Penulis
Intisari-Online.com - Bukan rahasia lagi jika Amerika dikenal sebagai militer terkuat di dunia.
Dari tahun ke tahun, militer Amerika bersaing di papan atas militer terkuat dengan negara-negara seperti Rusia dan China.
Soal persenjataan tak perlu ditanya, tapi rupanya, justru di negara ini terjadi kasus yang mengkhawatirkan terkait para tentaranya.
Banyak terjadi kasus bunuh diri oleh anggota militer Amerika Serikat (AS), bahkan kini semakin meningkat.
Melansir 24h.com.vn (21/10/2021), jumlah kasus bunuh diri oleh anggota militer AS yang bertugas aktif pada kuartal kedua tahun ini meningkat 46 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, kata Pentagon.
Jumlah tersebut membuat pejabat pertahanan AS bingung, serta tidak mengerti apa yang ada di balik masalah tersebut.
Menurut laporan Departemen Pertahanan AS, pada kuartal kedua tahun ini, 60 tentara AS bunuh diri, naik dari 41 pada periode yang sama tahun lalu.
The Cost of War Project, sebuah proyek penelitian tentang konsekuensi perang yang dilakukan oleh Brown University dan Boston University (AS), mengatakan bahwa sejak serangan teroris 11 September, sebanyak 30.177 anggota militer dan veteran AS tewas karena bunuh diri.
Jumlah tersebut bahkan lebih dari empat kali lipat jumlah tentara AS yang hilang dalam memerangi terorisme.
Profesor Psikiatri di Wayne State University (AS), Arash Javanbakht, menjelaskan bagaimana tingginya risiko bunuh diri dari mereka yang berprofesi tentara, terkait dengan penggunaan alkohol dan sebagainya.
“Menjadi tentara adalah profesi dengan tingkat stres yang tinggi.
"Banyak tentara memilih untuk menggunakan alkohol dan stimulan untuk menghilangkan tekanan jika mereka tidak ingin menderita depresi. Namun, penyalahgunaan hal-hal ini meningkatkan risiko bunuh diri," katanya.
Sementara itu, Mark Kaplan, profesor sosiologi di UCLA Luskin School of Public Schools, mengatakan AS membuat kesalahan dengan memperlakukan masalah bunuh diri tentara hanya sebagai "krisis kesehatan mental".
Menurutnya, banyak aspek yang mempengaruhi tindakan bunuh diri yang dilakukan tentara AS, tetapi ini diabaikan.
“Banyak tentara yang bertugas aktif melakukan bunuh diri tanpa memiliki penyakit mental.
"Banyak aspek lain yang diabaikan oleh pihak berwenang, seperti penggunaan senjata api," katanya.
"Tentara dan veteran Amerika sering melakukan bunuh diri dengan pistol. Tentara adalah kelompok orang yang paling mudah dijangkau dengan senjata.
Saya pikir kita harus berpikir tentang membatasi akses tentara ke senjata di luar jam pelatihan," jelas Mark Kaplan.
Kritik terhadap pencegahan kasus bunuh diri tentara AS oleh pemerinta diungkapkan Dave Barbush, Presiden Once a Soldier (organisasi nirlaba yang didedikasikan untuk membantu keluarga veteran AS melakukan bunuh diri).
Ia mengatakan bahwa AS telah gagal besar dalam membatasi bunuh diri tentara.
“Pemerintah tidak berbuat cukup dan tidak benar-benar mau mendukung masalah psikologis yang dihadapi tentara Amerika.
"Yang kami lakukan hanyalah mencoba mengisi kekosongan yang ditinggalkan pemerintah dalam mengurus militer, para veteran.
"Perumahan, pekerjaan, makanan, kesejahteraan… mereka membutuhkan lebih banyak hal,” kata Barbush.
Selain itu, menurut para ahli, tentara AS sering cenderung diam tentang masalah kesehatan mental karena takut distigmatisasi.
“Banyak orang khawatir akan distigmatisasi dalam hal kesehatan mental. Apalagi saat Anda sedang menjalani wajib militer.
"Ketika mereka berbicara tentang kesulitan di lingkungan militer, mereka takut dilihat oleh teman dan keluarga sebagai orang yang lemah atau pengecut,” imbuh Barbush.
Tentara Amerika yang kembali dari zona perang sering kali harus menghadapi masalah psikologis mereka sendiri.
Administrasi Veteran (VA) adalah organisasi pemerintah AS yang dibuat untuk membantu para veteran yang kembali dari medan perang. Namun, banyak orang percaya bahwa VA tidak cukup baik ketika melewatkan banyak kasus.
Lloyd Austin, Menteri Pertahanan AS, mengungkapkan keprihatinannya atas kasus bunuh diri tentara.
Ia mengatakan, pihaknya harus berupaya untuk memecahkan masalah tersebut.
“Saya sangat prihatin dengan bunuh diri tentara. Kehilangan karena bunuh diri terlalu banyak untuk militer.
"Kita harus bekerja untuk memecahkan masalah ini. Kami memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan," katanya dalam konferensi pers di Pangkalan Angkatan Udara Eielson (Alaska).
(*)