Find Us On Social Media :

35 Tahun Lagi Asia Tenggara Terancam Kekurangan Hasil Laut

By Moh. Habib Asyhad, Jumat, 16 September 2016 | 14:00 WIB

35 Tahun Lagi Asia Tenggara Terancam Kekurangan Hasil Laut

Intisari-Online.com - Pemanasan global benar-benar telah menjadi ancaman manusia saat ini. Tak hanya naiknya suhu yang cukup tinggi, pemanasan global juga disebut mengancam ekosistem laut. Untuk Asia Tenggara, sebuah studi menyebut, sekitar 35 tahun dari sekarang, atau pada 2050, wilayah ini diprediksi terancam kekurangan hasil laut.

Prediksi ini tertuang dalam makalah berjudul “Explaining Ocean Warming” yang dipaparkan dalam kongres International Union for Conservation of Nature (IUCN) minggu lalu. “Kita tahu lautan menopang kehidupan planet ini dan menyediakan apa yang kita butuhkan. Sekarang kita membuat lautan kritis,” kata Inger Andersen, Direktur Jenderal IUCN seperti dikutip Science Alert, Jumat (9/9).

Laporan yang disusun oleh 80 peneliti dari 21 negara tersebut merupakan meta-analisis dari ratusan ulasan hasil riset ekosistem laut, mulai dari bakteri mikroskopis hingga mamalia laut besar, dan dampak pemanasan global.

Kita tahu, laut merupakan permukaan terluas planet kita. Saat radiasi masuk ke lautan, panas akan cepat menyebar. Sebagian besar panas akan tertinggal di lautan. Semakin panas bumi, lautan pun bakal menyerap panas lebih besar. Riset mengungkap, sejak tahun 1970-an, laut menyerap 93 persen panas akibat pemanasan global.

“Dengan menyerap jumlah panas berlebih dari pemanasan global, mengambil peningkatan emisi karbon secara cepat, lautan menjadi perisai dunia bagi perubahan iklim,” jelas Inger. Namun, kemampuan laut menjadi perisai yang menahan dampak pemanasan global sehingga tak dirasakan di daratan akan terbatas.

Panas berlebih secara perlahan membuat lautan semakin sakit. Laporan IUCN menmaparkan, bila laju perubahan iklim tak ditahan, maka suhu laut akan terus meningkat dan terumbu karang rusak cepat. Sebagai akibatnya, Indonesia dan wilayah Asia Tenggara lainnya pada tahun 2050 akan kekurangan stok hasil laut. Hasil perikanan diprediksi turun 10 - 30 persen.

Selain karena rusaknya terumbu karang, penurunan hasil laut juga akan disebabkan oleh migrasi spesies yang 1,5 kali lebih cepat. Ubur-ubur dan plankton berpindah ke wilayah yang lebih dingin. Di masa depan, kenaikan temperatur lautan juga akan memicu penyebaran penyakit ke dalam level yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengancam kelangsungan rantai makanan secara global.

Peningkatan panas menyebabkan lautan menjadi penuh dengan mikroba berbahaya. Bakteri kolera dan alga beracun akan makin banyak ditemui diperairan yang lebih hangat. Bila kini lautan melindung, maka di masa depan laut bisa menjadi sumber racun bagi kehidupan di dalamnya dan juga bagi manusia yang memakannya.

Sementara di belahan bumi lain, peningkatan temperatur lautan mengancam Antartika, es yang menyelimuti daerah ini dipastikkan akan menghilang. Skenario terburuknya, beruang kutub akan punah dalam 50-70 tahun mendatang.

Tim peneliti berharap, penelitian yang mereka lakukan akan meyakinkan industri untuk mengganti teknologi mereka menjadi lebih ramah lingkungan. “Ini merupakan tindakan konservasi untuk menyelamatkan spesies laut dan ekosistemnya,” tambah Inger.