebagai amat emosional. Bahkan Dame Elisabeth mengatakan Rupert adalah "Versi modern dari suami saya ... ia begitu mirip ayahnya."

Pada awal 1987 News Corp. merupakan salah satu kelompok industri komunikasi dunia dengan 259 anak perusahaan. Di samping koran, televisi, perusahaan tersebut juga berkiprah dalam bidang perminyakan, pesawat udara, bauksit, wol, dan ... tak ketinggalan: perjudian.

Di tahun 1989 Murdoch diamati oleh pemerintah Australia, karena News Corp. dipandang sebagai penghindar pajak kedua terbesar. Kekuasaan politiknya juga dikecam masyarakat ramai.

Lolos dari lubang jarum

News Corp. nyaris hancur pada akhir 1990. Para pemegang saham mulai menjual saham News Corp. dan bank-bank kreditor mulai panik. Berbagai jalan ditempuh Murdoch dari mencari pinjaman, merestrukturisasi modal sampai pembenahan perusahaan dari dalam.

Syukurlah di akhir 1990 dan awal 1991, berkat bantuan Ann Lane dan timnya, ia berhasil melakukan restrukturisasi News Corp. Mengenai perasaannya masa itu, "Persis kodok, yang setiap saat dapat tergilas kendaraan," katanya. Lane sendiri kagum pada cinta Rupert pada keluarganya dan pada Anna Murdoch yang sangat mendukung suaminya.

Demikianlah, ketika Perang Teluk berkobar, Murdoch sudah berani berucap, "Saya telah memenangkan perang saya." Namun ia pun terus terang mengakui telah ceroboh dalam masalah keuangan. Barangkali karena selama ini baginya nomor satu adalah ekspansi dan itu berarti dana yang harus selalu tersedia cukup. Penggerak utama News Corp. bukanlah pertimbangan jurnalisme, tapi ekonomi. Pengarahnya bukan terutama rencana, tapi kesempatan.

Kemudian ia menyatakan akan menunjuk seorang chief operating officer dan membiarkan lebih banyak urusan ditangani orang lain, la pun mengurangi kontrol keluarganya lewat Cruden Invesment atas saham News Corp. dari hampir 50% menjadi 40% saja. Bank-bank akhirnya mendukung dia, karena walaupun Murdoch mempunyai nama buruk di kalangan pers, ia seorang businessman sejati yang tak pernah mangkir dalam melunasi pinjaman.

Sementara itu Harper & Row milik Murdoch menerbitkan memoar Raisa Gorbachev. Memoar itu dibeli Murdoch seharga AS$ 400.000, sesuai dengan permintaan Raisa ketika mengundangnya datang ke Rusia. Mantan Ibu Negara Uni Sovyet itu pagi-pagi juga telah mengajukan persyaratan: tidak akan mengubah satu kata pun dalam memoarnya. Tentang Raisa, Murdoch dan Anna berkomentar, "la genit, manis, seksi, dan brutal." Harga itu pula yang mereka bayar untuk karya Mikhail Gorbachev Perestroika yang laku keras.