Find Us On Social Media :

Hidupnya Nelangsa Bak Hidup di Neraka, Inilah Pengakuan Seorang Pembelot Korut yang Hidup Melarat di Bawah Rezim Kim Jong-Un, Satu Keluarga Tewas Kelaparan dan Sehari-hari Makan Tikus

By Khaerunisa, Rabu, 9 September 2020 | 15:15 WIB

Grace Jo, pembelot Korea Utara.

Intisari-Online.com - Cerita yang diungkapkan para pembelot Korea Utara merupakan satu dari sedikit sumber informasi tentang kehidupan di negara pimpinan Kim Jong-un.

Korea Utara yang kini dipimpin diktator Kim Jong-un memang terkenal sebagai negara paling terututup di dunia.

Negara ini begitu menyaring informasi yang keluar, Kim Jong-un menerapkan aturan ketat, bahkan untuk para wisatawan.

Namun, kebanyakan dari cerita para pembelot tentang Korea Utara adalah cerita memilukan.

Baca Juga: Korut Ulang Tahun ke 72, Rupanya Beginilah Perjuangan Kim Il Sung Dirikan Korut hingga Disebut 'Pemimpin Agung', Pernah Berhasil Bikin Rakyatnya Sejahtera

Tentang nyawa yang dapat berada di ujung tanduk setiap saat karena aturan ketat, maupun karena ancaman kelaparan.

Salah satunya datang dari seorang pembelot bernama Grace Jo.

Mengutip Wartakotalive yang melansir CBS News (19/4/2020), pada tahun 2018 silam, Grace Jo sempat menjadi perbincangan hangat.

Sebab, wanita ini merupakan seorang pembelot Korea Utara yang pindah ke Amerika Serikat, negara saingan Korut.

Baca Juga: Triknya Sukses Kadali China, Tak Disangka Pesawat yang Dikira Milik Malaysia Ini Ternyata Pesawat Mata-mata AS, Sukses Menyusup ke Daerah Rawan Ini

Kenekatan wanita ini untuk pergi dari Korea Utara tentu bukan tanpa alasan.

Rupanya, ada kisah pilu di balik keputusannya meninggalkan Korea Utara.

Grace mengaku kehilangan sebagian besar anggota keluarganya karena kelaparan.

Sementara ayahnya dibunuh oleh negara.

Di tengah keputusasaan untuk menyelamatkan anak-anaknya yang tersisa, ibu Grace Jo membelot ke China, lalu mereka pada akhirnya bermukim di AS.

Baca Juga: BERITA DUKA: Pendiri KG Jakob Oetama Tutup Usia di Usia 88 Tahun

Berbicara kepada CBS News, Grace menceritakan kenangan yang masih tersisa dari kehidupannya di Korea Utara.

"Saya duduk di pinggir jalan," kenangnya.

"Dan kami menjual ikan kering karena saat itu kami tidak punya nasi untuk dimakan."

"Aku hanya kelelahan, setelah jalan tanpa energi, ungkapnya.

Baca Juga: India Langsung Kalang Kabut Pas Tahu China dan Pakistan Kerja Sama, Konflik Perbatasan Bisa Berakhir Jadi Konflik Nuklir, Ini Penyebabnya

Seperti kebanyakan warga Korea Utara seusianya, Grace Jo tumbuh di saat bencana kelaparan melanda.

Untuk diketahui, ada pertengahan 1990-an, bencana kelaparan melanda negara itu dan jutaan orang mati kelaparan.

Tercatat selama empat tahun lamanya (antara tahun 1994 hingga 1998) terjadi bencana kelaparan di Korea Utara.

Spada masa itu, Grace menceritakan bahwa ia hanya makan satu kali selama seminggu.

Baca Juga: Konflik Indonesia dan OPM Diklaim Paling Mematikan, Mega Proyek Jokowi untuk Pembangunan Papua Ini Malah Disebut Sebagai Biang Kerok Utamanya

Nasi adalah yang biasanya mereka makan, namun tak jarang pula mereka hanya memakan apa yang dapat mereka tangkap. Misalnya bayi tikus.

Ayah Grace Tertangkap saat Menyelinap ke China

Ketika bencana kelaparan semakin menjadi, ayah Grace Jo menyelinap ke China untuk meminta bantuan kerabat jauh.

Namun malang baginya, karena sekembalinya ke rumah, ia ditangkap oleh otoritas Korea Utara dan dipukuli sampai mati.

Baca Juga: Keren! LaLiga Spanyol akan Hadirkan Teknologi Suporter Virtual

Ketika ayah Grace tak bisa kembali membawa makanan, orang-orang yang menantinya di rumah pun kelaparan.

Sang nenek meninggal karena hal itu, juga adik-adik Grace.

"Nenekku, dia meninggal karena kelaparan."

"Dua adik laki-lakiku juga meninggal karena kelaparan," kata Jo.

Baca Juga: Tak Pernah Potong Rambut Sejak Lahir, Viral Video Seorang Gadis Punya Rambut Panjang Bak Rapunzel, Sebut Tradisi Turun-temurun Keluarga

Melihat satu per satu anggota keluarga meninggal, Jo membelot bersama ibu dan saudara perempuannya ke China.

Namun aksi itu dibayar mahal karena salah satu saudara laki-lakinya harus tetap tinggal di Korea Utara.

Perjalanan Penuh Liku untuk Meraih 'Kebebasan'

Upaya keluar dari Korea Utara pun bukan perkara mudah.

Ketika membelot ke China, Grace Jo bercerita bahwa perjalanan itu memakan waktu berbulan-bulan. Lebih lama dari yang diharapkan.

Baca Juga: Di Korut Jenazah Korban Kelaparan di Jalan-jalan adalah Hal Biasa, Pembelot Korea Utara Sebut Kim Jong Un Dewa yang Bisa Baca Pikiran, Warganya Tak Tahu Konsep Cinta dan Pertemanan

Ketika mereka ingin bergabung dengan kelompok, mereka sudah terlambat.

Pengalaman pilu yang dirasakan Grace dalam perjalanannya keluar Korea masih berlanjur, Grace Jo diusir ke jalanan.

"Teman ibuku seharusnya mengawasi aku, tetapi mengusir aku ke jalan," kenangnya.

Tragisnya, saat itu, Grace Jo masih berusia 5 tahun dan pengalamannya masih kecil di antara orang Korea Utara lainnya.

Baca Juga: Seorang Pemuda India Bunuh Diri Gara-gara Kecewa Game PUBG Mobile Diblokir

Grace Jo ingat bahwa tidak hanya keluarganya yang menderita dan kehilangan nyawa.

Namun ratusan warga Korea Utara lainnya.

"Tidak hanya keluarga saya meninggal, ada ratusan keluarga lainnya yang kehilangan anggota keluarga mereka," kata Jo.

Beruntung Grace selamat dan sampai di China.

Setelah sampai di China, keluarganya mengajukan status pengungsi dan bermukim di Amerika Serikat.

Baca Juga: Selama 16 Tahun Buat Kehancuran dan Kekacauan di Irak, Trump dan Pentagon Akhirnya Setuju Tarik 3.500 Tentara AS dari Irak, 'Kami Ingin Mengakhiri Perang'

Pada tahun 2013, dia resmi menjadi warga negara Amerika Serikat.

"Saya mengatakan bahwa hidup saya benar-benar berubah setelah saya datang ke Amerika," katanya.

"Tidak lagi anak yang kelaparan," katanya.

Kabur dari Korea Utara dan hidup di Amerika, Grace tumbuh sehat, seolah ia tak pernah mengalami kelaparan yang menyiksa.

Bahkan, orang lain tak percaya saat tahu Grace Jo adalah seorang pengungsi.

Baca Juga: Membanggakan! Profesor Muda Asal Indonesia Ini Tercetak Sebagai Dosen Terbaik di Kampus Jerman, Sederet Karyanya Sampai Dipakai Kota-kota Besar Dunia, Berikut Daftar Prestasinya

keberuntungan lain yaitu bahwa Grace dapat bekerja sebagai asisten dan penasehat gigi di sana meski tidak pernah mendapatkan pendidikan formal di Korea Utara.

Ia pun menganggap kehidupannya kini sebagai kebebasan.

"Kurasa inilah yang disebut kebebasan," kata Jo.

Ia dan keluarganya begitu menghargai kehidupan yang kini dapat dijalaninya.

Terbebas dari kelaparan, meski banyak hal telah hilang dari hidupnya, yaitu para anggota keluarganya.

Baca Juga: Disebut Miliki Paras Sempurna dan Ketangguhan di Atas Rata-rata, Ternyata Wanita Yahudi Dicap Memiliki Kemampuan Mentereng dari Jago Berperang hingga Kuasai Kursi Pemerintahan

(*)

 

Ingin mendapatkan informasi lebih lengkap tentang panduan gaya hidup sehat dan kualitas hidup yang lebih baik?Langsung saja berlangganan Majalah Intisari. Tinggal klik di sini