Penulis
Intisari-online.com - Pada hari ini Rabu (25/3) kabar duka datang dari keluarga Presiden Indonesia Joko Widodo.
Sang ibu Sudjiatmi Notomihardjo meningga pada pukul 16.45 Wib di Solo sore tadi pada usia 77 tahun.
Semasa hidupnya banyak kisah menarik dan inspiratif tentang ibunda Presiden RI ini termasuk bagaimana caranya mendidiknya hingga sukses menjadi orang nomor satu di tanah Air.
Dikisahkan, semasa belajar di SDN 111 Tirtoyoso, Jokowi mengaku jarang belajar.
Baca Juga: Berolahraga 20 Menit yang Dapat Anda Lakukan Saat Social Distancing, Mau Coba?
Namun, dia sering juara kelas. Kepintarannya semasa di bangku SD itu akhirnya mengantarkannya masuk ke SMPN 1 Surakarta, SMP terfavorit di kota Solo pada 1974.
Laiknya murid-murid SMPN 1 lainnya, cita-cita Jokowi adalah lulus dan meneruskan ke SMAN 1 Surakarta, sekolah terfavorit untuk kategori SMA di Solo. Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat diraih.
Jokowi yang pintar itu tidak lolos seleksi. Dia diterima di SMAN 6 (dulu bernama Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan).
Semangat Jokowi kontan luruh. Dia malu dan kecewa mengingat kala itu SMAN 6 baru berdiri, belum teruji kualitasnya.
Baca Juga: BREAKING NEWS: Ibunda Presiden Jokowi Meninggal Dunia
Jokowi masuk sebagai angkatan pertama. Apa yang bisa dibanggakan, coba?
Maka Jokowi pun mogok makan dan mengurung diri di kamar saking sedihnya. Ibu, bapak, dan pamannya membujuknya agar mau sekolah, tapi Jokowi bergeming.
Seperti dikisahkan Sujiatmi di buku Saya Sudjiatmi, Ibunda Jokowi, dia sampai mengajukan tawaran kepada anak sulungnya itu untuk bersekolah di sebuah SMA di Sukoharjo.
Setelah enam bulan akan dicoba pindah ke SMAN 1. Tapi Jokowi menolak. Salah seorang kerabat Jokowi juga datang menawari untuk masuk ke SMAN 1 dengan uang pelicin. Lagi-lagi Jokowi menolaknya.
Ini bukan sekadar perkara masuk ke SMA impian, tapi lebih ke sebuah penolakan dan kandasnya sebuah cita-cita.
Medio 1977 itu diakui Sudjiatmi merupakan masa-masa yang berat baginya.
Jokowi akhirnya mau masuk sekolah di SMAN 6, tapi ia lebih sering bolos dan mengunci diri di kamar. Bahkan Jokowi sampai sakit tipus segala.
Sujiatmi pun pasrah. Dia hanya bisa menasihati Jokowi agar jangan patah semangat.
Meski bersekolah di SMA yang tidak favorit, bukan berarti ia tidak akan bisa kuliah di universitas favorit kelak. Tentu saja, dengan syarat mesti rajin belajar.
Syukurlah, kala Jokowi menginjak kelas 2 dia dapat mengatasi kesedihannya. Dia mulai rajin belajar.
Prestasi sebagai juara kelas mulai sering diraih. Ada satu tekad Jokowi kala itu, yakni harus mampu menembus universitas favoritnya, Universitas Gadjah Mada (UGM), Fakultas Kehutanan Jurusan Teknologi Kayu.
Bukannya apa-apa, tumbuh dan berkembang di lingkungan usaha kayu dan bambu membuatnya jatuh cinta pada dunia perkayuan.
Tak ingin melihat anak kesayangannya “jatuh”lagi, maka Sudjiatmi menyuruh Jokowi mengikuti bimbingan belajar selama sebulan sebelum tes masuk ke UGM. Hasilnya, Jokowi diterima.
Dia menyelesaikan kuliah dalam waktu 4,5 tahun; salah satu mahasiswa yang lulus tercepat di Jurusan Teknologi Kayu Fakultas Kehutanan UGM.
Itulah saat Jokowi muda patah hati. Bukan, bukan karena perempuan, tapi karena tidak masuk sekolah favorit yang dicita-citakan.