Penulis
Intisari-Online.com - Penjara Alcatraz terletak di sebuah pulau mungil bernama sama di Teluk San Francisco yang indah. Namun keindahan teluk itu rupanya tidak mengalangi pemerintah AS untuk mendirikan sebuah penjara yang justru terkenal paling seram dan ketat di dunia.
Sejak 22 Agustus 1934 Penjara Alcatraz menjadi penjara federal dengan penjagaan maksimum. Tapi The World Book Encyclopedia menyebutkan narapidana yang dianggap berbahaya sudah disekap di sana sejak tahun sebelumnya. Mungkin karena lokasinya cukup mendukung. Pulau karang yang luasnya 5 ha itu kira-kira 1,6 km jauhnya dari daratan. Sepanjang sejarahnya, ada 14 kali percobaan melarikan diri yang semuanya gagal. Tujuh orang ditembak mati, enam orang tenggelam (tapi yang ditemukan mayatnya hanya satu).
Yang tenggelam umumnya tak tahan pada dinginnya perairan di Teluk San Francisco, di samping turbulensi arusnya yang kejam. John Paul Scott satu-satunya orang yang sebenarnya berhasil mencapai daratan dengan berenang, hanya tiga bulan sebelum penjara itu ditutup. Tapi akhirnya ia tertangkap lagi, karena kondisi tubuh yang tak memungkinkan lagi.
Sebelum menjadi penjara federal, misalnya ketika Perang Saudara meruyak di AS sekitar tahun 1860-an, penjara itu berfungsi sebagai barak militer. Tahun 1868 fungsinya berubah menjadi penjara bagi narapidana jangka panjang, termasuk kepala suku Indian.
Namun pada tanggal 21 Maret 1963 penjara itu ditutup dengan alasan biaya pengelolaan dan perawatannya terlalu mahal. Maka sejak tahun 1972, jadilah Alcatraz yang berarti pelikan itu bagian dari Kawasan Rekreasi Nasional Golden Gate.
Titik balik
Saya minta tolong Murphy mencarikan ibu saya. Tapi saya melarangnya menghubungi keluarga. Saya merasa mereka sudah cukup menahan malu dan derita gara-gara ulah saya. Lagi pula saya belum menerima nasib akan menjalani hukuman. Kalau berdamai dengan mereka, mau tak mau saya harus melepaskan angan-angan untuk melarikan diri.
Belakangan pengganti sementara Pastor Clark, Pastor Hastings, berhasil mendapatkan kabar tentang ibu saya. Ternyata ibu telah meninggal pada usia 44 tahun. Berminggu-minggu saya berjuang melawan rasa sedih, kecewa, dan marah. Saya kesal kenapa tidak berusaha mencarinya ketika masih bebas. Walaupun sudah bertahun-tahun tidak berjumpa dengan ibu, saya toh merasa kosong. Selama ini saya telah telanjur membayangkan di luar sana masih ada ibu.
Satu hari Minggu tiba-tiba sel saya dibuka. Penjaga mengatakan ada tamu. Saya berjalan sambil gemetar. Takut melihat siapa yang ada di dalam ruang tamu.
Setibanya di dalam kotak penerima tamu, saya mengintip. Ternyata ayah dan ibu tiri saya. Rupanya mereka sudah melihat saya berjalan sejak tadi dan saat itu sudah menangis sejadi-jadinya. Seluruh tubuh saya gemetar hebat sampai saya mesti ditolong penjaga untuk duduk. la memberikan teleponnya kepada saya. Mulut saya kering, air mata saya berderai, ucapan saya tak jelas. Baru beberapa menit kemudian kami dapat berbicara secara biasa. Itu pun berkali-kali disela pecahnya isak tangis.
Lenyap sudah si terpidana yang tangguh, mandiri dan tak butuh siapa-siapa. Yang ada kemudian adalah seorang pria emosional yang beitekad tidak akan menyakiti perasaan keluarganya lagi. Saat itu, melihat air mata dan derita mereka yang hebat, saya lahir baru. Saya bertekad bulat untuk bertobat. Hanya dalam waktu yang demikian singkat, semua pikiran tentang melarikan diri musnah.
Ketika kembali ke sel, saya merasa sel itu tak lagi sedingin dan sesuram sebelumnya. Hati saya berbunga-bunga penuh kehangatan. Saya merasakan kedamaian yang belum pernah saya rasakan. Saya bukan lagi melulu sebuah nomor yang kesepian, tapi seorang pria dengan keluarga yang menyayanginya.
Belakangan saya mengetahui bahwa diam-diam Pastor Hastings mengunjungi ayah ketika ia berusaha mencari ibu. Reaksi pertama ayah waktu itu adalah mengusirnya begitu mengetahui ia bertindak atas nama saya. Kira-kira tiga minggu kemudian, Pastor Hastings diundang makan malam oleh mereka. Kali ini ayah sudah tidak lagi marah. Malah mengutarakan sebenarnya mereka amat prihatin atas nasib saya.
Waktu itulah mereka diberi tahu keadaan saya. Bahwa saya telah bertahun-tahun ada di Alcatraz dengan sedikit sekali motivasi untuk hidup. Usaha saya untuk mencari ibu itu adalah usaha terakhir untuk memberikan arti pada hidup saya. Walaupun saya tidak pernah mengakuinya, bahkan terhadap diri sendiri, itu memang benar. Ayah melarang Pastor Hastings menceritakan perihal makan malam itu kepada saya. Setelah itu grafik kehidupan saya menanjak cepat.
Keluar dari Alcatraz
Saya mengikuti kursus tertulis dari Universitas Kalifornia untuk memperoleh ijazah SMU. Selama dua tahun, saya belajar setiap malam kecuali hari Minggu, sehingga akhirnya semua pelajaran yang dapat diambil di Alcatraz untuk meraih ijazah SMU terselesaikan. Di samping itu siangnya saya bekerja keras di bagian produksi jaring. Sebagai hadiahnya, lima tahun dari waktu pengurangan hukuman yang dulu terhapus dikembalikan kepada saya. Setahun kemudian seluruh sisa hak atas pengurangan waktu saya dipulihkan. Saya pun bekerja sebagai asisten kesehatan di rumah sakit penjara.
Tanggal 29 Agustus 1952, tepat sehari setelah 10 tahun tinggal di Alcatraz, saya ditransfer ke penjara di McNeil's Islands. Konsep dan kebijakan dasar di penjara in amat berlawanan dengan Alcatraz. Di sini napi benar-benar diarahkan untuk rehabilitasi. Fasilitas pendidikannya amat banyak. Rumah sakitnya pun jauh lebih besar daripada di Alcatraz.
Yang paling sulit justru menyesuaikan diri pada kebebasan. Sel-sel dibuka sampai pukul 21.00. Para napi diizinkan saling bertandang, atau mengikuti sekolah malam, menonton film pendidikan atau berolahraga di gymnasium. Di tiap sel tesedia earphone untuk mendengarkan radio dengan dua stasiun sampai pukul 21.00. Setiap bulan napi boleh mengeluarkan uang sampai AS $ 15 untuk kebutuhan mandi, dll., sedangkan majalah dan koran pun tersedia bila berlangganan bulanan.
Saya melamar bekerja di rumah sakit bagian sinar X, karena di Alcatraz saya sudah berpengalaman menjadi asisten kesehatan. Minat saya memang di sini. Tapi karena belum ada lowongan, saya dipekerjakan di bagian operasi sebagai asisten biasa. Tak lama kemudian saya dipindahkan ke unit TBC dengan tanggung jawab memberikan injeksi, obat, dan melakukan pencatatan tentang pasien. Setelah itu saya ditawari bekerja di bagian operasi dengan tugas mengatur pelbagai peralatan operasi, bahkan kemudian kadang-kadang membantu dokter bila sedang melakukan operasi ringan.
Tahun berikutnya saya mengikuti program perintis pendidikan perawat bagi napi yang lamanya setahun. Setelah lulus, saya mendapat lisensi kerja yang berlaku untuk Negara Bagian Washington. Kurikulum dan ujiannya diawasi ketat oleh Dewan Perawat Profesional Negara Bagian Washington. Saya lulus nomor dua untuk seluruh Washington.
Tahun berikutnya saya dipilih menjadi asisten pengajar kursus yang sama. Wah, kehormatan bagi saya. Bulan September 1957 saya dipindahkan ke Penjara San Quentin, yang berada di bawah pemerintah Negara Bagian Kalifornia, karena saya masih harus menjalani sisa hukuman di sana akibat pelanggaran hukum dulu sebelum melarikan diri. Setelah itu, baru pemerintah federal bisa memberikan pembebasan dalam masa percobaan.
Untunglah dengan bantuan korespondensi baik oleh saya sendiri maupun keluarga saya ke pelbagai pihak yang berwenang, saya tidak harus melewatkan waktu lama di sana. Bulan-bulan terakhir saya lewatkan bekerja pada departemen kehutanan, di sebuah kamp. Di sana kami mengurusi kebakaran hutan, banjir, dll. Kami dibayar AS $ 1,50 per jam. Tanggal 26 November 1958 saya dibebaskan dengan masa percobaan 30 tahun.
Pengampunan dari presiden
Setelah sempat menjadi tukang batu, saya diterima bekerja di bagian radioaktif di sebuah rumah sakit. Dr. Baird, kepala bagian radiologi, ternyata menjadi guru sekaligus teman yang paling baik. Berkat dia, akhirnya saya mampu mengikuti ujian untuk menjadi anggota persatuan ahli radiologi Amerika.
Kehidupan saya di alam bebas tidak berjalan serba mulus. Saya sempat hampir terjerumus dalam alkohol. Bahkan saya sempat menikah dengan orang yang salah. Tapi kami bercerai dan akhirnya saya menikah dengan Leone yang memberikan seorang anak perempuan bagi kami. Sampai pensiun tahun 1984, posisi terakhir saya adalah chief technologist and radiology supervisor yang saya jabat selama 15 tahun di RS Rideout.
Hidup kami bahagia, penghasilan saya lumayan. Saya bahkan dapat membiayai anak kami, Lori, bersekolah di sekolah swasta. Tahun 1971 saya dibebaskan dari pengawasan langsung. Artinya, saya tidak harus mengirimkan laporan keuangan tiap bulan dan bebas bepergian di AS tanpa minta izin. Lima tahun kemudian saya memperoleh sertifikat penghentian masa percobaan awal.
Demi anak saya dan atas persetujuannya, saya kemudian mengajukan permohonan pengampunan dari presiden. Itu saya peroleh pada tahun 1980. Saya pun mengusahakan rehabilitasi dari Negara Bagian Kalifornia (yang kini sudah saya terima) untuk memperoleh pengampunan dari gubernur.
Ketika buku ini ditulis, saya sedang menantikan pengampunan dari gubernur. Prosesnya sudah tiba pada meja gubernur dan saya optimistis akan memperolehnya. Bila sertifikat itu saya terima, maka saya telah melengkapi usaha saya untuk mengembalikan satatus saya dari kriminal menjadi warga masyarakat yang terhormat.
Setelah pensiun, dengan Leone saya membuka usaha toko roti. Setiap hari kami bangun pukul 04.00 untuk membuat roti. Kini saya dapat menghargai hal-hal kecil yang amat berharga dalam hidup: udara pagi yang segar, tidur malam yang nyenyak, dan senyum lucu Mikkie, cucu kami. Hidup yang baik dalam alam bebas!