Penulis
Intisari-Online.com- Tradisi pemakaman di seluruh belahan dunia memang berbeda-beda. Ada yang unik, ada juga yang terlihat cukup ekstrem.
Di Indonesia, kita mengenal pemakaman yang umum yaitu dengan menguburkan jenazah di dalam tanah.
Ada pula yang melakukan kremasi pada jenazah untuk abunya dikubur atau disimpan.
Namun, orang-orang di daerah Tibet dan Mongolia punya tradisi pemakaman yang mungkin tidak pernah kita pikirkan sebelumnya. Tradisi ini disebut Jhator atau Sky Burial.
Orang Tibet asli percaya bahwa sebaik-baiknya manusia adalah yang bisa bermanfaat bagi sesama, bahkan hingga akhir hayatnya. Maka muncullah tradisi Jhator ini.
Setelah kematian seorang warga Tibet asli, jenazahnya tidak boleh diganggu selama tiga hari penuh.
Jenazah itu sebelumnya dibersihkan dan dibungkus dengan kain putih dengan posisi meringkuk seperti janin.
Sebagian jenazah yang tidak bisa diposisikan serupa akan dibiarkan telentang.
Baca Juga: Sekali Posting, Pengguna TikTok Bisa Dapat Miliaran Rupiah, Paling Besar Dapat Rp13,9 Miliar!
Jenazah itu akan dibawa ke Biara Drigungtil Ogmin Jangchubling yang merupakan pusat prosesi Jhator di Tibet.
Prosesi selanjutnya akan dimulai pada dini hari dan jenazah tersebut akan diletakkan di atas altar.
Biksu akan membacakan mantra seolah mendoakan jenazah itu dan membakar dupa di sekelilingnya.
Anggota keluarga diperbolehkan menemani dan menunggu saat biksu membaca mantra, tapi tak boleh melihat prosesi selanjutnya.
Setelah pembacaan mantra selesai, tubuh jenazah akan disayat atau dipotong kecil hingga beberapa bagian oleh seorang anggota biara yang disebut Rogyapas.
Rogyapas beserta asistennya menggunakan alat dari batu untuk menghancurkan tulang dan daging lalu mencampurnya dengan tepung, mentega dan susu.
Baru setelah itu, campuran tersebut dipersembahkan di tanah lapang sekitar biara untuk kemudian dimakan burung pemakan bangkai atau burung nasar.
Baca Juga: Benarkah Tidak Makan Nasi Akan Membuat Tubuh Menjadi Lebih Sehat?
Namun ada pula jenazah yang hanya diletakkan di padang terbuka begitu saja dan di sekitar tubuh mereka disulut dupa untuk memanggil kawanan burung nasar.
Memberi makan kawanan burung nasar berarti membantu makhluk hidup lain untuk bertahan hidup.
Jhator dipercaya sebagai bentuk amal terakhir seseorang di muka bumi.
Sebagian besar orang Tibet percaya bahwa tubuh jenazah harus benar-benar bersih dimakan oleh burung pemakan bangkai.
Jika ada yang sampai tidak dimakan, berarti orang tersebut menanggung banyak dosa bahkan hingga burung saja tidak mau memakannya.
Budaya Jhator atau Sky Burial ini menarik perhatian dunia dan pernah difilmkan dalam sebuah liputan dokumenter berjudul Secret Towers of the Himalayas.
Aulia Dian Permata