Intisari-Online.com - Marketing yang sukses tidak hanya menjadikan sebuah komoditas laris dan diterima pasar. Tetapi juga menyulap komoditas hingga melegenda dan bahkan bisa menjadi mitos. Maka para ahli pemasaran membuat aneka kiat dan cerita untuk mengangkat nama brand dengan segala cara. Namun pengalaman membuktikan bahwa yang berhasil adalah yang asli, genuine, dan menampilkan kejujuran. Itulah kiranya yang disampaikan pengamat marketing, Jonah Sachs, lewat bukunya yang baru diluncurkan tahun lalu, Winning the Story Wars (2012).
Jonah mafhum, saat ini ilmu marketing terus berkembang hingga tampak digdaya. Namun yang agak langka, Jonah berani blak-blakan berbicara tentang kesalahan dalam mengampanyekan sesuatu. Dalam buku ini, ia mengungkapkan lima jenis kesalahan yang kadang tidak disadari. Apa saja? Mari tengok.
- Berlebihan.“Lebay”. Itulah kata yang pas untuk menggambarkan hal ini. Menilai diri berlebihan, jadi ada aspek narsis juga. Ketika John Kerry menantang George W. Bush menjelang periode kedua jabatan Presiden AS 2004, ia menonjolkan citra sebagai veteran Perang Vietnam yang akan menjamin keamanan warga Amerika. Sementara Bush menyajikan narasi sebagai pemimpin Amerika yang cemas memikirkan ancaman teror sekaligus ekonomi yang memburuk. “Kita telah mendaki jalan yang berat dan telah membuktikan bahwa kita mampu. Sejarah Amerika memang penuh perjuangan dan kita akan mampu mengatasinya. Tak ada kekuatan lain yang bisa menghambat semangat itu.” John Kerry berbicara tentang cita-citanya membangun pendidikan dan lingkungan, sementara Bush menegaskan kebersamaan sebagai bangsa. Dan kita tahu, pendekatan Bush lebih mengena sehingga ia terpilih pada masa jabatan kedua, 2004-2008.
- Merasa punya otoritas. Ini gaya komunikasi pemerintah. Memang pada awalnya pemerintah memerlukan ahli atau mereka yang punya otoritas untuk menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat. Tahun 1980-an, ketika orang Amerika cemas akan obat hama DDT, pemerintah menyewa ilmuwan untuk tampil di media, memastikan bahwa DDT aman—sampai kemudian terbukti berbahaya dan pemerintah menariknya. Produsen rokok Camel bahkan pernah menampilkan testimoni seorang dokter bahwa merokok tidak berbahaya. Para ahli di British Petroleum menjamin bahwa tragedi Deepwater Horizon tidak akan terjadi. Ternyata, semua itu salah.
- Tidak tulus. Ibarat peribahasa “serigala berbulu domba”, sebuah produk air mineral di AS berkampanye dengan klaim murni, bersih, menyegarkan — tapi tidak hijau. Belakangan orang tahu bahwa proses produksinya menggunakan pemurni yang tidak ramah lingkungan, dan tercemar karbon ketika diangkut dengan kapal. Ketidaktulusan berhadapan dengan universalitas. Tapi alasan universalitas kadanga dimanfaatkan untuk menutupi ketidaktulusan itu. Dalam soal ini, tak ada perusahaan lain yang lebih canggih memanfaatkan universalitas itu selain Pixar. Kalau perusahaan lain menjadikan anak-anak sebagai target, Pixar mengarahkan karya-karya mereka kepadan semua lapisan usia. “Cerita-cerita yang kami buat ditujukan kepada semua manusia, segala lapisan usia. Fokus kami adalah adalah rasa pada setiap manusia. Rasa senang, sedih, bangga, semangat, dan seterusnya, itu bersifat universal,” kata Nate Stanton, Kepala Tim Cerita Pixar.
- Angkuh. Mirip-mirip gaya lebay dan otoritatif, pemasaran angkuh mengabaikan hal–hal di luar ide dasar. Misalnya, menggunakan kalimat bagus dan menarik, dengan suara memikat, tapi mengabaikan gambar. Bisa jadi sang kreator terlalu yakin pesannya akan diterima, padahal gaya beriklannya ketinggalan zaman. Hal yang sama terjadi pada kebanggaan terhadap mobil kuat ber-cc besar sementara selara masa kini beralih ke mobil kota yang lincah serba irit.
- Terlalu banyak bercanda. Humor memang perlu. Dengan bercanda orang yang sebelumnya tidak kenal bahkan bisa menjadi teman. Tapi tak sedikit pesan yang maunya ditambah humor, ternyata dianggap garing bahkan menyakitkan pihak lain. Atau ada juga pesan yang terlalu sarat dengan guyon sehingga yang ditangkap hanya yang lucu-lucu. Ingat, sebuah pesan harus memiliki nilai paling pokok, yaitu pesan itu sendiri. Ketika ia dirasa cocok disampaikan dengan ditambahkan dengan perasaan humor, baik. Tapi kalau terlalu banyak, bisa-bisa gagal sampai ke penerimanya.