Inilah 21 Tandanya Jika Seseorang Mengalami Trauma Psikis (1)

Tika Anggreni Purba

Penulis

Inilah 21 Tandanya Jika Seseorang Mengalami Trauma Psikis (1)

Intisari-Online.com—Ada masanya dalam kehidupan ini, kita mengalami hal-hal yang menyakitkan. Bisa saja kecelakaan, bencana, sakit penyakit, kekerasan, kehilangan, menyaksikan kejadian buruk dan hal buruk yang tidak terduga. Tidak jarang itu semua meninggalkan trauma.

Apapun yang menjadi sumbernya, trauma seperti bekas dalam pikiran dan perasaan kita. Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda atas trauma yang dialaminya. Namun ada 21 reaksi dan gejala umum yang bisa dikenali dan tentu saja dapat ditangani.

1. Mengingat peristiwa menyakitkan itu terus menerus

Banyak orang yang pikirannya terus terjebak di keterpurukan masa lalu. Ia tidak mampu melupakan memori yang menyedihkan. Hampir setiap hari ingatan akan peristiwa buruk muncul.

Seolah otak ingin merasakan pengalaman itu kembali dan berupaya untuk meresponinya dengan cara berbeda. Akibatnya setiap hari seperti seperti mimpi buruk yang menjadi nyata.

2. Mimpi buruk

Sementara kehidupan nyata terasa seperti mimpi buruk, ternyata dalam tidurpun mimpi buruk terus hadir. Hal ini menunjukkan seseorang mengalami trauma. Sistem dalam otak yang mengalami shock, bahkan pada waktu tidur otak terus memproses seolah peristiwa itu masih terjadi.

Kebanyakan mimpi yang dialami tidak berhubungan dengan peristiwa yang membuat trauma. Namun jenisnya hampir sama, biasanya mimpi buruk dalam bahaya, dikejar-kejar, dan celaka. Tidak heran orang yang trauma biasanya kualitas tidurnya terganggu.

3. Flashback

Orang yang mengalami trauma, dalam pikirannya sering muncul kembali ingatan-ingatan kelam. Sehingga timbul rasa takut, jangan-jangan kejadian serupa akan terjadi lagi. Flashback biasanya menguras emosi apalagi jika ingatan yang muncul terasa begitu nyata.

4. Takut dan cemas

Hampir semua reaksi trauma adalah rasa takut dan cemas. Rasanya peristiwa menakutkan dan mengerikan itu mungkin saja bisa terjadi lagi. Parahnya, perasaan ini bisa saja terjadi lebih buruk ketimbang perasaan saat peristiwa buruk itu terjadi.

5. Marah

Sebagai pengganti rasa takut dan cemas, biasanya muncul amarah sebagai reaksi dari trauma. Misalnya merasa marah setiap kali melihat orang yang membuat kita tersakiti. Bisa pula merasa marah jika terjebak dalam situasi yang mirip.

Ia menjadi lebih cepat marah ketimbang orang biasa. Termasuk pada keluarga, bahkan pada anak sendiri.

​6. Kesedihan

Seseorang yang trauma biasanya meresponinya dengan kesedihan. Sering menangis setiap kali mengingat peristiwa buruk yang menimpanya. Kesedihan juga bisa berasal dari anggapan bahwa dunia ini sangat ejam dan penuh ancaman. Khususnya trauma akibat kehilangan orang yang dicintai, biasanya kesedihan jadi reaksi yang sangat umum.

7. Merasa bersalah

Jika trauma berasal dari menyaksikan seseorang terluka atau terbunuh, seseorang itu bisa merasa bersalah pada dirinya sendiri. Mengapa tidak melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi? Bisa pula, ia merasa bertanggung jawab terhadap apa yang terjadi pada orang lain, seolah-olah itu adalah kesalahannya.

8. Mati rasa

Kadang, seorang yang trauma malah menjadi mati rasa. Ia mematikan semua jenis emosi dalam dirinya, seolah ia terbuah dari kayu. Bahkan emosi bahagia sekalipun tidak diakui olehnya.

9. Berupaya untuk melupakan peristiwa itu

Peristiwa traumatis bukanlah memori yang menyenangkan, sehingga wajar kalau kita ingin melupakannya. Seperti yang disebutkan di atas tadi, pikiran kita cenderung untuk mengulang memori menyakitkan itu. Namun ada pula yang merasa lebih lega ketika membiarkan ingatan itu tetap ada.

10. Menghindari apapun yang berhubungan dengan peristiwa itu

Bisa saja menolak orang, tempat, bahkan apa saja yang berhubungan dengan trauma. Karena ia menganggap segala hal itu membawanya pada ingatan yang memedihkan. Misalnya menghindari tayangan TV yang berhubungan dengan hal itu. Menghindari kota di mana peristiwa trauma terjadi.

11. Sulit percaya pada orang lain

Ketika seseorang trauma akibat perlakuan orang lain, ia kana menjadi sulit untuk percaya pada orang lain. Ia akan curiga pada semua orang dan menganggap semua orang memiliki kemungkinan yang sama untuk menyakitinya. Biasanya ia membentuk tembok di sekelilingnya agar orang lain tidak bisa masuk dalam hidupnya.

Bersambung ke bagian kedua

(psychologytoday.com)