Pantang Mundur Meski Sudah Diusir Berkali-kali, Fotografer Ini Akhirnya Berhasil Ungkap Proses Mumifikasi di Bumi Papua, Caranya Bikin Shock, Beda dengan Mesir!

Ade S

Penulis

Proses mumifikasi di Suku Anga Papua Nugini

Intisari-Online.com -Hingga beberapa dekade, bahkan ada yang menyebutnya berabad-abad, keberadaan mumi di Papua Nugini terus menjadi misteri.

Khususnya dalam hal mumifikasi atau proses pembuatan mumi di negara tetangga Indonesia tersebut.

Untuk itulah, ketika mengetahui salah satu suku yang melakukan praktik tersebut, seorang fotografer asal Jerman berusaha mati-matian untuk mendokumentasikannya.

Ya, mati-matian. Sebab, Ulla Lohmann, nama fotografer tersebut, tidak serta merta berhasil mendapat izin dari Suku Anga.

Baca Juga: Inilah Rumah Adat Suku Korowai, Baru Ditemukan 30 Tahun yang Lalu dan Diami Rumah Pohon di Bumi Papua, Ini Alasan Mereka Masih Tinggal di Rumah Pohon

Berulang kali mencoba mendekati, berulang kali juga sang fotografer ditolak oleh Suku Anga.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan,Ulla Lohmann harus mendapati dirinya diusir oleh Suku Anga saat ingin mendekati suku tersebut.

Pengusiran itu sendiri sebenarnya terjadi bukan karena keinginanUlla Lohmann mendokumentasikan proses pembuatan mumi.

Suku yang terkenal sebagai salah satu suku yang memumikan anggotanya yang meninggal tersebut memang tak suka jika orang asing melihat budaya mereka.

Baca Juga: 1.000 Pemimpin Suku Papua Setujui Referendum 1969 yang Dianggap sebagai Kebohongan, Ada Peran Letjen Ali Moertopo?

Baru pada 2003, upaya tak kunjung lelahUlla Lohmann hasilnya mulai membuahkan hasil.

Sang fotografer asal Jerman tersebut akhirnya mulai diterima oleh sesepuh sekaligus kepala Suku Anga.

Gemtasu mulai menerima kehadiranLohmann bahkan memberi izin untuk mendokumentasikan proses mumifikasi dirinya jika kelak meninggal.

Sebuah izin yang disambut dengan sangat gembira sekaligus membuahkan penantian yang sangat lama.

Sebab, proses mumifikasi Gematsu baru terjadi pada 2015. Saat dirinya meninggal dunia.

Ulla Lohmann mendapati dirinya harus berduka sekaligus bahagia karena penantiannya usai.

Jurnalis foto itu dapat hadir, menyaksikan langsung, serta tentu saja mendokumentasikan mumifikasi Gematsu.

Namun, Ulla Lohmann kemudian dikejutkan saat mengetahui cara mumifikasi yang dilakukan Suku Anga sangat berbeda dengan proses mumfikasi di Mesir Kuno.

Baca Juga: Cara Picik KKB Jatuhkan Martabat TNI di Mata Warga Papua dengan Fitnah Ini, Kepala Suku Papua Malah Murka Mendengarnya

Seperti diketahui, masyarakat Mesir Kuno biasanya akan membongkar bagian dalam tubuh calon mumi untuk menghilangkan korban untuk kemudian membungkus jasad dengan kain.

Sementara itu, dalam kebudayaan suku Anga, hal pertama yang dilakukan terhadap jasad yang akan dimumifikasi adalah mendudukannya di atas asap selama tiga bulan lamanya.

Dalam kebudayaan suku yang terdiri atas 45.000 anggota tersebut, cara ini dipercaya akan mengawetkan mayat.

Nah, setelah fase pengasapan inilah proses pengosongan organ dalam tubuh jasad dilakukan. Dan inilah fase paling mengerikan.

Baca Juga: Bagaimana DNA Suku Papua Nugini Ungkap Spesies Manusia yang Telah Punah Ratusan Tahun Lalu?

Bayangkan saja, jasad yang digantung di atas api dan menggembung akan disodok dengan tongkat tepat di bagian anus.

Tujuannya adalah untuk mengalirkan cairan serta merontokkan organ yang berada di dalam tubuh calon mumi.

Wajah menjadi bagian terpenting, sebab dalam budaya mereka,satu-satunya cara untuk melestarikan sosok seseorang yang meninggal adalah dengan melihat secara fisik wajah abadinya.

“Jika kita memiliki foto, mereka (suku Anga) memiliki mumi,” tutur Lohmann. ”Suku Anga percaya bahwa roh-roh akan berkeliaran secara bebas pada siang hari dan kembali ke dalam tubuh mumi mereka pada malam hari. Tanpa melihat wajah mereka, roh-roh tersebut tidak dapat menemukan tubuh mereka sendiri dan berkeliaran selamanya.”

Baca Juga: Pengakuan Kepala Suku Papua, Ketika Dahulu Kehadiran Aparat Membuat Takut Warganya Karena Alasan Ini

Lohmann kemudian menyaksikan tubuhGematsu membengkak, menghitam, hingga akhirnya mengeras.

Saat proses mumifikasi berlangsung, anggota suku dilarang mencuci diri dan hanya boleh memakan makanan yang dimasak dengan api yang sama untuk mengasapi Gematsu.

Setelah proses mumifikasi selesai, jasad-jasad tersebut akan ditempatkan di tebung batu yang menghadap ke desa.

Tempat para jasad tersebut seolah terus memerhatikan para penerusnya yang juga akan selalu mengingat leluhur mereka ketika melihat tebing batu.

Baca Juga: Inilah Rumah Adat Suku Korowai, Baru Ditemukan 30 Tahun yang Lalu dan Diami Rumah Pohon di Bumi Papua, Ini Alasan Mereka Masih Tinggal di Rumah Pohon

Artikel Terkait