Find Us On Social Media :

Meski Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia Tapi Terpaksa Jadi 'Anak Bawang' Sejak Kalah dalam Perang Dunia II, Inilah Pertempuran Okinawa, Pertempuran Besar Terakhir Jepang Melawan AS

By Khaerunisa, Selasa, 6 April 2021 | 19:20 WIB

Pertempuran Okinawa. (Ilustrasi) Meski Termasuk Militer Paling Kuat di Dunia Tapi Terpaksa Jadi 'Anak Bawang' Sejak Kalah dalam Perang Dunia II, Inilah Pertempuran Okinawa, Pertempuran Besar Terakhir Jepang Melawan AS

Intisari-Online.com - Jepang termasuk salah satu militer paling kuat di dunia, namun, sejak kalah dalam Perang Dunia II, ia terpaksa harus menjadi 'anak bawang'.

Jepang terikat dengan Konstitusi Pasca-Perang yang mengatur bahwa militer Jepang tidak diperbolehkan memiliki kekuatan militer ofensif atau menyerang.

Pasal Sembilan konstitusi tersebut secara eksplisit melarang Jepang mempertahankan militer atau menggunakan kekuatan internasional untuk alasan apa pun.

Jepang kini hanya mempertahankan Pasukan Bela Diri (SDF), yang dibentuk pada tahun 1954. Misinya adalah melindungi daratan Jepang.

Baca Juga: Inilah Kekuatan yang Dimiliki 10 Militer Paling Kuat di Dunia, AS di Peringkat Pertama Tapi Masih Kalah dalam Jumlah Persenjataan Ini

Terkait hal tersebut, beberapa politisi, termasuk Perdana Menteri Junichiro Koizumi (menjabat 2001-2006), telah menyarankan konstitusi Jepang, termasuk Pasal Sembilan, untuk diamandemen.

Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe (menjabat 2012-2020) juga menunjukkan tekadnya untuk merevisi Konstitusi Pasca-Perang, namun masih gagal merealisasikannya.

Mengutip japantimes.co.jp (3/5/2020), Perdana Menteri Shinzo Abe menyatakan penyesalan karena gagal mewujudkan tujuannya untuk mewujudkan amandemen pertama pada Konstitusi pasifis Jepang pada tahun 2020.

Tak bisa menggunakan kekuatan militernya secara ofensif sejak Perang Dunia II, tercatat Pertempuran Okinawa adalah pertempuran besar terakhir Jepang.

Baca Juga: Meski Tak Mau Ikut Campur dengan China, Ternyata Mau Tidak Mau Indonesia Bisa Terseret Jika Perang Pecah di Laut China Selatan, Hal Ini yang Jadi Pemicunya

Melansir history.com, Pertempuran Okinawa (1 April 1945-22 Juni 1945) adalah pertempuran besar terakhir dalam Perang Dunia II, dan salah satu yang paling berdarah.

Pada tanggal 1 April 1945, Armada Kelima Angkatan Laut dan lebih dari 180.000 tentara AS serta pasukan Korps Marinir AS turun ke pulau Pasifik di Okinawa untuk melakukan serangan terakhir ke Jepang.

Invasi tersebut adalah bagian dari Operasi Iceberg, sebuah rencana kompleks untuk menyerang dan menduduki Kepulauan Ryukyu, termasuk Okinawa.

Meskipun itu menghasilkan kemenangan Sekutu, tapi pejuang kamikaze, cuaca hujan serta pertempuran sengit di darat, laut, dan udara menyebabkan banyak korban tewas di kedua sisi.

Baca Juga: Pantas Saja Diganjar Hukuman Mati, Koruptor China Ini Sudah Garong Uang Rakyat Malah Gunakan Uangnya untuk Hidupi 140 Wanita Selingkuhannya, Kasusnya Pernah Gegerkan Negeri Panda

Pada saat pasukan Amerika mendarat di Okinawa, perang di front Eropa hampir berakhir.

Pasukan Sekutu dan Soviet telah membebaskan sebagian besar Eropa yang diduduki Nazi dan hanya beberapa minggu lagi memaksa Jerman untuk menyerah tanpa syarat .

Namun, dalam teater Pasifik , bagaimanapun pasukan Amerika masih susah payah menaklukkan Kepulauan Jepang, satu demi satu.

Setelah melenyapkan pasukan Jepang dalam Pertempuran Iwo Jima yang brutal, mereka mengarahkan pandangan mereka ke pulau terpencil Okinawa, perhentian terakhir mereka sebelum mencapai Jepang.

Baca Juga: Negara Arab Dibuka oleh Mesir, Ternyata Vatikan Negara Pertama yang Mengakui Kemerdekaan Indonesia di Antara Negara-negara Eropa

Dedaunan yang lebat, bukit, dan pepohonan seluas 466 mil persegi di Okinawa menjadikannya lokasi yang sempurna untuk tempat terakhir Komando Tinggi Jepang untuk melindungi tanah air mereka.

Jika Okinawa jatuh, maka begitu juga Jepang. Orang Amerika tahu bahwa mengamankan pangkalan udara Okinawa sangat penting untuk meluncurkan invasi Jepang yang sukses.

Namun, pertempuran itu tak mudah ditaklukan. Mengutip Britannica, dijuluki "Topan Baja" karena keganasannya, pertempuran itu adalah salah satu yang paling berdarah dalam Perang Pasifik, merenggut nyawa lebih dari 12.000 orang Amerika dan 100.000 orang Jepang, termasuk para jenderal komando di kedua sisi.

Selain itu, setidaknya 100.000 warga sipil tewas dalam pertempuran atau diperintahkan untuk bunuh diri oleh militer Jepang.

Baca Juga: Temukan Ini di Tangan Menantunya, Wanita Ini Nyaris Seret Pernikahan Anaknya ke Ujung Tanduk, Terselamatkan Justru Berkat Alur Cerita yang Bak Sinetron

Setelah berbagai persiapan di bulan sebelumnya, invasi diluncurkan pada tanggal 1 April 1945, ketika kontingen pasukan darat AS mendarat di Hagushi, di pantai barat Okinawa tengah.

Sebelum malam tiba, sekitar 50.000 orang dari Angkatan Darat ke-10 AS, di bawah komando Buckner, telah pergi ke darat dan membangun pantai sepanjang sekitar 5 mil (8 km).

Pada tanggal 4 April, pasukan Angkatan Darat AS dan Marinir telah membelah pulau itu menjadi dua.

Serangan balik besar Jepang pertama terjadi pada 6–7 April dalam bentuk serangan bunuh diri oleh lebih dari 350 pesawat kamikaze dan kapal perang Yamato.

Baca Juga: Dulu Bersahabat Baik dengan China, Kini Negara Ini Terang-terangan Tantang Tiongkok yang Semakin Kemaruk, Kirim Lusinan Kapal untuk Kuasai Wilayah Lautnya

Jepang berharap bahwa Yamato akan menghabisi armada Sekutu setelah dilemahkan oleh gelombang kamikaze, tetapi, tanpa perlindungan udara, kapal perang terbesar yang pernah dibangun itu adalah mangsa empuk bagi pesawat berbasis kapal induk Mitscher.

Tenggelamnya Yamato pada tanggal 7 April secara meyakinkan menandai berakhirnya era perang laut 'senjata besar'. Semuanya lebih efektif sebagai senjata bunuh diri udara Jepang.

Baka, yang pada dasarnya adalah rudal jelajah yang diujicobakan, memulai debutnya di Okinawa.

Baka mengklaim korban pertamanya, kapal perusak USS Abele, di laut lepas Okinawa pada 12 April.

Baca Juga: 'Olimpiade Zombie', Ngeyel Tetap Adakan Ajang Olahraga Dunia di Tengah Pandemi Covid-19, Jepang Disebut Hanya Akan Menanggung Malu, Sejarah Perang Dunia II pun Bisa Terulang Kembali

Unsur-unsur Angkatan Darat ke-10 melaju dengan hati-hati ke utara dan telah menenangkan seluruh dua pertiga bagian utara pulau itu pada tanggal 22 April.

Mereka yang telah bergerak ke selatan menuju pusat populasi utama Naha dan Shuri menghadapi perlawanan yang paling sengit.

Kemudian Shuri jatuh pada 1 Juni, dan lapangan terbang penting Naha jatuh ke tangan AS pada 6 Juni.

Meski enggan menyerah, namun, tenaga Jepang dengan cepat habis hinggapada pertengahan Juni, bagian terbesar dari garnisun pertahanan telah tewas. Pada 21 Juni, operasi tempur besar berakhir.

Baca Juga: Meski Keji dan Tangan Dingin, Vladimir Putin Ternyata Dianggap Pria Terseksi di Rusia, Pantas Saja Betah Dipimpin Sampai 2036 Mendatang

Saat Jepang terhimpit dengan jatuhnya Okinawa, pada awal Agustus 1945 Amerika Serikat 'memastikan kemenangan' dengan menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki.

Akibat bom itu, Jepang lumpuh dan tak berdaya. Terlebih, pada 8 Agustus, Uni Soviet juga menyatakan memulai perang dengan Jepang.

Akhirnya, pada 10 Agustus 1945, pemerintah Jepang pun menyerah. Mereka menyampaikan kepada Sekutu akan menyepakati Deklarasi Postdam.

Penyerahan diri Jepang secara resmi dilakukan pada 2 September 1945.

Baca Juga: Sering Jadi Bulan-bulanan China di Laut Natuna, Mengapa Indonesia Terlalu Gentar untuk Gabung 'Kuartet' Anti-China yang Punya Jaminan Uang dan Militer

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini