Penulis
Intisari-Online.com -Ketika sebagian besar orang di kawasan Asia Pasifik fokus pada Covid-19 dan Laut China Selatan, sekelompok teroris justru bertindak semakin beringas tanpa ada perlawanan berarti.
Aksi sekelompok teroris yang dikenal kejam dan tak segan memenggal kepala korbannya ini diketahui meninggak dua kali lipat dalam beberapa bulan terakhir.
Banyak yang menduga pemicunya adalah semakin lengahnya para petugas yang menjaga keamanan laut di kawasan Asia Pasifik.
Selain karena tersedot oleh konflik di Laut China Selatan, perhatian dan dana pertahanan kebanyakan negara Asia Pasifik juga teralihkan untuk penanganan waban Covid-19.
Ya, seperti kita ketahui, wabah Covid-19 memaksa WHO mengeluarkan status pandemi pada bulan Maret lalu.
Merebaknya penyakit ini mulai menunjukkan bahwa masalah kesehatan punya kaitan yang erat pada aspek sosial dan politik.
Kondisi maritim di kawasan Asia Pasifik jadi jadi salah satu yang terdampak.
Wilayah strategis ini sekarang menghadapi banyak tantangan di tengah banyaknya insiden di wilayah perairan.
Hal ini membuat banyak negara di wilayah ini cukup kesulitan dalam membagi fokus antara menyelesaikan masalah kesehatan akibat Covid-19 dan masalah kedaulatan wilayah di Laut China Selatan.
Dikutip dari The Strategist, pusat informasi Regional Cooperation Agreement on Combating Piracy and Armed Robbery against Ships in Asia (ReCAAP) melaporkan adanya peningkatan jumlah insiden perampokan dan pembajakan kapal laut pada periode Januari-Juni 2020. Jumlahnya bahkan dua kali lipat lebih banyak dari periode yang sama di tahun 2019.
Pasukan keamanan seperti Eastern Sabah Security Command juga memberi peringatan tentang meningkatnya risiko kelompok teroris Abu Sayyaf untuk menargetkan kapal-kapal yang berlayar di laut Sulu dan Sulawesi.
Sementara tantangan maritim ini menuntut respons keamanan secepat mungkin, negara-negara di Asia Pasifik justru disibukkan dengan upaya memerangi Covid-19 di wilayah masing-masing.
Dengan mengerahkan lebih banyak sumber daya ke pengendalian Covid-19, banyak negara yang terpaksa memangkas anggaran dari sektor lain, termasuk pertahanan.
Sebagai contoh, dikutip dari The Strategist, anggaran pertahanan Indonesia telah diturunkan sebesar 7% dan Thailand diturunkan hingga 8%.
Asyura Salleh, Vasey Fellow di Pacific Forum dan penasihat keamanan maritim di Yokosuka Council juga menjelaskan beberapa upaya lain yang diambil sejumlah negara untuk merespon tantangan domestik maupun eksternal.
Malaysia menerapkan 'Ops Benteng' yang terintegrasi untuk meningkatkan penegakan hukum di sepanjang batas laut dan darat.
Di Filipina, RUU kontroversial yang dirancang untuk memperkuat upaya kontraterorisme negara akhirnya mulai diberlakukan sejak 18 Juli lalu.
Latihan angkatan laut gabungan Southeast Asia Cooperation and Training (SEACAT) juga merubah prosedur pelaksanaannya melalui virtual.
Meskipun menghadapi banyak batasan, tapi program SEACAT tetap berusaha untuk saling berbagi informasi dan koordinasi multilateral di antara pasukan angkatan laut yang ada di wilayah Asia Tenggara.
Secara tidak langsung Covid-19 telah memberikan tekanan yang cukup kuat pada kestabilan politik dan sosial negara-negara Asia Pasifik.
Periode pandemi yang sangat panjang juga mengancam stabilitas anggaran nasional sekaligus menggoyang kemampuan mereka dalam melindungi zona ekonomi eksklusif.
Pada akhirnya Covid-19 bukan lagi sekadar masalah kesehatan, tetapi juga menjadi masalah maritim yang sangat serius.
Artikel ini sudah tayang di kontan.co.id dengan judul "Covid-19 membuat keadaan maritim Asia Pasifik jadi semakin rawan".