Find Us On Social Media :

Konferensi PBB Bahas Hak-hak Suku Asli Dunia Atas Hutan

By Chatarina Komala, Minggu, 28 September 2014 | 09:00 WIB

Konferensi PBB Bahas Hak-hak Suku Asli Dunia Atas Hutan

Intisari-Online.com - Dalam rangka Konferensi Tingkat Tinggi PBB untuk Iklim dan Konferensi Dunia Masyarakat Suku Asli yang pertama, lebih dari 1.000 delegasi, termasuk di antaranya para pemimpin dari banyak suku asli yang mendiami hutan, diundang untuk berbagi perspektif terkait praktik-praktik terbaik dalam menjamin hak-hak suku asli dunia atas hutan. Agnes Leina, seorang pendiri Il'laramatak Community Concern, sebuah kelompok akar rumput di daerah terpencil di Kenya, mengatakan ada hubungan spiritual antara binatang (baik hewan liar maupun peliharaan), dengan sesama peternak dan hutan. "Lewat hutanlah, remaja pria mulai tumbuh menjadi dewasa. Dan semua pohon, daun, getah yang sakral ditemukan di hutan. Kami bergantung pada hutan untuk semua hal," katanya.Il'laramatak Community Concern sendiri didedikasikan bagi kesetaraan anak-anak perempuan dan perempuan dewasa di masyarakat hutan tempat ia berada. Dalam acara tersebut, hadir pula Candido Mezua, yang berperan sebagai presiden Kongres Umum Embera-Wounaan yang mencakup sekitar 10.000 orang yang hidup dalam hutan hujan tropis di Panama. Diketahui, ia telah berjuang melawan penebangan hutan yang dilakukan perusahaan hampir sepanjang hidupnya. Lewat penerjemah, ia mengatakan, sebagai remaja, ia terinspirasi oleh seorang perempuan tua yang mendekati api unggunnya suatu malam."Nenek itu berbicara pada kami dengan suara yang sangat tenang. Meski saat itu gelap dan kami tak mampu melihat, kami bisa mendengar bahwa ia menangis. Entah mengapa, kami juga mulai menangis. Nenek itu berkata, 'Lihat pohon-pohon yang ditebang dan diambil.' Dan ia mengatakan, 'Setiap pohon yang ditebang dan diambil itu adalah saudara kita. Lihat betapa banyak saudara kita yang dibunuh dan diambil. Jadi kita harus mulai berpikir. Apa yang akan kita lakukan? Apakah kita akan menghilang, saudara kita, pohon dan seluruh kehidupan yang mereka bawa? Apakah kita akan menghilang?'" kenangnya.Abdon Nababan, sekretaris jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Indonesia mengungkap, hampir setengah komunitas hutan telah menghilang dalam beberapa dekade terakhir. “Rumah adalah komunitas, di mana Anda merasa dapat menceritakan kisah Anda. Anda bisa menari, makan daging yang didapat dari hutan. Itulah rumah," ujarnya.

"Anda merasa memiliki tanah itu. Karena Anda bergantung pada tanah itu. Identitas Anda adalah lahan, hutan. Itu krisisnya. Anda akan kehilangan diri karena identitas Anda, tempat Anda berdiri tidak lagi ada. Itu situasinya," Abdon menambahkan.

Sejak berabad-abad lalu, hutan sendiri sudah menjadi rumah banyak suku asli di dunia. Bagi mereka, hutan lebih dari tempat untuk mencari makanan, bahan baku dan keperluan lainnya untuk bertahan hidup. Hutan, merupakan sumber hubungan spiritual dengan Bumi, nenek moyang dan hidup yang bermakna. (VOA)