Penulis
Intisari-Online.com – Alkisah, hiduplah seorang raja. Penulis, penyair, dan musis dari banyak tempat datang untuk mengunjunginya. Raja suka mendengarkan cerita, puisi, dan musik mereka. Tapi ada satu orang yang sangat disukai raja lebih daripada yang lain. Namanya, Anjas.
Ia tahu banyak trik, menyanyikan lagu-lagu lucu, dan menari dengan baik. Ia bisa membuat raja tertawa dan orang-orang menyebutnya, Anjas Raja Bodoh. Namun, ada satu hal yang sangat tidak disukai oleh raja dari Anjas. Ia makan sangat banyak. Pria kecil ini makan dari pagi sampai malam.
Raja berpikir, “Anjas malang ini akan segera mati jika ia makan begitu banyak.”
Kemudian ia memanggil semua menteri dan pegawai istana, katanya, “Dengarkan aku. Untuk satu hari saja kalian jangan memberikan makanan apapun pada Anjas. Jangan memberinya anggur, atau buah apapun, atau daging. Bahkan sepotong roti! Ia tidak boleh duduk di meja saya. Ia tidak boleh makan apapun sepanjang hari.”
“Oh, ya, Tuanku, itu benar. Ia terlalu gemuk,” kata salah satu menteri.
Maka hari berikutnya tidak ada tempat untuk Anjas di meja raja. Ia pergi ke dinding dan berdiri di sana. Ia berpikir, “Aku akan menunggu. Siapa tahu seorang hamba akan membawakanku makanan dan minuman.”
Tapi tak seorang hamba pun membawakan sesuatu untuknya. Anjas tidak berani meminta makanan, karena ia takut pada raja.
"Jika seorang pria membuat raja marah, orang itu akan mati," pikirnya.
Anjas malang sangat lapar. Kemudian salah satu pelayan menjatuhkan sepotong kecil roti. Anjas segera mengambilnya. “Sekarang aku punya sesuatu untuk dimakan,” pikirnya. “Aku akan memakannya ketika raja tidak menatapku.”
Ketika makan malam usai, penyair membacakan puisi mereka, para musisi bermain musik, dan gadis-gadis menarikan tarian mereka yang indah.
“Sekarang raja melihat gadis-gadis menari,” pikir Anjas, “Aku akan makan sepotong roti ini.” Tetapi raja melihat Anjas sepanjang waktu itu. Ia meminta para musisi untuk berhenti, memanggil Anjas untuk datang kepadanya dan bertanya, “Saya mendengar Anda memiliki keledai. Dari mana mendapatkan itu?”
"Saya membelinya di Tripoli, Tuanku!" jawab Anjas. “Oh, saya tahu,” kata raja. Kemudian musisi memainkan musiknya lagi dan gadis-gadis menari. Anjas ingin makan sepotong rotinya, tapi raja memintanya untuk datang lebih dekat, dan berkata, “Berapa yang kau bayar saat membeli keledai di Tripoli?”
Anjas meletakkan roti di sakunya dengan cepat dan menjawab. “Enam belas koin emas, Tuanku.” Raja melanjutkan lagi hingga sore hari.
Ketika Anjas mencoba untuk makan rotinya, raja selalu bertanya padanya. Pada malam terakhir, Anjas tidak bisa berdiri. Ia begitu lapar dan lelah. Ketika pesta usai, Anjas berlari ke dapur, tapi daput terkunci, dan ia hanya punya sepotong kecil roti untuk dimakan. Ia pun makan itu dan pergi ke kamarnya. Tapi ia tidak bisa tidur. Ia sangat lapar.
Lalu, ia berlari ke kamar raja. Ia mengetuk pintu. Raja bertanya dengan marah, “Siapa yang mengetuk pintu kamar malam-malam begini?”
“Oh, Tuanku,” kata Anjas. “Saya minta maaf, tapi saya harus memberitahu Anda bahwa saya tidak membeli keledai saya di Tripoli, tapi di Benghazi.”
Raja mengucapkan terima kasih dan menyuruhnya pergi.
Beberapa menit kemudian Anjas mengetuk pintu lagi. "Oh, Tuanku, tapi saya katakan bohong sore ini. Saya tidak membayar enam belas koin emas untuk keledai. Saya membayar dua puluh koin emas untuk itu." "Oh, tolol," teriak raja marah. "Aku akan memotong kepalamu untuk cerita konyol tentang keledai dan memberikan tubuh Anda ke serigala!" Anjas mendengarkan raja dan tersenyum, “Oh ya? Saya tahu tapi sebelum saya mati mungkin saya bisa mengatakan keinginan terakhir saya. Hanya satu keinginan.”
"Apa keinginan terakhirmu?" tanya raja. "Keinginan terakhir saya adalah memiliki makan malam yang lezat." Raja mengerti segalanya. Dia tertawa dan menyuruh para pelayan untuk membawakan makanan yang terbaik ke kamarnya. Ia duduk di meja dengan Anjas. Mereka makan dan tertawa sampai pagi datang. Setelah itu Anjas hidup tidak pernah tanpa makanan. Dan dia selalu senang.