Penulis
Intisari-Online.com - Direktur Jenderal (Dirjen) Agama Buddha Kementerian Agama, Dasikin, mengatakan, Candi Borobudur semula bukan tempat rekreasi, hanya untuk tempat ritual ibadah umat Buddha. Seiring berjalannya waktu, candi ini menjadi destinasi yang banyak dikunjungi wisatawan.
Ia mengungkapkan hal tersebut pada Konferensi Buddha Internasional yang digelar di kompleks Taman Wisata Candi Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, Kamis (19/5/2016).
Konferensi ini dinilai sebagai langkah nyata untuk pelestarian monumen sakral Candi Borobudur di samping untuk menarik kunjungan wisatawan mancanegara.
Dasikin menyayangkan, tidak sedikit wisatawan yang belum sadar bahwa Candi Borobudur adalah tempat ibadah suci sehingga mereka seenaknya naik ke dinding, bahkan memanjat mandala suci.
"Wisatawan belum memahami Candi Borobudur sebagai tempat suci umat Buddha. Banyak wisatawan yang naik dinding sampai memanjat mandala suci, bahkan umat Buddha sendiri. Seminar ini jadi langkah nyata pelestarian Candi Borobudur," ujar Dasikin, dalam sambutan pembukaan Konferensi Buddha Internasional, Kamis (19/5/2016) siang.
Dasikin juga prihatin ketika melihat iklan sebuah minuman energi yang memperlihatkan aksi yang tidak mencerminkan penghormatan kepada warisan budaya dunia ini. Iklan tersebut sempat beredar di lini masa beberapa bulan yang lalu.
"Candi Borobudur memang kini sudah menjadi milik bersama, menjadi sumber kajian limu, budaya, dan sebagainya. Namun, saatnya kita membangkitkan lagi cakrawala religius Candi Borobudur melalui seminar ini," kata dia.
Direktur Utama PT Taman Wisata Candi (PT TWC) Borobudur, Prambanan, dan Ratu Boko Edi Setijono menuturkan, ajang Konferensi Buddha Internasional yang diadakan hampir bersamaan dengan perayaan Tri Suci Waisak 2560 BE/2016 ini menjadi momentum untuk pencerahan seluruh umat. Hal itu sebagaimana telah diamanatkan Presiden Jokowi bahwa Candi Borobudur harus memberi manfaat untuk masyarakat sekitarnya.
"Candi Borobudur sekarang menjadi living monument, yang diharapkan menjadi inspirasi bagi seluruh masyarakat, dari segi keilmuan untuk melahirkan karya baru yang nantinya akan menuai kebesaran seperti kebesaran Candi Borobudur itu sendiri," kata Edi.
Konferensi Buddha Internasional merupakan konferensi yang pertama digelar di Indonesia. Seratusan umat Buddha dan masyarakat umum dari tujuh negara di Asia Tenggara mengikuti kegiatan ini. Ketujuh negara itu antara lain Thailand, Malaysia, Singapura, Laos, Kamboja, Vietnam, dan Myanmar.
Sejumlah pakar menjadi pembicara dalam konferensi yang mengangkat tema "Borobudur The Mandala of Enlightment and World Peace", antara lain Biksu Sri Pannavaro Mahathera, Kepala Wihara Mendut di Magelang, Biksu Bhadraruci Mahathera Sthavira, General Secretary of The Great Conference of Indonesia Sangha and Abbot of Indonesia Ganden Syeydrup Nampar Gyelweiling Monastry, dan Prof Dr Noerhadi Magetsari, pengajar arkeologi Universitas Indonesia.
Adapun guest speaker konferensi ini adalah biksu asal Tibet, Geshe Tenzin Zopa, dan keynote speaker Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata, I Gde Pitana, yang menggantikan Menteri Pariwisata Arief Yahya.
Menurut Pitana, ada tiga hal yang penting dalam dunia pariwisata, yakni perlindungan, pengembangan, dan pemanfaatan. Konferensi ini, ujar dia, merupakan pemanfaatan yang baik untuk pelestarian warisan budaya, menyejahterakan masyarakat, sekaligus menarik wisatawan mancanegara.
"Semakin dilestarikan, semakin menyejahterakan. Harapan kami, para peserta seminar yang dari luar negeri bisa mengabarkan tentang Candi Borobudur ke negara masing-masing," paparnya.
(Ika Fitriana / Kompas.com)