Penulis
Intisari-Online.com -Berbicara tentang Yogyakarta adalah berbicara tentang rindu, tentang kangen, tentang nostalgia. Baru-baru ini di Yogyakarta sedang diadakan acara Pasar Kangen Yogya yang mengajak kita bernostalgia dengan aneka rupa, termasuk kulinernya.
“Ini adalah pelaksaan Pasar Kangen Jogja yang ke-9” ujar ketua pelaksana Ong Hariwahyu.
Pasar Kangen Jogja ke-9 ini menyediakan 68 stand dengan konsep gubug yang mengitari Taman Budaya Yogyakarta. Stand-stand ini seluruhnya menjajakan kuliner tradisional yang dulu pada zamannya mudah dijumpai. Kehadiran kuliner-kuliner zaman dulu ini membuat para orang tua maupun pengunjung yang dahulu pernah tinggal di Yogyakarta bisa bernostalgia dengan masa lalu khususnya kuliner.
Kuliner yang hadir dalam Pasar Kangen Jogja antara lain thiwul, lopis ketan, wedang uwuh, cenil, sate gajih, sate kere, kipo, berbagai jenang, jadah tempe, hawuk-hawuk, ledondo, lupis dan masih banyak lagi.
Penjaga stand di Pasar Kangen Jogja pada tahun ini diwajibkan mengenakan pakaian tradisional. “Kami melakukan seleksi ketat untuk stand kuliner agar yang hadir benar-benar tradisi khas Yogya,” tegas Ong.
Selain itu, ada juga 51 stand kerajinan. Produk kerajinan berbasis kawasan yang dihadirkan di Pasar Kangen Jogja kali ini antara lain, wayang kardus, topeng kayu, cincin akik, kaset lawasan, piringan hitam, poster zaman dulu, majalah jadul, kaos motif lawasan dan koleksi buku lawas. “Barang lawasan ini bakal semakin mengaduk-aduk memori dan kenangan masa lalu pengunjung tentang Yogyakarta,” ucap Ong.
Hadir pula memanjakan pengunjung, 20 kelompok kesenian tradisional antara lain, keroncong, jathilan, reog, wayang orang, ketoprak, wayang kulit, ndolalak dan angguk. Di ruang pameran juga digelar pameran wayang Nusantara yang menghadirkan 200 lukisan wayang dari berbagai daerah di Indonesia. Di Pasar Kangen Jogja ini, pengunjung bisa melepas rasa rindu sepuasnya karena Pasar Kangen Jogja buka dari pagi sampai malam hari.
Pasar Aja Ilang Kumandhange
Berbeda dengan Pasar Kangen Jogja sebelumnya, tahun ini tema yang diangkat “Pasar Aja Ilang Kumandhange”. Tema ini dipilih untuk mengingatkan kembali kepada masyarakat.
Pasar selain menjadi tempat dalam peristiwa ekonomi juga terdapat peristiwa sosial. Inilah yang menjadikan pasar menjadi riuh. "Kumandhange" pasar itu karena dulu ada transaksi, ada dialog antara pembeli dan pedagang. Dari situlah muncul kearifan lokal dan nilai-nilai kemanusiaan dipupuk bersama.
“Karakter pasar seperti ini lah yang sekarang hilang ketika pasar tradisional mulai digusur oleh hadirnya mal dan toko-toko berjejaring yang saat ini merambah ke desa-desa,” pungkas Ong.(Wijaya Kusuma/Kompas.com)