Find Us On Social Media :

Jane Goodall: Simpatinya pada Simpanse (1)

By K. Tatik Wardayati, Kamis, 8 September 2016 | 18:15 WIB

Jane Goodall: Simpatinya pada Simpanse (1)

Intisari-Online.com – Mulanya ia dituduh telah “memanusiakan” simpanse dengan melihat mereka secara individu. Hasil penelitian dan dedikasinya pada simpanse telah melegenda dan menjadi salah satu tonggak dalam dunia penelitian primata. Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Februari 1998, yang ditulis oleh Rudy Badil.

---

“Huuuu wa, huhuuu wa," begitu teriakakan panjang Jane Goodall (63), meniru suara panggilan kera simpanse, yang telah menjadi paten pakar perilaku simpanse itu dalam setiap pembukaan dan penutupan ceramahnya. Undangan dan hadirin yang membeli tiket ceramah, biasanya ikut-ikutan menirukan suara pimpinan The Jane Goodall Institute for Wildlife Research, Education, and Conservation di Tucson, Arizona, AS, itu.

"Saya tahu, tak sedikit simpanse menjadi binatang percobaan di berbagai laboratorium biomedis, termasuk di Amerika. Bagi saya, simpanse yang dipelihara di laboratorium itu, nasibnya seperti masuk ke dalam kamp penyiksaan Auschwitz di zaman Nazi Jerman," ujar Jane yang 30 tahun lebih "bergaul" dengan simpanse (bahkan menemukan jodoh pula) di Pusat Penelitian Taman Nasional Gombe, Tanzania, Afrika.

Jane Goodall selama sekian tahun belakangan ini, sedang menghimpun dana untuk menyelamatkan simpanse, dari kandang kolektor atau kerangkeng lab bioriset. Di Afrika, kini paling banyak masih hidup sekitar 250.000 ekor simpanse, termasuk simpanse kerdil. Namun populasinya terus merosot mendekati titik kepunahan,

Dalam kampanyenya, Jane selalu memperjuangkan agar tak ada lagi penangkapan liar simpanse di habitatnya. Sebab simpanse liar tangkapan langsung dari habitatnya, kini menjadi binatang paling favorit untuk "kera percobaan" berbagai penyakit manusia, terutama AIDS, karena kemiripannya dengan bio-anatomi manusia.

Sabar

Jane Goodall, kelahiran London, Inggis, pada 1934, sejak masih gadis langsing cantik, sudah berniat menjadi peneliti binatang, gara-gara sejak kecil sudah terpincut dengan cerita Dr. Doolittle yang hidup di tengah binatang jinak. Bahkan lebih awal lagi dari masa itu, saat ia baru berumur setahun, ibunya membelikan boneka simpanse yang besar dan berbulu. Berlawanan dengan perkiraan kawan-kawan sang ibu, boneka bernama Jubilee itu malah menjadi sahabat kesayangan Jane sampai dewasa.

Jubilee baru awal dari minatnya yang menggebu-gebu pada dunia satwa. Ketika berusia 4 tahun, Jane dilaporkan "hilang" oleh orang tuanya. Siapa mengira, selama lima jam hilang, Jane asyik nonton induk ayam bertelur di kandangnya? Empat tahun kemudian, Jane sudah memutuskan, jika sudah dewasa, ingin hidup di Afrika bersama binatang.

Lulus SMU, ia masuk sekolah sekretaris lalu bekerja. Setelah dua macam pekerjaan, datang ajakan dari seorang kawan untuk menginap di tanah pertanian orang tuanya di Kenya. Tahu ini jalan menuju impiannya, Jane tanpa ragu pindah pekerjaan menjadi pramusaji supaya bisa cepat mengumpulkan uang selama musim panas untuk bekal ke Afrika.

Sekitar sebulan di Kenya, ada yang memberi tahu supaya ia menghubungi Dr. Louis Leakey, kalau memang benar-benar berminat pada hewan. Jane mendatangi Louis Leakey yang ketika itu kurator di Museum of Natural History, Nairobi. Entah Leakey yang punya pengamatan amat tajam, atau Jane yang beruntung, ia langsung diterima sebagai asisten sekretaris.

Di situlah Jane mendapat pelatihan awal dan pengenalan pada dunia hewan. Ia belajar tak hanya dari sesama karyawan yang semuanya pencinta alam, tetapi juga saat mengikuti ekspedisi paleoantropologi Dr. Leakey ke Olduvai Gorge (tempat ditemukannya Zinjanthropus atau Nutcracker Man dan Homo Habilis) di dataran Serengeti, yang saat itu masih daerah terpenciJ.