Find Us On Social Media :

Titip Umur di Alcatraz (3)

By Agus Surono, Sabtu, 6 Oktober 2012 | 15:00 WIB

Titip Umur di Alcatraz (3)

Intisari-Online.com - Penjara Alcatraz terletak di sebuah pulau mungil bernama sama di Teluk San Francisco yang indah. Namun keindahan teluk itu rupanya tidak mengalangi pemerintah AS untuk mendirikan sebuah penjara yang justru terkenal paling seram dan ketat di dunia.

Sejak 22 Agustus 1934 Penjara Alcatraz menjadi penjara federal dengan penjagaan maksimum. Tapi The World Book Encyclopedia menyebutkan narapidana yang dianggap berbahaya sudah disekap di sana sejak tahun sebelumnya. Mungkin karena lokasinya cukup mendukung. Pulau karang yang luasnya 5 ha itu kira-kira 1,6 km jauhnya dari daratan. Sepanjang sejarahnya, ada 14 kali percobaan melarikan diri yang semuanya gagal. Tujuh orang ditembak mati, enam orang tenggelam (tapi yang ditemukan mayatnya hanya satu).

Yang tenggelam umumnya tak tahan pada dinginnya perairan di Teluk San Francisco, di samping turbulensi arusnya yang kejam. John Paul Scott satu-satunya orang yang sebenarnya berhasil mencapai daratan dengan berenang, hanya tiga bulan sebelum penjara itu ditutup. Tapi akhirnya ia tertangkap lagi, karena kondisi tubuh yang tak memungkinkan lagi.

Sebelum menjadi penjara federal, misalnya ketika Perang Saudara meruyak di AS sekitar tahun 1860-an, penjara itu berfungsi sebagai barak militer. Tahun 1868 fungsinya berubah menjadi penjara bagi narapidana jangka panjang, termasuk kepala suku Indian.

Namun pada tanggal 21 Maret 1963 penjara itu ditutup dengan alasan biaya pengelolaan dan perawatannya terlalu mahal. Maka sejak tahun 1972, jadilah Alcatraz yang berarti pelikan itu bagian dari Kawasan Rekreasi Nasional Golden Gate.

Titik balik

Saya minta tolong Murphy mencarikan ibu saya. Tapi saya melarangnya menghubungi keluarga. Saya merasa mereka sudah cukup menahan malu dan derita gara-gara ulah saya. Lagi pula saya belum menerima nasib akan menjalani hukuman. Kalau berdamai dengan mereka, mau tak mau saya harus melepaskan angan-angan untuk melarikan diri.

Belakangan pengganti sementara Pastor Clark, Pastor Hastings, berhasil mendapatkan kabar tentang ibu saya. Ternyata ibu telah meninggal pada usia 44 tahun. Berminggu-minggu saya berjuang melawan rasa sedih, kecewa, dan marah. Saya kesal kenapa tidak berusaha mencarinya ketika masih bebas. Walaupun sudah bertahun-tahun tidak berjumpa dengan ibu, saya toh merasa kosong. Selama ini saya telah telanjur membayangkan di luar sana masih ada ibu.

Satu hari Minggu tiba-tiba sel saya dibuka. Penjaga mengatakan ada tamu. Saya berjalan sambil gemetar. Takut melihat siapa yang ada di dalam ruang tamu.

Setibanya di dalam kotak penerima tamu, saya mengintip. Ternyata ayah dan ibu tiri saya. Rupanya mereka sudah melihat saya berjalan sejak tadi dan saat itu sudah menangis sejadi-jadinya. Seluruh tubuh saya gemetar hebat sampai saya mesti ditolong penjaga untuk duduk. la memberikan teleponnya kepada saya. Mulut saya kering, air mata saya berderai, ucapan saya tak jelas. Baru beberapa menit kemudian kami dapat berbicara secara biasa. Itu pun berkali-kali disela pecahnya isak tangis.

Lenyap sudah si terpidana yang tangguh, mandiri dan tak butuh siapa-siapa. Yang ada kemudian adalah seorang pria emosional yang beitekad tidak akan menyakiti perasaan keluarganya lagi. Saat itu, melihat air mata dan derita mereka yang hebat, saya lahir baru. Saya bertekad bulat untuk bertobat. Hanya dalam waktu yang demikian singkat, semua pikiran tentang melarikan diri musnah.

Ketika kembali ke sel, saya merasa sel itu tak lagi sedingin dan sesuram sebelumnya. Hati saya berbunga-bunga penuh kehangatan. Saya merasakan kedamaian yang belum pernah saya rasakan. Saya bukan lagi melulu sebuah nomor yang kesepian, tapi seorang pria dengan keluarga yang menyayanginya.