Find Us On Social Media :

Orang Timor Leste Mengumpulkan Tulang Sisa Jenazah Korban Konflik selama Pendudukan Indonesia Dalam Sarung untuk 'Penyembuhan'

By Muflika Nur Fuaddah, Jumat, 17 September 2021 | 15:00 WIB

Mengumpulkan tulang keluarga

Namun alih-alih peti mati, seperti yang biasanya ada di upacara pemakaman, banyak bahan yang dibundel diletakkan dengan hati-hati di sepanjang meja.

Ada 23 sarung yang berisi sisa-sisa jenazah.

Masing-masing berisi tulang—atau batu, sebagai tulang simbolis—pria, wanita, dan anak-anak yang telah meninggal pada tahun-tahun awal invasi Indonesia.

Ketika pasukan Indonesia menguasai daerah itu, banyak yang melarikan diri melintasi lembah ke pegunungan Matebian yang relatif aman. Beberapa diburu dan dibunuh oleh militer Indonesia; lainnya mati kelaparan.

Tubuh mereka tidak pernah ditemukan dan dibaringkan. Sampai sekarang.

Setelah konsultasi baru-baru ini dengan roh alam, anggota keluarga almarhum telah mengorganisir pesta pemulihan tulang dan lebih dari dua bulan mengikuti jalan menuruni lembah dan masuk ke hutan kisaran Matebian.

Baca Juga: Bak Jadi Ladang Uang Indonesia Setelah Timor Leste Merdeka, Rupanya Tanah Air Justru Sudah Untung Rp3,1 Triliun dari Bumi Lorosae Gara-gara Ketergantungan Hal Ini

Jenazah yang mereka temukan telah disimpan sementara di klinik kesehatan di desa pegunungan Kelikai sebelum diangkut dari pegunungan ke pantai dan kembali ke Gunung Ariana.

Saat Lisa diundang untuk memberikan penghormatan, setiap sarung dibuka dengan hati-hati untuk mengungkapkan nama almarhum yang tertulis di secarik karton.

Dalam dua hari, seorang imam Katolik akan menghadiri rumah itu untuk membaptis setiap orang secara anumerta sesuai dengan harapan kontemporer.

Jenazah mereka masing-masing akan 'dipakaikan' dan ditempatkan di peti mati kecil yang sedang dibuat oleh para pemuda di bawah tenda.

Dua hari kemudian, komunitas akan berkumpul di kuburan yang menghadap Matebian untuk misa Katolik penuh.

Sebuah kuburan besar dengan 23 kompartemen terpisah telah disiapkan.

Mereka punya tekad untuk menghormati kerabat mereka dan dengan hormat membaringkan mereka untuk beristirahat sekaligus penyembuhan luka.

Monumen yang sedang dibangun di luar rumah memperingati dua pahlawan yang gugur, pejuang gerakan perlawanan FALINTIL yang tewas dalam pertempuran.

(*)