Penulis
Intisari-online.com -Pasukan Indonesia memang tak bisa dipandang sebelah mata, hal itu terbukti dari beberapa kali membuat pasukan elit dunia mengakuinya.
Kopassus (Komando Pasukan Khusu) TNI AD, menjdi pasukan elit yang patut dibanggakan.
Seperti misalnya misi Kopassus di Kalimantan pada 1964, yang dimuat dalammajalah Intisari.
Antara tahun 1961-1966, ketika konfrontasi antara Indonesia-Malaysia terjadi, hingga memicu konflik bersenjata di perbatasan baik berupa penyusupan pasukan gerilya dan reguler.
Presiden Soekarno mengumandangkan untuk menggempur Malaysia dalam rapat raksasa di Jakarta 3 Mei 1954.
Presiden Soekarno mengumumkan peruntah Dwi Komando Rakyat (Dwikora).
Poin pertama adalah pentiggi ketahanan revolusi Indonesia, kedua adalah perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia.
Komando tempur Dwikora dipercayakan pada Panglima Angkatan Udara Laksamana Madya Omar Dhani, yang mempersiapkan operasi militer terhadap Malaysia.
Sebagai panglima KOGA, Omar Dhani bertanggung jawab kepada panglima Tertinggi ABRI/KOTI, Presiden Soekarno.
Tapi sebelum KOGA dibentuk, aksi penyusupan dilancarkan oleh sukarelawan Indonesia sudah berlangsung cukup lama.
Operasi penyusupan digelar Indonesia ke wilayah perbatasan Malaysia sesungguhnya merupakan operasi yang berbahaya.
Musuh yang dihadapi pada saat itu, merupakan pasukan yang terlatih dan berpengalaman di medan perang.
Militer Malaysia dibantu pasukan Inggris, dan negara persemakmuran seperti Selandia Baru, Australia, yang tidak mudah dihadapi pasukan gerilya.
Mereka menyamar menggunakan senjata terbatas.
Gerilyawan Indonesia terdiri dari sukarelawan yang harus menghadapi pasukan Gurkha dan SAS Inggris, yang sangat berpengalaman.
Selain itu garis perbatasan Indonesia-Malaysia sepanjang 1.000 km juga tidak mungkin hanya diamankan oleh pasukan gerilya.
Bagi panglima Angkatan Darat Letnan Jenderal Ahmad Yani, situasi medan tempur itu sangat menyulitkan.
TNI AD juga sudah mengirimkan Batalyon II RPKAD (nama satuan Kopassus saat itu) untuk mengamankan perbatasan.
Menurut buku Benny Moerdanu, Letjen Ahmad Yani kemudian memanggil personel andalan RPKAD yang sukses memimpin perang gerilya di Irian Barat, Benny Moerdani.
Dia diberi tugas untuk mengorganisasi dan menangkap penyusupan pasukan Inggris.
Tugas Benny sangat rahasia dia berangkat tidak menggunakan identitas Kopassus, Benny berangkat hanya membawa tim kecil dari Cijantung.
Tujuannya adalah mengamati rute penyerbuan yang bisa dipakai induk pasukan, kawan itu menjadi pertama kalinya operasi Benny dan timnya di Sarawak-Kalimantan Barat.
Setelah sesuai dengan sasaran yang diserbu oleh RPKAD dan satuan lainnya pasukan Benny melakukan tugas berpindah-pindah.
Selama melaksanakan misi, secara terang-terangan mereka juga membantu TNKU dengan taktik penyamaran.
Pasukan itu mengenakan seragam TNKU dan mulai melakukan perang gerilya terhadap pasukan Inggris.
Pasukan TNKU yang dipimpin Benny berisikan pasukan RPKAD alias Kopassus langsung menunjukkan kehebatan mereka.
Tidak peduli musuh adalah pasukan elit dunia SAS yang dibanggakan Inggris, dalam serangan itu TNKU berhasil menawan satu pasukan SAS dan menembak mati satu orang, sementara dua musuh melarikan diri.
Peristiwa tertawannya SAS itu disampaikan kepada Letjen Ahmad Yani, ini merupakan peristiwa penting.
Karena pasukan SAS yang tertangkap terluka, dia dikirim ke Jakarta untuk kepentingan propaganda.
Bukti pasukan SAS tertawan membuat Inggris mengambil sikap terhadap kebijakan militernya di perbatasan Kalimantan-Malaysia.
Namun, karena kurangnya transportasi dan sarana kesehatan pasukan SAS yang tertawan mati, dan meninggal sebelum dikirim ke Jakarta.
Anggota SAS itu kemudian dimakamkan di tengah hutan Kalimantan dan hanya diberi tanda pengenal kalung dan persenjataanya dikirim ke Jakarta sebagai bukti.