Penulis
Intisari-Online.com - Usaha yang dirintis sejak 1947, tak memerlukan waktu lama untuk tumbuh pesat. Melampaui raksasa-raksasa yang sudah mapan sepcrti Elizabeth Arden, Helena Rubinstein, dan Charles Revson pemilik produk Revlon, bahkan akhirnya tercatat sebagai perusahaan kosmetik milik pribadi terbesar di dunia. Itulah kiprah genius Josephine Esther Mentzer, bungsu dari pasangan imigran dari Hungaria, yang belakangan mendunia dengan nama Estee Lauder, seperti dituturkan oleh Lee Israel dalam Beyond the Magic (Arlington Books, London: 1985)
Ia lahir pada 1 Juli 1908 di Hillside Avenue di Corona, Queens, Negara Bagian New York, AS, sebagai bungsu dari sembilan bersaudara (dua sekandung, lima tiri, dan dua meninggal). Orang tuanya, pasangan Rose Schort Rosenthal Mentzer dan Max Mentzer, kemudian memberinya nama Josephine Ester Mentzer.
Josephine tidak lahir di rumah sakit atau klinik, melainkan di rumah tinggal, lewattangan bidan yang membantu persalinan ibunya. Polakelahiran begini seringdilakukan penduduk Queens pada masa itu.
la punya kakak kandung perempuan, Grace, yang usianya dua tahun lebih tua. Sebelum Josephine lahir, dua bayi yang mestinya akan jadi kakaknya meninggal. Sedangkan kakak-kakak lain adalah buah perkawinan ibunya dengan suami pertama, Abraham Rosenthal. Konon, nama Josephine adalah warisan neneknyayangacapdipanggil Pepi. Dalam tradisi Hungaria, Pepi adalah nama panggilan untuk Josephine.
Rose mengawali kehidupan sebagai imigran di AS pada 5 Agustus 1898, ketika ia mendarat di New York setelah menumpang kapal Palatia, dari Hungaria lewat Hamburg selama 12 hari. Daftar penumpang menunjukkan Satoraljaujhely, kota kecil di Hungaria bagian utara yang dekat perbatasan Cekoslowakia (waktu itu), sebagai asalnya. Usianya 29 tahun, cukup direpotkan oleh kelima anaknya, masingmasing Bertha (9 - yang tewas dalam kebakaran sebelum Josephine lahir), Marcus (7), Sandor (6), Isidor (4), dan Jeno (2). Suaminya, Abraham Rosenthal, telah lebih dulu berimigrasi guna mencari penghidupan bagi diri, istri, dan anak-anaknya.
Tak ada catatan kisah kehidupan mereka selanjutnya. Tahu-tahu Rose menjanda. Abraham dikhawatirkan hilang dalam keributan berkepanjangan di Brooklyn, tapi mungkin juga meninggal. Sebaliknya, cerai hampir mustahil karena imigran Yahudi seperti mereka tak punya kecenderungan begitu.
Cekoslowakia lebih bergengsi
Rose punya suami baru, pun tanpa kejelasan tanggal dan bulan perkawinan. Ia pun imigran Hungaria bernama Max Mentzer. Prakiraan berdasarkan tahun kelahiran Grace, anak pertama pasangan ini, 1906, keduanya menikah sekitar dua tahun sebelumnya, yakni 1904.
Formulir naturalisasi Mentzer menunjukkan Maret 1878 sebagai bulan kelahirannya, meski sewaktu meninggal, tahun kelahirannya dituliskan 1881. Tak jelas mana yang benar. Data terakhir ini yang agaknya lebih akurat, terutama jika dihitung dari saat ia mengajukan permohonan kewarganegaraan, 1902, karena UU pemerintah AS mensyaratkan imigran pemohon sekurang-kurangnya berumur 21 tahun. Ia bukan tipe orang yang suka menuakan diri, meski hal itu sering dilakukan para imigran.
Dalam dokumen awal, namanya adalah Mentczer. Namun, sejak kelahiran Grace, ia sendiri menyederhanakannya menjadi Mentzer, yang berarti "Orang Yahudi dari Mainz". Ketika ia meninggal, Josephine Esther menuliskan Cekoslowakia sebagai negara asal. Bagi anak bungsunya ini, Cekoslowakia terasa lebih bergengsi daripada Hungaria, meski kota tempat kelahiran ayahnya , sejak 1957 memang menjadi bagian Cekoslowakia.
"Keluarga Mentczer berasal dari Holice," kata pengarang novel The Forever Street, Frederic Morton. "Kota itu sekarang termasuk wilayah Slowakia, kendati puluhan tahun sebelumnya merupakan bagian dari Hungaria." Menurut Morton, Max adalah sepupu Joseph Mentczer, pedagang emas Bronx kelahiran Hungaria 1890.
Max merintis usaha jahit pakaian di rumahnya di Corona, New York. Ketika anak keduanya lahir, usahanya telah berkembang menjadi toko bahan makanan.
Nama Estee diambil dari nama tengah si bungsu, Esther, dan itulah yang dikenal orang. Ia bahkan pernah menyebut dirinya Estelle, dan memanggil Grace kakaknya dengan sebutan Renee. Tak satu pun tetangganya yang mayoritas imigran Italia tahu kalau dulu ia biasa dipanggil Josephine.
Dua tahun sebelum kelahiran Estee, jembatan Queensboro yang menghubungkan Corona dengan Manhattan diresmikan. Namun kejadian ini bukan mempercantik wajah Corona, melainkan justru mempergencar tumbuhnya pabrik-pabrik beserta limbahnya. Salah satunya perusahaan pengelola abu The Brooklyn Ash Company, yang menimbun serbuk itu begitu saja hingga membentuk gunung Corona yang masyhur. Belum lagi perusahaan makanan dan pupuk New York yang memangkalkan produknya di Dermaga Corona sebelum dikapalkan. Pada 1975 Cela Beldy menulis surat pembaca di mingguan News, "Tinggal di Corona tahun 1900-an bagaikan menghadapi perang dunia. Bau busuk di mana-mana, serangga dan kuman penyakit bertebaran di sepanjang jalan tanpa trotoar. Para pionir yang memulai hidupnya di sana benar-benar perintis sejati."
Dalam The Great Catsby, F. Scott Fitzgerald menggambarkan Corona tahun 1922 sebagai "Lembah abu dikitari sungai kecil yang kotor ... ada pula di antaranya yang sampai berbentuk rumah dengan cerobongnya yang mengepulkan asap."
Menyisir rambut ibu dua kali sehari
Februari 1913, Estee masuk TK di kompleks sekolah berdinding bata yang tak jauh dari toko ayahnya. Sampai Juni 1921, saat ia lulus dari kelas 8B, nilai sikap dan budi pekertinya selalu A, kecuali sekali di kelas 5 dengan B-plus. Nilai untuk pelajaran lain tak pernah kurang dari B, dan selama delapan tahun hanya dua kali ia terlambat masuk kelas.
Minatnya di bidang kecantikan sudah muncul di masa-masa itu. Misalnya, ia tak pernah lupa dua kali sehari menyisir rambut ibunya. Rambut Fannie, kakak iparnya, pun tak pernah luput dari sisirannya. "Saya senang melihat wanita yang menampakkan kecantikannya baik melalui rambut maupun wajahnya. Saya suka melihat orang yang sangat peduli akan mukanya sekalipun dia sedang berjalan-jalan atau berolahraga," ungkap Estee.
Pada masa-masa yang sama, ia melihat sanak saudaranya merintis bisnis. Fannie, misalnya, makin hari makin sukses mewarisi bisnis keluarga. Dari warung kelontong yang menjual barang-barang keperluan pribadi hingga tumbuh menjadi toserba Plafker & Rosenthal. Ide yang tumbuh dalam benak Estee adalah kenapa tidak menggabungkan kecantikan dengan dagang? Bukankah kaum wanita tak bisa lepas dari bedak, lipstik, dan sampo? Apakah toserba milik saudara bukan tempat strategis buat menjajakannya?
Masalahnya bagi Estee, ia belum tahu mau membuat apa. Lagi pula, ramuan perawatan kecantikan adalah soal keyakinan dan kebiasaan. Diperlukan daya tahan besar untuk merintisnya sebelum memperoleh keuntungan. Itu pun kalau untung. Sementara, usaha yang sama telah dilakukan banyak orang lain. Tak satu pun mampu mengalahkan kejayaan Pond's Cream yang digemari Ratu Rumania, Ratu Spanyol, Putri Marie De Bourbon, Ny. Reginald Vanderbilt, dan wanita-wanita kondang lain. Ketenaran Madame Helena Rubinstein dengan produk-produk kecantikannya pun sampai di kalangan tetangganya yang kaya.
Di usia agak terlambat, Estee menemukan pintu kesempatan untuk mewujudkan keinginannya. Berawal dengan kunjungan pamannya dari Wina, Austria, untuk ikut World Fair di New York, 1939, berlanjut dengan kegiatan di laboratorium keluarga untuk meracik ramuan krim kulit. Si paman, adik ibunya yang acap dipanggil Dr. Schortz, dikenal sebagai spesialis kulit ternama di Wina. Ketika World Fair berjalan, Eropa dilanda perang dunia, sehingga tak memungkinkan baginya untuk kembali. "Sejak itu, Paman sering menghabiskan waktu untuk membuat krim-krim kulit. Saya suka membantu meski orangtua dan kakak-kakak sering heran melihatnya. Krim buatan paman sering saya berikan kepada teman-teman dengan cuma-cuma," kenang Estee seperti dikutip Palm Beach Daily News, April 1965.
Wawancara Estee di harian itu tak sepenuhnya benar, karena orang yang dimaksudkannya sebagai Dr. Schortz tak lain imigran asal Hungaria yang masuk ke AS pada 1900. Dialah John Schortz yang memang adik Rose Schortz, dan memang businessman obat kecantikan sekalipun bukan ahli. Ia merintis usaha produksi kosmetik sejak 1924 dengan nama New Way Laboratories. Di perusahaan inilah Estee, keponakannya yang pelajar SMTA Newtown di Queens, sesekali ikut bekerja, menjajakan produk sambil belajar meramu kosmetik.
Di usia 16, ketika rajin menyebut nama diri Estelle, ia terbentuk menjadi gadis yang mulai tahu arti kecantikan. Tingginya sekitar 162 cm, bola mata abu-abu tua, dan wajahnya memang cantik. Sebagian orang bahkan tak percaya, di wajahnya tak tersisa kepengapan udara dan kekumuhan Corona.
Selewat SMTA, kata Florian W. Harvat, ahli kecantikan yang membuka kursus di Milwaukee, Wisconsin, Estee melanjutkan pendidikannya ke kursus kecantikan. Di sana ia tinggal bersama Sarah, bibinya, dan sepulang kursus berjualan kosmetik buatan Paman John di salon-salon.
... bersambung ...