Komiknya Enggak Laku di Indonesia, tapi Laris Manis di Eropa dan Amerika, Pria Ini pun Raup Untung hingga Puluhan Juta Rupiah!

Editorial Grid

Penulis

Komik tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi semua kalangan usia, tak hanya anak-anak.

Intisari-Online.com -Komik tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi semua kalangan usia, tak hanya anak-anak.

Seni dengan menampilkan gambar bercerita ini tidak sulit ditemui saat kita mengunjungi toko buku.

Cerita yang beragam, metode penggarapannya pun terus berkembang mengikuti perubahan teknologi.

Namun, tahukah Anda bahwa ada komik yang memiliki nilai jual hingga puluhan juta rupiah tiap edisinya?

Adalah Putu Gde Ary Wicahyana, komikus kelahiran Gianyar, Bali, yang menggagas komik digital dengan nilai jual hingga puluhan juta rupiah per edisi.

(Baca Juga:Salut! Ayah Penyayang Ini Bikin Komik ‘Superhero’ dengan Anak ‘Down Syndrom’ Sebagai Jagoannya)

Penasaran dengan karya Arya, Kompas.com mendatangi studio Tantraz Comics yang didirikannya, di Kompleks Ruko Merdeka Arcande Nomor 4 di Jalan Merdeka, Tanjung Bungkak, Denpasar, beberapa waktu lalu.

Ruangan tempat menggarap komik digital itu terletak di lantai dua ruko.

Dalam ruangan tersebut terlihat enam pekerja berusia muda sedang menggarap pesanan komik.

Mereka bekerja dengan komputer masing-masing.

Suasana terlihat santai walau sebenarnya sedang menggarap karya yang cukup serius.

Sementara itu, Ary terlihat mengamati dan memberikan arahan, baik soal warna, bentuk, sampai penguatan karakter dalam komik.

"Beginilah kegiatan sehari-hari, terus mengeksplorasi ide agar hasilnya maksimal," kata Ary.

(Baca Juga:Melihat Keperawanan Wanita Dari Cara Berjalannya? Ini Jawaban Dokter)

Dia menuturkan, komik digital garapannya tetap memadukan skill menggambar manual dengan menggunakan media digital.

Teknologi digital digunakan sehingga warnanya lebih "padat", dengan efek yang lebih hidup.

Kisah Nusantara Komik digital karya Ary memiliki judul Baladeva.

Konsep yang diusungnya adalah komik fantasi dengan media garap digital.

Dalam narasinya, Baladeva menampilkan latar sejarah di era Raja Airlangga.

Cerita pun dipadukan dengan figur dari tokoh zaman tersebut.

Saat itu, Nusantara digambarkan memiliki kemampuan luar biasa.

(Baca Juga:Demi Kesaktian, Sekte di Filipina Ini Merampok Makam dan Mengambil Organ Tubuh Manusia di Dalamnya untuk Dimakan)

Jadi, latar tempat, situasi, bahkan konfliknya berdasarkan situasi sejarah abad ke-10, dengan jalan cerita dan tokoh yang diberi sentuhan modern.

Semangat yang ingin diangkat adalah bagaimana bangsa kita memiliki tokoh-tokoh yang lebih hebat dari superhero ala komik-komik Amerika Serikat.

Bayangkan saja, Ary menuturkan, dengan kondisi saat itu nenek moyang orang Nusantara bisa membangun Candi Borobudur dengan filosofi yang dalam dan perhitungan yang akurat.

"Jadi semangatnya kan mau menanamkan dan meyebarkan kesadaran sejarah pada generasi muda yang dikemas dengan komik digital. Balutan tokoh zaman itu, tapi diberi sentuhan modern juga dimasukkan di sana. Alirannya paduan Marvel dan komik China, lah," kata Ary.

Ide kekayaan budaya Ide membuat komik digital ini datang pada 2013 silam.

(Baca Juga:Kenapa Selingkuh Terasa Menyenangkan dan Bikin Ketagihan?)

Ary yang juga berprofesi sebagai arsitek bertemu dengan wisatawan asal Eropa. Ketika itu dia sedang menggarap proyek penataan villa di Ubud.

Tamu tersebut menggugah kesadaran Ary.

Sebab, wisatawan itu menyebutkan bahwa Bali dan Indonesia memiliki kekayaan yang luar biasa yang tidak dimiliki negara lain, yaitu budaya, filosofi, dan juga sejarahnya.

"Waktu itu dia bilang, 'Kami ke sini bukan untuk cari tempat menginap yang bagus. Kami ke sini untuk melihat budaya dan sejarah kamu. Jadi kenapa bukan itu yang kamu kembangkan'," tutur Ary.

Dari pertemuan singkat tersebut, Ary kemudian mencoba mendalami budaya dan catatan sejarah.

Naskah-naskah ini kemudian berkembang menjadi gagasan membuat komik berlatar sejarah dengan sentuhan modern.

Maka lahirlah komik digital Baladeva.

(Baca Juga:Kisah 20 ABK Asal Indonesia yang Tak Tahu Sedang Bekerja di Kapal Buronan Kelas Kakap)

Tak murah Akan tetapi, Ary tidak ingin komik karyanya biasa-biasa saja.

Menurut dia, harus ada kekhususan, baik dari sisi cerita, kemasan, bahkan harga.

Dalam penggarapan Baladeva, dibutuhkan waktu sekitar enam bulan.

Satu periode penggarapan biasanya terdiri dari 80 halaman.

Dalam 80 halaman tersebut terdiri dari lima edisi yang dibundel jadi satu.

Artinya, tiap edisi terdiri dari kurang lebih 16 halaman.

"Dalam enam bulan kami menyelesaikan lima edisi sekaligus yang dikemas jadi satu," kata Ary.

Komik yang digarap secara digital tersebut kemudian dicetak di atas kertas daur ulang sesuai permintaan pelanggan.

Menurut Ari, pelanggan di luar negeri sudah paham benar mana kertas daur ulang dan bukan.

Komik kemudian dikemas khusus dengan kertas tebal berwarna hitam.

(Baca Juga:Kota yang Aneh, Warga Dilarang Meninggal dan Dikubur di Kota Ini)

Sedangkan di halaman terakhir diberi tulisan tentang filosofi atau catatan sejarah Bali.

Penggarapan komik ini menelan biaya tidak sedikit.

Satu halaman saja membutuhkan biaya rata-rata Rp 1 juta hingga Rp 5 juta.

Biaya ini tergantung latar dan kepadatan warna.

Dengan demikian, untuk satu bundel berisi lima edisi membutuhkan biaya sedikitnya Rp 80 juta tiap produksi.

Biaya ini belum termasuk ongkos kirim.

(Baca Juga:Dapatkan 8 Khasiat Luar Biasa dari Satu Sendok Makan Cuka Apel Setiap Hari!)

"Untuk ke Eropa dan Amerika Serikat ongkos kirimnya saja paling tidak Rp 2,5 juta sampai Rp 5 juta," kata Ary.

Baladeva sendiri memiliki 90 pelanggan eksklusif yang tersebar di Eropa dan Amerika.

Komik tersebut dikirimkan kepada 90 pelangan tetap tadi atau pelanggan baru yang sudah memesan.

Namun, pendapatan Ary sifatnya fleksibel.

Walau dipatok dengan harga Rp 10 juta, pelanggan malah sering membayar lebih.

Bahkan, pelanggan bersedia membayar Rp 30 juta tiap edisinya.

"Orang asing biasanya lebih menghargai karya yang orisinal dan eksklusif, tidak jarang mereka membayar lebih dari yang kami tetapkan," kata Ary.

Dia berharap komik karyanya juga mendapat pelanggan dalam negeri.

Namun, kultur mengapresiasi karya bangsa sendiri belum begitu kuat.

"Kalau soal harapan sih maunya ada juga pembeli dari dalam negeri, tapi sepertinya belum ada yang mau beli komik dengan harga jutaan," kata Ary. (Robinson Gamar)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Komik Digital Berlatar Sejarah Nusantara, Laku Jutaan Rupiah di Eropa dan AS"

Artikel Terkait