Penulis
Intisari-Online.com -Dari pemantauan yang dilakukan terhadap lebih dari 500 titik sampel di 57 sungai utama di Indonesia, terlihat adanya penurunan kualitas air sungai dari tahun ke tahun. Mengenai krisis ini, pemerintah dinilai abai dengan membiarkan pencemaran industri terus terjadi.
Ahmad Ashov Birry, Pengampanye Detox dari Greenpeace Indonesia, menyebut, hasil pantauan tersebut mengindikasikan bahwa pemerintah terus menutup mata terhadap pencemaran sungai dan air oleh bahan kimia yang dihasilkan oleh industri.
Oleh sebab itu, seperti ditulis Kompas, Ashov mendesak agar Pemerintah Indonesia segera melakukan pendekatan pencegahan polusi alih-alih mengandalkan pendekatan kontrol polusi. Kontrol polusi terkesan mengizinkan pemasukan bahan berbahaya beracun sampai batas tertentu, bukan mencegah masuk.
Limbah domestik juga disinyalir menjadi salah satu penyebab pencemaran air sungai. Pada 2013 lalu, angkanya mencapai 76 persen. Balthasar Kambuaya, Menteri Lingkungan Hidup, mengatakan, perilaku masyarakat yang menjadikan sungai sebagai jamban dan tempat sampah harus diubah. Salah satunya memenuhi ketersediaan fasilitas sanitasi MCK yang memadai.
Untuk mengetahui indikasi air sungai tercemar atau tidak sejatinya sangat mudah. Saat mengukur kualitas, air yang tercemar E-coli termasuk ke dalam golongan tercemar. Cara inilah yang dilakukan untuk mengetahui pencemaran yang terjadi pada 500 titik sungai dari 57 sungai tersebut di atas.
Pemantauan itu sendiri diawali dari Kali Krueng Tamian di Aceh hingga Kali Fly di perbatasan Papua-Papuan Nugini. Pemantauan ini langsung dilakukan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah minimal 21 parameter terukur; yang meliputi tingkat keasaman, temperatur, daya hantar listrik, total padatan terlarut, oksigen terlarut, juga debit air.
Adapun sampel yang diperiksa di laboratorium meliputi total padatan tersuspensi, total fosfor, BOD/COD, nitrit, nitrat, amonia, klorin, fenol, minyak/lemak, detergen, fecal coli, total coli, sianida, dan sulfida. (Kompas)