Selama ini Dianggap Mirip SARS dan MERS, Covid-19 Dikhawatirkan Ilmuwan Akan Jadi Penyakit yang Lebih Mematikan, ini Penjelasan Ilmuwan

May N

Penulis

Intisari-online.com -Novel Coronavirus 2019 atau nama resminya Covid-19 telah merebak ke hampir semua negara.

Virus Corona awalnya adalah virus yang 'sekeluarga' dengan virus yang sebabkan SARS dan MERS.

Namun hanya dalam hitungan bulan, jumlah penderita Covid-19 melonjak dengan tajam, mengalahkan jumlah penderita SARS.

Dilansir dari penjelasan visual South China Morning Post, tingkat kefatalan virus Corona per 28 Februari mencapai 3.4%.

Baca Juga: Presiden Jokowi Konfirmasi 2 WNI Positif Virus Corona di Jakarta: Ini 4 Cara Penularan Virus Corona, Waspada!

Tingkat kefatalan dilihat dari perbandingan kasus penderita terinfeksi dengan kasus penderita yang meninggal.

Jika kefatalan SARS capai 10% (843 kasus meninggal dari 8437 penderita), maka kefatalan virus Corona bisa dianggap lebih rendah dari kasus SARS.

Namun yang menjadi kekhawatiran para ilmuwan saat ini adalah betapa besar jumlah penderita virus Corona di dunia.

Virus umumnya memiliki fase hidup yang relatif singkat, dengan masuk ke tubuh inangnya kemudian keluar lagi mencari inang baru untuk teruskan fase hidupnya.

Baca Juga: Bisa Bahaya, Jangan Pernah Masukkan 12 Benda Ini ke dalam Microwave, Beberapa di antaranya Sering Dilakukan!

Jika tidak, virus akan dorman.

Kini, ilmuwan khawatirkan perkembangan Covid-19 yang jauh lebih mengerikan.

Jika virus umumnya bersarang di tubuh inang dalam waktu yang relatif singkat, virus Corona tunjukkan pengecualian.

Virus SARS masuk ke tubuh manusia dengan cara terikat dengan protein reseptor bernama ACE2 yang ada di membran sel manusia.

Baca Juga: Indonesia Positif Corona: Intelijen Israel Sebut Virus Corona Merupakan Senjata Biologi Buatan China yang 'Melarikan Diri' dari Lab Penelitian di Wuhan

Beberapa penelitian awal terkait virus Corona tunjukkan virus ini masuk ke tubuh dengan cara yang sama, lebih-lebih 80% dari struktur genetis virus Corona mirip dengan virus SARS.

Namun, protein ACE2 tidak diproduksi dalam jumlah banyak di tubuh orang sehat, dan inilah yang sebabkan terbatasnya penyebaran wabah SARS tahun 2002-2003 silam.

Sementara itu, virus menular lain, termasuk HIV dan Ebola, menarget enzim bernama furin yang berfungsi sebagai aktivator protein di tubuh manusia.

Banyak protein di tubuh yang sifatnya inaktif atau dorman dan harus dipacu dengan enzim untuk dapat berfungsi.

Baca Juga: Positif Virus Corona, 2 WNI Ini Dirawat di Jakarta: Kata Ilmuwan, Perokok Lebih Berisiko Tinggi Terinfeksi Virus Corona, Ini Alasannya

Saat melihat urutan genom virus Corona, Profesor Ruan Jishou dan timnya di Universitas Nankai, Tianjin, temukan bagian gen yang bermutasi.

Gen tersebut tidak ada di virus SARS tetapi ada di virus HIV dan Ebola.

"Temuan ini tunjukkan jika 2019-nCoV mungkin secara signifikan berbeda dari virus SARS dalam cara infeksinya," ujar para ilmuwan di jurnal yang dipublikasikan bulan ini di Chinaxiv.org, sebuah platform ilmuwan China untuk mengakses jurnal penelitian sebelum direview oleh pihak luar China.

"Virus baru ini mungkin gunakan mekanisme 'kemasan' seperti HIV".

Baca Juga: Merasa Dikhianati, Mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad Berang dan Katakan Muhyiddin Bukan Perdana Menteri yang Sah

Menurut studi baru, mutasi yang terjadi dapat menghasilkan struktur yang dikenal sebagai duplikasi dari lonjakan protein virus Corona.

Protein tersebut digunakan virus untuk menempel pada sel inang, tetapi normalnya protein tersebut akan inaktif.

Struktur duplikasi dari protein tersebut bekerja menipu enzim furin manusia, menjadi protein yang 'menyamar' (dari proses pembelahan), sehingga furin akan mengaktivasi protein yang menyamar tersebut.

Hasilnya, perpaduan langsung terjadi antara virus dan membran sel manusia.

Baca Juga: Indonesia Positif Corona, Hati-hati, Masker Tak Bisa Mencegah Penyebarannya, Bahkan Bisa Jadi Justru Meningkatkan Risiko Tertular

Cara mengikat ini dibandingkan dengan cara SARS masuk ke tubuh manusia adalah 100 sampai 1000 kali lebih efisien.

Penemuan Profesor Ruan ini dikonfirmasi oleh penelitian lanjutan dipimpin oleh Profesor Li Hua dari Universitas Teknologi dan Ilmu Pengetahuan Alam Huazhong, Wuhan.

Mutasi ini tidak ada di virus SARS, MERS atau Bat-CoVRaTG13, virus Corona dari kelelawar yang awalnya dianggap sebagai sumber virus Corona baru dengan 96% kesamaan di genomnya.

Ini mungkin alasan mengapa Covid-19 atau SARS-CoV-2 lebih masif menginfeksi manusia daripada keluarga virus Corona yang lain.

Baca Juga: Meski Indonesia Sudah Positif Corona, Tak Semua Orang Perlu Pakai Masker untuk Cegah Virus Corona, Begini Penjelasannya!

Selain dari kedua penelitian dari China, ada penelitian dari Perancis yang dilakukan oleh Etienne Decroly di Universitas Aix-Marseille, yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Antiviral Research pada 10 Februari, yang temukan 'penipu enzim furin' yang tidak ditemukan di virus Corona lainnya.

Penelitian mengenai pergerakan virus masih dilakukan dan diperlukan bukti lain termasuk beberapa eksperimen.

Oleh sebab itu, obat HIV yang menarget enzim furin menjadi potensial untuk hentikan merebaknya perbanyakan virus di tubuh manusia.

Obat-obat tersebut antara lain Indinavir, Tenofovir Alafenamide, Tenofovir Disoproxil dan Dolutegravir.

Baca Juga: 2 WNI Positif Virus Corona dan Kini Dirawat di Jakarta: Pakar Virus Indonesia Melihat Ada Keanehan pada Virus Corona

Obat terapi Hepatitis C juga digunakan, termasuk Boceprevir dan Telaprevir.

Mutasi ini bisa berasal dari berbagai sumber seperti virus Corona yang ada di tikus atau bermutasi dengan flu burung.

Artikel Terkait