Find Us On Social Media :

Seren Taun, Keelokan di Antara Kisah Pilu Banten

By Moh Habib Asyhad, Selasa, 15 Oktober 2013 | 09:00 WIB

Seren Taun, Keelokan di Antara Kisah Pilu Banten

Intisari-Online.com - Alam bukanlah musuh, tapi kawan. Itulah keyakinan yang terus dipegang oleh masyarakat tradisional di Kampung Ciptagelar, Kesatuan Adat Banten Kidul, Provinsi Banten. Intisari November 2013 menyusuri bagaimana eloknya kehidupan pertanian di selatan Banten itu, tentang bagaimana para petani bersahabat dengan alam dan Tuhan. 

Rentetan petasan cabe rawit menyalak bersahutan di alun-alun. Dari kejauhan, iring-iringan mulai terlihat bergerak mendekati tanah lapang yang sudah dijejali banyak orang. Tim debus yang kebal senjata tajam berada di barisan terdepan, memimpin rombongan. Di belakangnya, dua gadis bertelanjang kaki membawa bakul berisi se-pocong padi, serta barisan para tetua adat yang berpakaian putih-putih.

Masyarakat ini ternyata tengah mengadakan upacara Seren Taun, sebuah ritual tahunan di Kampung Ciptagelar. Para peserta yang mengikuti upacara berjalan menyusuri jalan berbatu, naik-turun di antara persawahan, sebelum akhirya berhenti di depan lumbung padi pusaka.

Tetua adat Abah Anom (Bapak Muda) Encup Sutisna (waktu itu 36 tahun) beserta istri, juga para sesepuh lainnya, telah menunggu di Imah Gedhe, rumah silaturahmi warga. Ini adalah awal upacara tahunan warga sebagai bentuk syukur kepada Sang Kuasa.

Seren sendiri berarti menyerahkan, taun berarti tahun. Secara umum, ini bisa dimaknai sebagai upacara penyerahan hasil panen tahun sebelumnya serta memohon berkah dan perlindungan Tuhan agar hasil panen tahun mendatang lebih meningkat.

Puncak acara seren taun ditandai dengan dimasukkannya ikatan padi pertama ke dalam leuit si jimat –“bank negara" masyarakat Kampung Ciptagelar— oleh Abah Anom. Suasana yang hening semaking takzim lantaran diiringi suara lirih kecapi dan tembang Sunda sebagai media puja-puji bagi Nyi Pohaci alias Pwah Aci Sanghyang Asri atau Dewi Sri, alias Dewi pemberi kesuburan.

Ikat padi pertama lalu diikuti dengan penyimpanan 7500 pocong padi lainnya oleh warga kampung. Masing-masing poci seberat 3-4 kg. Selesai prosesi pemasukan padi ke lumbung, Abah Anom lalu beranjak ke Imah Jimat, melaporkan hasil pembangunan setahun terakhir dalam kesempatan yang menjadi semacam sidang tahunan majelis adat.

Upacara seren taun ternyata tidak hanya dilakukan di Banten saja. Upacara ini juga dilakukan di beberapa wilayah Sunda yang lain. Tujuan sama, sebagai bentuk syukur terhadap rizki yang telah dilimpahkan oleh Sang Pencipta.