Penulis
Intisari-Online.com -Dibanding proklamasi kemerdekaan negara lain, barangkali kemeriahan upacara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 tidak ada apa-apanya. Ikrar kemerdekaan bangsa Indonesia itu dibacakan dalam kondisi prihatin dan sangat sederhana. Meski begitu, tidak seperti negara-negara lain, kemerdekaan bangsa ini diperoleh atas perjuangan sendiri, bukan pemberian bangsa lain. Selain itu, banyak cerita uniknya pula. Inilah beberapa di antaranya.
Bung Karno sakit dan tidak berpuasa
Meski saat itu bulan Ramadan, saat itu Bung Karno tidak berpuasa karena sakit akibat gejala malaria tertiana. Pada pagi hari 17 Agustus 1945, Bung Karno dibangunkan dr. Soeharto dan dan mengeluhkan badannya greges-greges. Dia kemudian disuntik dan minum obat. Setelah itu tidur lagi dan baru bangun pada pukul 09.00 WIB. Setelah membacakan teks proklamasi pada pukul 10.10 WIB, Bung Karno kembali masuk kamar untuk beristirahat.
Bisa lebih dari dua proklamator
Sebenarnya Indonesia bisa mempunyai lebih dari dua proklamator (Bung Karno dan Bung Hatta). Usai penyusunan naskah Proklamasi selesai disusun di rumah Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta, Bung Hatta mengusulkan agar semua yang hadir di rapat ikut menandatangani teks proklamasi. Tapi usul itu ditolak Soekarni. Bung Hatta hanya bisa menggerutu, karena melihat teman-temannya tidak mau ikut “membuat sejarah”. Mereka yang hadir saat itu antara lain, Bung Hatta, Bung Karno, Soekarni, Achmad Soebardjo, dan Sajuti Melik.
Bendera dari kain seprei
Sebelum 16 Agustus 1945, Fatmawati, istri Bung Karno, sebenarnya sudah membuat bendera merah putih. Tapi bendera itu dianggap terlalu kecil karena panjangnya hanya 50 cm. Fatmawati lalu membongkar lemarinya dan menemukan selembar kain sprei putih, tapi tidak ada kain merah. Lalu seorang pemuda bernama Lukas Kastaryo berkeliling dan mendapatkan kain merah milik penjual soto. Kain tersebut dibeli dan diberikan ke Fatmawati. Bendera baru berukuran 276x200 cm itu pun dikibarkan pada 17 Agustus 1945 di tiang bambu sederhana.
Teks proklamasi hilang
Setelah membacakan teks proklamasi, Bung Karno membuang secarik kertas teks bersejarah itu ke tong sampah. Beruntung wartawan BM Diah memungutnya kembali. Tapi sempat beredar kabar dokumen penting itu hilang. BM Diah sendiri menyimpan rapi dokumen itu hingga baru menyerahkannya ke pemerintah pada 29 Mei 1992. Artinya, dokumen berisi teks proklamasi itu sempat menghilang selama 46 tahun 9 bulan 19 hari.
Negatif film disimpan di bawah pohon
Upacara proklamasi diabadikan oleh fotografer Frans Mendoer. Begitu upacara selesai, Frans didatangi tentara Jepang yang ingin merampas negatif film gambar tersebut. Frans berbohong dengan mengatakan negatifnya sudah diserahkan ke Barisan Pelopor. Padahal negatif film momen penting itu ditanamnya di bawah pohon di halaman kantor Asia Raja. Andai negatif film tersebut sempat dirampas Jepang. Tentu kita tidak akan pernah bisa melihat momen dramatis peristiwa proklamasi yang menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. (YPM/Intisari)