Penulis
Intisari-Online.com - Siapa yang tak mengenalgangster Yakuza asal Jepang?
Diketahui,anggota gangster Yakuza memiliki ciri khas.
Yang paling umum adalahtato yang berada hampir di sekujur tubuhnya.
Namun, sebenarnya ada satu ciri lain dari anggota gangster terbesar di Jepang ini, yaitu jari kelingking mereka yang biasanya terpotong.
Ada kisah tersendiri dari terpotongnya jari kelingking mereka tersebut. Berikut kisah lengkapnya.
--
Bagai sebuah perusahaan raksasa, kelompok Yamaguchi mempunyai 35 cabang di 46 prefektur, yang semua dikendalikan dari kota Tokyo, oleh kelompok Sumiyoshi Rengo yang mempunyai 6735 anak buah.
Pemimpin kelompok bandit yang nomor dua terbesar di Jepang ini adalah Masao Hori (56 tahun).
Dan masih ada 108 pemimpin kelompok kecil yang sudah bersumpah setia dengan cara saling bertukar piala sake.
Seorang di antaranya bernama Haruo Numazawa. Dialah yang akan kita kunjungi kali ini.
Mungkin lebih mudah minta bertemu dengan Teno Heika (kaisar) daripada pemimpin gangster ini.
Untungnya kami berhasil menemukan orang yang mengenalnya.
Dengan taksi kami melaju ke salah satu bagian kota Tokyo, Sumida-Ku. Pengantar kami memberi tahu supir jalan-jalan kecil yang harus dilalui.
Kedatangan kami disambut seorang pemain sumo muda yang gemuk.
Pasti di sekitar sini juga terdapat tempat latihan bagi pemain sumo ini, olahraga yang paling populer sejak dulu di Jepang.
Di sudut, di depan sebuah rumah kokoh yang berpagar tembok, diparkir sebuah mobil Lincoln putih.
Di jalan sebelum rumah itu lima orang lelaki menunggu kedatangan kami: rambut berpotongan pendek, kemeja tidak dikancing, seorang di antaranya bahkan memasukkan tangannya ke saku baju ketika membungkuk.
Pintu terbuka, tuan rumah tampak berdiri di tengah ruang tamu dan mengucapkan selamat siang kepada kami.
"Konnichiwa, Haruo Numazawa", pemimpin sindikat mengucapkan selamat datang.
Kedua pengawalnya tetap tinggal dalam ruangan yang tidak berjendela dan mirip bioskop itu.
Haruo Numazawa (50), menikah dan mempunyai dua putri. Ia pemimpin gang yang mempunyai 200 anak buah.
Dia suka sumo, dan suka memberi upah pada "orang-orang besar" ini, gemar main golf dan seperti gangster umumnya, sok pamer.
"Pada waktu penguburan Taoka, Anda tampaknya begitu dihormati".
"O, ya, terima kasih. Anda melihatnya?" Dia tersenyum mendengar pujian ini. Kedua pengawalnya pun ikut tersenyum.
"Dari mana Anda memperoleh uang?".
"Ya, saya sudah 30 tahun mempunyai pekerjaan tetap. Kini saya memiliki beberapa buah gedung, restoran, klub dan memberi kredit".
Badan keuangan Jepang menaksir, omzet "perusahaan Yakuza" sekitar 12 sampai Rp3,48 trilyun sampai Rp4,06 trilyun. Dua kali omzet Sony.
Tidak semuanya ilegal.
Para Yakuza menanamkan uang yang tidak halal di restoran-restoran, night club, perusahaan film dan kasino atau di tempat-tempat mandi uap, supaya bisa "dicuci bersih".
"Apa yang paling banyak menghasilkan?" "Main judi. Di Jepang, orang tidak boleh main judi."
"Namun kami sering juga mengorganisir permainan ini untuk teman-teman saja."
"Taruhannya tinggi. Seringkali ratusan ribu diletakkan begitu saja di meja.
"Saya pernah tertangkap dan dipenjarakan setahun".
"Menurut polisi, dewasa ini para Yakuza banyak memperoleh uang dari narkotika".
"Memang benar, tapi bukan obat bius yang berat."
"Paling-paling hanya amphetamine, obat penenang. Kebanyakan preparat Jerman yang masuk melalui Hongkong dan Filipina."
"Langganan kami terdiri dari supir taxi, hostess bar dan manager yang ingin tetap segar."
"Apakah Anda juga terlibat dalam bisnis ini?".
Numazawa tersenyum: "Saya baru saja membuka sebuah biro perjalanan di Manila".
Namun usaha paling besar berada dalam negeri sendiri.
Belum lama ini seorang gangster berhasil memperoleh paten sebuah permainan computer teve.
Dengan pertolongan seorang pengacara yang pandai dia berhasil memperoleh paten sebuah permainan semacam pachinko, yang terdapat di tempat-tempat minum dan arena-arena permainan.
Dari setiap pemilik alat permainan itu mereka setiap bulannya meminta Rp. 8700,— sebagai "iuran lisensi".
Polisi memperkirakan pendapatan mereka setiap tahunnya sekitar 29 milyar rupiah.
Seorang dari Sumiyoshi-Rengo, resminya makelar barang tak bergerak, menerima 638 juta rupiah untuk pembelian sebuah gedung dari sebuah perusahaan besi baja.
Seorang anggota parlemen partai pemerintahlah yang menghubungkan makelar dengan perusahaan itu.
Tetapi ternyata kontraknya tidak berlaku, karena gedung itu sudah lama dijual.
Yakuza pun ditangkap dan tokoh politik itu tidak mau mengakui bahwa dia perantaranya.
"Banyakkah kawan Anda di antara politikus?" tanya saya pada Numazawa.
"Kami mempunyai hubungan dengan mereka, tetapi sebaiknya kita tidak usah membicarakan hal itu."
"Saya menghormati kaisar."
"Kami, Yakuza termasuk golongan kanan dan kami berjuang melawan komunis".
"Apakah Anda juga membantu perekonomian?" "Ya, saya melakukan apa yang dapat saya lakukan."
"Dengan kehadiran kami pada rapat pemegang saham, kami menolong para pemimpin perusahaan sehingga rapat dapat berlangsung dengan tenang."
Baca Juga: Disebut Sedang Kritis, 'Korea Utara Akan Ditutup Jika Terjadi Sesuatu yang Buruk pada Kim Jong Un'
Para pemimpin perusahaan Jepang tidak suka orang terlalu banyak bertanya. Karena itu mereka menyewa apa yang disebut "Sokaiya".
Untuk bisa masuk rapat pemegang saham, mereka diberi saham.
Tuan-tuan yang disewa ini akan membungkamkan orang yang terlalu banyak bertanya.
Karena itu 95% dari rapat semacam itu hanya berlangsung selama 30 menit.
Bila Anda butuh pertolongan, datang saja pada Yakuza
Haruo Numazawa minta dihidangkan Sushi, ikan mentah dengan nasi, kepiting, jamur dan telur burung camar.
Setelah menghabiskan beberapa gelas Whisky-Santory, suasana makin terasa santai. Boss tersenyum, begitu juga pengawalnya.
"Bagi kami, bila Anda membutuhkan pertolongan, berusahalah sendiri dulu."
"Bila tidak berhasil, minta pertolongan pengacara. Bila tidak juga menolong, datang saja pada Yakuza."
"Kami juga yang menjaga keamanan di daerah kami."
"Mereka yang memiliki restoran dan toko, cukup membayar kami beberapa Yen saja, kami pun akan melindungi usaha mereka. Begitulah".
Haruo Numazawa bersandar dengan rasa puas.
“Bila ada yang tidak puas dengan sikap anak buah saya, berarti ia harus kehilangan sebuah jarinya.”
Inilah ciri khawa kaum Yakuza, sebagai tanda penyesalan atau bukti kesetiaan tanpa pamrih, seorang anak buah, mengorbankan potongan jari kelingking pada “Bapak”.
Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Desember 1981.