Find Us On Social Media :

Kebanyakan Orang Berpikir Tindakan yang Paling Benar adalah Tindakan yang Paling Umum Dilakukan Orang Lain

By Tika Anggreni Purba, Jumat, 9 September 2016 | 14:00 WIB

Kebanyakan Orang Berpikir Tindakan yang Paling Benar adalah Tindakan yang Paling Umum Dilakukan Orang Lain

Intisari-online.com—Dalam beberapa kasus, banyak orang yang cenderung melakukan suatu tindakan hanya karena ikut-ikutan. Toh semua orang melakukannya, mengapa saya tidak?

Cara seperti ini yang membuat manusia cenderung tidak memiliki prinsip sendiri. Apa yang dilakukan orang banyak atau apa yang menjadi tren justru menjadi panduan. Makanan apa yang hendak dimakan? Pakaian apa yang harus dipakai? Bahkan dalam hal yang tidak personal, berhubungan dengan politik misalnya, orang-orang cenderung mendukung karena ikut-ikutan.

Hal ini menunjukan bahwa terkadang penilaian terhadap sebuah tindakan moral tidak lagi dipandu oleh nilai. Tapi, berdasarkan asumsi yang sering tidak disadari, karena kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan orang lain. Itulah juga yang membuat kita sering berpikir bahwa apa yang populer dan tren dilakukan orang banyak adalah suatu kebenaran.

Contohnya, kebanyakan orang memberikan pakaian berwarna biru pada anak laki-laki dan merah muda pada anak perempuan.

Mengapa tindakan yang populer itu bisa membawa kita pada keyakinan bahwa tindakan itu benar? Hal ini dijelaskan Christina Tworek dan Andrei Cimpian dalam jurnal ilmiah Issue of Psychology Science yang dipublikasikan Agustus 2016.

Para peneliti ini menyatakan bahwa tendensi untuk membenarkan perilaku dan tindakan populer adalah “karena sering melihat orang lain melakukannya”.

Misalnya, kata mereka, banyak orang yang berasumsi bahwa bunga mawar dan cokelat adalah hadiah yang paling pantas untuk hari valentine. Lihat, mawar menjadi bunga yang sangat populer untuk menggambarkan romantisme, bukan?

Hal ini yang membuat banyak orang sulit untuk berpikir dengan cara pandang lainnya. Sebab tidak ada orang yang menghadiahkan bunga melati saat valentine, kan? Karena sudah sering dilakukan, maka kita menganggap itu sebagai sebuah hal yang memang semestinya.

Situasi tadi yang membuat kita lebih cenderung mengikuti nilai-nilai yang tampaknya benar, namun sebenarnya itu belum tentu benar. Sayangnya, hal ini tidak hanya sering terjadi pada kasus sesimpel bunga mawar dan cokelat di hari kasih sayang. Tapi pada hal yang negatif jua. Misalnya, diskriminasi terhadap ras dan agama, merendahkan kaum marginal, serta diskriminasi terhadap golongan tertentu. Tidak ada nilai yang mendasarinya, namun dilakukan oleh banyak orang. Mengapa, karena berpikir itu adalah sebuah kebenaran!

Apakah hal ini bisa diubah? Tentu saja. Menghancurkan asumsi yang buruk memang membutuhkan kesadaran diri untuk menguji nilai-nilai itu. Tidak hanya sekadar ikut-ikutan saja. Namun bertindak sesuatu norma dan nilai yang sebenarnya harus dijunjung tinggi.

Selamat mencoba!

 

(psychologytoday.com)