Find Us On Social Media :

Militer Paling Miskin di Asia, Perekonomian Laos Tergantung pada Pertanian Tapi Ini yang Terjadi pada Lahannya, Orang-orang Harus 'Mempertaruhkan Nyawa' saat Menginjak Tanah Sendiri

By Khaerunisa, Selasa, 6 April 2021 | 21:00 WIB

Bendera Laos, Ilustrasi Militer Paling Miskin di Asia, Perekonomian Laos Tergantung pada Pertanian Tapi Ini yang Terjadi pada Lahannya, Orang-orang Harus 'Mempertaruhkan Nyawa' saat Menginjak Tanah Sendiri

Intisari-Online.com - Laos merupakan militer paling miskin di Asia, sementara secara global ia merupakan militer paling miskin kedua setelah Liberia.

Negara tetangga Indonesia ini tercatat memiliki anggaran pertahanan sebesar 18 juta dolar AS untuk tahun 2021, menurut Global Firepower.

Nominal tersebut hanya sedikit lebih banyak dari militer paling miskin nomer satu, Liberia, yang anggaran pertahanannya 14,5 juta dolar AS.

Anggaran pertahanan merupakan komponen penting untuk menunjang kekuatan militer suatu negara.

Baca Juga: Meski Punya Gudang Anggur Terbesar di Dunia Nyatanya Moldova Tetap Menyandang Predikat Militer Paling Miskin di Dunia, Ini Fakta-fakta Negara Ini

Dengan anggaran pertahanan yang memadai, maka suatu negara bisa lebih leluasa untuk meningkatkan kualitas militernya.

Namun, tentu tak semua negara mampu mengalokasikan jumlah besar untuk anggaran pertahanannya, terlebih negara-negara miskin di dunia.

Laos sendiri termasuk salah satu negara di dunia yang menderita kemiskinan, banyak warganya hidup di bawah garis kemiskinan.

Selain itu, sektor pertanian yang menjadi andalan perekonomian Laos justru terhambat karena lahannya tercemar. Orang-orang harus 'mempertaruhkan nyawa' saat menginjak tanah sendiri.

Baca Juga: Meski Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia Tapi Terpaksa Jadi 'Anak Bawang' Sejak Kalah dalam Perang Dunia II, Inilah Pertempuran Okinawa, Pertempuran Besar Terakhir Jepang Melawan AS

Mengutip history.com (5/12/2019), Negara ini menjadi medan pertempuran dalam Perang Dingin antara Amerika Serikat dan Uni Soviet.

Amerika menjatuhkan lebih dari dua juta ton bom cluster di atas Laos, lebih dari semua bom yang dijatuhkan selama Perang Dunia II digabungkan.

Pengeboman itu menjadikan Laos sebagai negara yang paling banyak dibom dalam sejarah.

Tragisnya, banyak bom yang tidak meledak tersisa dari perang tersebut kemudian mendatangkan malapetaka hingga saat ini.

Baca Juga: Militer Rusia Makin di Depan, Armada Pasifik Diperkuat dengan Fregat Marshal Shaposhnikov dan Hanya dalam 2 Tahun Kembangkan Rudal Balistik Antarbenua, Eropa Makin Jiper!

Diperkirakan 30 persen dari bom yang dijatuhkan di Laos gagal meledak karena benturan, dan pada tahun-tahun sejak pemboman berakhir, 20.000 orang telah tewas atau cacat oleh sekitar 80 juta bom yang tertinggal.

Sejak 1964, lebih dari 50.000 Laos tewas atau terluka oleh bom AS, 98 persen di antaranya warga sipil.

Bom-bom yang tersebar di seluruh negeri tersebut tak jarang disalahartikan sebagai mainan dan dilemparkan sebelum meledak.

Menurut borgenproject.org, 40 persen kematian akibat bom adalah anak-anak.

Baca Juga: Boeing Kembali Alami Kerugian, Semua Unit Boeing 777 Pengguna Mesin Pratt & Whitney Dipensiunkan Japan Airlines, Rupanya Ini Penyebab Utamanya

Meski begitu, orang-orang tidak punya pilihan selain mempertaruhkan nyawa mereka bekerja di ladang yang ditutupi oleh sisa-sisa bom itu, karena 80 persen orang bergantung pada tanah mereka untuk makan dan hidup.

Melansir Britannica, pada awal abad ke-21, sektor pertanian menghasilkan hampir setengah produk domestik bruto (PDB) negara dan mempekerjakan sekitar tiga perempat populasi.

Namun, perluasan lahan yang ditanami telah terhalang, sebagian besar oleh sejumlah besar bom yang tidak meledak yang mengotori lahan pertanian potensial.

Akibatnya, hanya sebagian kecil dari total luas lahan subur negara yang dibudidayakan.

Baca Juga: Tak Hanya Anjing dan Unta, Gajah dan Babi pun Terlibat dalam Perang Dunia, Ini Pengabdian yang Mereka Lakukan!

Bukan hanya sektor pertanian yang terhambat perkembangannya. Sektor pertambangan pun demikian.

Laos juga memiliki cadangan mineral yang cukup besar.

Timah telah ditambang secara komersial sejak zaman kolonial dan tetap menjadi sumber daya utama; gypsum telah menjadi penting sejak dekade terakhir abad ke-20.

Selain itu, penambangan emas berkembang secara signifikan pada awal abad ke-21, perusahaan asing juga mengerjakan deposit granit dan batu kapur negara itu. Ada juga tembaga dan batu mulia, besi dan timbal.

Baca Juga: Siaga Medan Perang Modern, Israel Bentuk Batalion Etrog Baru IDF, Dipastikan Lebih Kuat dan Lebih Mandiri

Tetapi, banyak deposit mineral lainnya belum dieksploitasi secara sistematis.

Lagi-lagi, selain karena lokasi simpanan yang terpencil dan kurangnya tenaga kerja terlatih; adanya sejumlah besar persenjataan yang belum meledak yang mencemari pedesaan, juga merupakan alasan yang telah menghambat investasi asing dan menghambat eksplorasi.

AS sendiri selama lebih dari 20 tahun telah menyumbangkan lebih dari $ 100 juta untuk mendukung program UXO, untuk membersihkan bom yang tidak meledak dan memberi korban akses ke pusat rehabilitasi.

Selain itu, sejumlah lembaga swadaya masyarakat, termasuk beberapa dari Amerika Serikat, telah membantu pemerintah Laos, terutama di bidang pembangunan pedesaan dan kesehatan masyarakat.

Baca Juga: Sebagian Diambil dari Nama Penemunya, Siapa Sangka Inilah Arti Nama Sepeda Motor Pertama di Dunia 'Daimler Reitwagen'

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik? Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di https://www.gridstore.id/brand/detail/27/intisari