Find Us On Social Media :

Daulat dan Ikhtiar: Memaknai Serangan Umum 1 Maret 1949 melalui Seni

By Intisari Online, Selasa, 15 Februari 2022 | 10:00 WIB

Pameran temporer ini bertajuk DAULAT & IKHTIAR,

Intisari-online.com—Demi menjemput permatanya yang hilang, Belanda menerjunkan pasukannya dari angkasa Yogyakarta pada 19 Desember 1948. Saat itu Yogyakarta merupakan Ibukota Republik Indonesia. Setelah kota diduduki, Belanda berturut-turut berusaha menduduki pedalamannya. Kita menegenang catatan sejarah nan pahit ini sebagai Agresi Militer Belanda II.

Situasi ibukota negara saat itu kacau. Ada propaganda Belanda ke dunia luar bahwa tentara Indonesia sudah tidak ada.

Sri Sultan Hamengku Buwono IX berkorespondensi kepada Panglima Besar Soedirman untuk meminta izin pembicaraan strategi. Sudirman menyetujuinya dan meminta Sri Sultan HB X untuk berkoordinasi dengan Letkol Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Komandan Brigade X/Wehkreise III.

Kemudian Sultan bertemu empat mata dengan Letkol Soeharto di Ndalem Prabuningratan. Pertemuan ini menghasilkan keputusan strategi rahasia untuk melancarkan Serangan Umum pada 1 Maret 1949.

Beberapa jam sebelum serangan umum berlangsung, sudah banyak gerilyawan yang mulai memasuki kota Yogyakarta. Tepat pada pukul 06.00 pagi, sirene penanda berakhirnya jam malam berbunyi. TNI dan rakyat memanfaatkannya sebagai tanda dimulainya serangan umum. Bergerak serentak, pasukan gerilya mengepung Kota Yogyakarta dari berbagai arah.

Pertempuran-pertempuran hebat terjadi di ruas-ruas jalan kota Yogyakarta. Serangan Umum 1 Maret 1949 terbukti ampuh untuk mengalahkan Belanda dan kembali merebut Yogyakarta. Serangan mendadak itu mendapat perlawanan yang kurang berarti. Dalam waktu singkat, Belanda berhasil didesak mundur. Pos-pos militer ditinggalkan. Beberapa buah kendaraan lapis baja berhasil dirampas oleh pasukan gerilya.

Pasukan RI berhasil menguasai Yogyakarta selama kurang lebih enam jam. Tepat pada pukul 12.00 siang mereka mengosongkan kota dan kembali menuju pangkalan gerilya.

Berita kemenangan ini segera disebarkan secara estafet lewat radio PC1 di Playen, Gunungkidul, kemudian diteruskan ke pemancar di Bukitinggi. Dari pedalaman Sumatra itu siaran diteruskan oleh pemancar militer di Myanmar ke New Delhi di India hingga sampai pada PBB di Washington D.C, Amerika Serikat.

Peringatan "Serangan Umum 1 Maret" setiap tahun selalu diadakan, terutama di Yogyakarta. Peringatan perang 6 jam di Ibukota RI, Yogyakarta ini diadakan sebagai bentuk rasa hormat kepada para pejuang revolusi kemerdekaan Indonesia di 1949. Peristiwa yang juga sedang digagas menjadi hari besar nasional ini meninggalkan sejumlah artefak yang kini tersimpan di Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta.