Find Us On Social Media :

Lebih Dekat Mengenal Theresa May, Perdana Menteri Baru Inggris

By Moh Habib Asyhad, Kamis, 14 Juli 2016 | 10:00 WIB

Lebih Dekat Mengenal Theresa May, Perdana Menteri Baru Inggris

Intisari-Online.com - Selain keluarnya Inggris dari Uni Eropa, fenomena Brexit juga menyebabkan mundurnya David Cameron dari kursi Perdana Menteri Inggris. Posisi Perdana Menteri Baru kini diambil alih oleh  Theresa May dari Partai Konservatif.

Berdasarkan tradisi ketatanegaraan di Inggris, pemimpin partai berkuasa otomatis menduduki jabatan perdana menteri, yang merupakan kepala pemerintahan. Lalu siapa Theresa May, politikus yang menjabat sebagai menteri dalam negeri sejak 2010?

Theresa lahir pada 1 Oktober 1956 di Sussex, anak pendeta yang meninggal dunia akibat kecelakaan saat dia berusia 25 tahun. Sejak di bangku kuliah, rekan-rekan Theresa mengatakan, perempuan itu memang memiliki keinginan menjadi perdana menteri Inggris.

Ia mengambil jurusan geografi di Universitas Oxford dan di perguruan tinggi inilah pada 1976 ia bertemu suaminya, Philip, presiden organisasi mahasiswa yang sering disebut sebagai ladang persemaian para pemimpin masa depan Inggris.

Kawan-kawan dekat Theresa mengatakan, keduanya dipertemukan oleh Benazir Bhutto, yang kemudian menjadi perdana menteri Pakistan, saat menghadiri satu pesta. Dan, empat tahun kemudian mereka menikah.

Theresa memulai karier politiknya setelah terpilih sebagai anggota parlemen pada 1997 untuk daerah pemilihan Maidenhead, Berkshire. Dua tahun kemudian ia ditunjuk menjadi menteri bayangan untuk urusan pendidikan ketika Partai Konservatif dipimpin William Hague dan pada 2002 ia menjadi pengurus inti partai di bawah kepemimpinan Iain Duncan Smith.

Ketika karier David Cameron dan George Osborne meroket di Partai Konservatif, Theresa seperti tenggelam dan tak mendapat peran penting. Baru pada 2009 ia diberi pos menteri bayangan untuk bidang ketenagakerjaan dan pensiunan. Saat Partai Konservatif berkuasa dengan berkoalisi dengan Liberal Demokrat, Theresa ditunjuk menjadi menteri dalam negeri.

Kursi menteri dalam negeri dikenal sebagai “kuburan karier” beberapa politikus, tetapi di tangan Theresa jabatan ini justru semakin meneguhkan dirinya sebagai politikus ulung. Angka kejahatan menurun, rencana teror digagalkan pada 2013, dan ia mendeportasi ulama radikal Abu Qatada.

Ia juga membenahi kepolisian dan dikenal dengan pernyataannya bahwa masalah korupsi “tidak hanya dilakukan segelintir perwira saja”. Namun ia juga dikritik ketika terjadi keterlambatan penerbitan paspor dan dianggap gagal memenuhi target masuknya pendatang di bawah 100 ribu orang per tahun. 

Analis politik Inggris sebelumnya memperkirakan peluang Theresa menjadi perdana mungkin baru muncul setelah 2018. Namun, hasil referendum Brexit pada 23 Juni lalu rupanya mengubah “nasib politik” Theresa. Referendum telah membelah Inggris dan juga Partai Konservatif dan Theresa dianggap sebagai calon kuat untuk mengakhiri perpecahan ini.

Ia dikenal sebagai pribadi yang tangguh dan tak segan untuk menyampaikan kenyataan sulit di dalam tubuh Partai Konservatif. Inilah yang membuatnya bertahan di ‘lingkaran atas’ partai dalam 17 tahun terakhir. Banyak yang mengatakan tantangan yang dihadapi Theresa akan sangat besar, mulai dari menyatukan kembali Inggris yang terbelah akibat referendum dan memimpin perundingan Inggris keluar dari Uni Eropa (Brexit).

Theresa adalah pendukung Inggris tetap berada di Uni Eropa, namun dia mengatakan Brexit adalah Brexit. “Kita tak mungkin mengubah keputusan ini. Yang harus dilakukan sekarang adalah bagaimana mendapatkan manfaat maksimal dengan berada di luar Uni Eropa,” kata dia.