Penulis
Intisari-Online.com - Israel seakan tak habis-habisnya melancarkan berbagai macam aksi.
Selain mengubah peta politik Timur Tengah belakangan ini, konfliknya dengan Palestina tak kunjung juga usai.
Bahkan semakin memanas, militer Israel pada Senin (18/1) mengatakan, pihaknya telah melakukan serangan baru yang langsung menghantam fasilitas Hamas di Jalur Gaza.
Arab News melaporkan, serangan udara militer Israel tersebut adalah bentuk balasan setelah Palestina menembakkan dua roket ke Kota Ashdod, Israel.
"Sebagai respons, jet tempur menyerang sasarang militer milik organisasi terori Hamas di Jalur Gaza, termasuk situs penggalian terowongan," ungkap militer Israel dalam pernyataan Senin.
Untuk saat ini, tidak ada laporan kerusakan apa pun yang dialami Israel dari serangan roket Palestina.
Tentara Israel bahkan menunjukkan, roket mendarat di Laut Mediterania.
Sementara serangan Israel ke Palestina hari ini menyasar tanah pertanian di daerah Selatan Khan Yunis yang menyebabkan kerusakan.
Beruntung, tidak ada korban luka dan korban jiwa.
Warga Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang dikuasai Israel saat ini sedang menyongsong pemilihan legislatif dan presiden masing-masing pada Mei dan Juli nanti.
Ini merupakan pemilihan umum yang pertama dalam 15 tahun terakhir.
Israel dan Palestina kembali memanas
Pekan lalu, sebuah tank Israel menembaki sebuah pos militer Hamas di Jalur Gaza Selatan.
Tentara Israel mengklaim, itu merupakan serangan balasan setelah kendaraan militer mereka ditembaki pasukan lawan.
Melansir Arab News, pada Desember lalu bahwa pasukan Hamas dan Jihad Islam menggelar latihan militer bersama di wilayah pesisir, di mana mereka menembakkan roket ke laut.
Ini juga menjadi latihan gabungan pertama kedua pihak.
Dalam latihan tempur tersebut, pasukan Palestina juga mensimulasikan berbagai skenario pertempuran dengan pasukan Israel untuk mempersiapkan diri.
Latihan tempur tersebut sekaligus menandai peringatan perang Hamas-Israel pertama yang terjadi tahun 2008.
Sejak saat itu, kedua pihak telah berperang dua kali, masing-masing tahun 2012 dan 2014.
Normalisasi dengan Israel
Pada tahun 2020, Uni Emirat Arab (UEA), Bahrain, Sudan, dan Maroko mengumumkan perjanjian normalisasi yang kontroversial dengan Israel.
Itu mengikuti langkah-langkah beberapa dekade lalu oleh Mesir dan Yordania, yang masing-masing menandatangani kesepakatan dengan Israel pada tahun 1979 dan 1994.
Selama upacara Gedung Putih pada 15 September, UEA dan Bahrain menandatangani kesepakatan yang disponsori AS, yang secara resmi dikenal sebagai Abraham Accords, untuk menjalin hubungan diplomatik dengan Israel.
"Harus diakui bahwa UEA dan Bahrain menormalisasi hubungan dengan Israel di tingkat resmi."
"Tapi normalisasi di tingkat rahasia sudah ada sejak lama," kata Ateq Jarallah, seorang peneliti Yaman, kepadaAnadolu Agency.
Dia mengutip tekanan AS dan kelemahan negara-negara Arab dan lembaga-lembaga Islam untuk kedua negara Teluk yang menormalisasi hubungan dengan Israel.
"Orang-orang Arab tidak berada pada level yang sama dalam oposisi dan penolakan terhadap normalisasi."
"Jadi UEA menemukan kesempatan ini untuk secara resmi mengumumkan normalisasi dengan Israel," katanya.
(*)