Penulis
Intisari-Online.com – Apabila seseorang naik ke kapal angkatan laut, maka ia harus memberi hormat kearah geladak belakang kapal.
Penghormatan ini tidak hanya diberikan untuk bendera kebangsaan yang berkibar di buritan kapal, tetapi juga diberikan kepada geladak itu sendiri.
Karena geladak yang dalam bahasa Inggeris disebut quarterdeck ini dianggap sebagai tempat kekuasaan tertinggi di kapal. Pada geladak inilah biasanya diselenggarakan upacara-upacara di kapal.
Setiap anggota Angkatan Laut tidak diperkenankan keluyuran di geladak ini tanpa berpakaian dinas yang rapi.
(Baca juga: 11 Tahun Menikah Tanpa Berhubungan Intim, Pasangan Berberat Badan Ekstrem Ini Akhirnya Lakukan Ini!)
Menurut cerita, kebiasaan menghormat bendera kebangsaan dan menghormati quarterdeck ini mulai ditekankan dengan keras oleh seorang laksamana Angkatan Laut Inggris jaman dahulu yang bernama Admiral Lord Jervis, atau Earl of Vincent.
Di bawah Lord Jervis inilah disiplin dan latihan ditekankan dengan ancaman hukuman yang berat pada setiap anggota Angkatan Laut - Inggeris. Dan berkat pimpinannya maka Angkatan Laut Inggeris menuju ke puncak kejayaannya.
Perhatian Lord Jervis tidak hanya dalam soal yang besar-besar saja. Sampai-sampai soal yang kecil-kecil seperti dalam tata cara berpakaian dan tata cara di ruang makan diberi sanksi hukuman juga.
Kebiasaan menghormati bendera dan quarterdeck ini ternyata juga banyak mengurangi pemberontakan-pemberontakan awak kapal yang dulu sering terjadi.
(Baca juga: Pantas Jasad-jasad 'Abadi' para Pendaki Everest Terlihat Memilukan, Ternyata 13 Hal Ini Yang Terjadi)
Karena kepada setiap anak buah selalu diingatkan, bahwa mereka bekerja bukan untuk para perwira, tetapi untuk penguasa kapal. Yaitu negara dan bangsa (waktu dulu : raja atau ratu).
Penghormatan dengan pedang kepada pengantin
Suatu kebiasaan lainnya yang juga khas bagi Angkatan Laut adalah penghormatan dengan pedang kepada perwira yang menjadi pengantin.
Penghormatan ini dilakukan dengan cara membentuk terowongan dari pedang-pedang terhunus untuk dilewati pengantin.
(Baca juga: Kepribadian Seseorang Bisa Dilihat dari Bentuk Jempolnya, Yuk Dicek!)
Penghormatan ini ditiru dari kebiasaan Inggeris juga. Maksudnya adalah melambangkan kesetiaan dari rekan-rekan perwira kepada sejawatnya yang memasuki gerbang perkawinan.
Penghormatan ini biasanya diadakan di luar pintu gereja tempat pernikahan berlangsung. Sesudah mempelai dinikahkan, maka mereka keluar dari gereja dan lewat di bawah terowongan pedang terhunus itu.
Yang boleh lewat dibawah pedang itu hanyalah pengantinnya saja. Pengiring pengantin tidak boleh ikut melewatinya. Dan penghormatan ini diberikan setelah pengantin dinikahkan. Jadi mereka sudah resmi menjadi suami isteri.
Penghormatan ini dilakukan di luar pintu gereja karena di dalam gereja atau ditempat yang dihormati, pedang tidak boleh dihunus.
(Baca juga: Mengerikan! Inilah 5 Hasil Gagal Operasi Plastik yang Paling Parah di Dunia, Nomor 3 Ternyata Seorang Pria)
Pada waktu diadakan resepsi perkawinan, biasanya perwira yang menjadi pengantin menghunus pedangnya untuk kemudian menyerahkannya kepada isterinya. Oleh sang isteri pedang ini dipergunakan untuk memotong kueh pengantin dengan bantuan suaminya yang ikut memegang hulu pedang.
Bendera setengah tiang tanda berkabung
Pada jaman dahulu, ketika kapal masih mempergunakan layar dan penuh dengan tali temali, tali-tali tiang itu dikendorkan apabila hendak menyatakan ikut berkabung atas kematian seseorang yang dihormati.
Dengan demikian, maka seolah-olah kapal itu menjadi kusut masai. Tidak bersolek. Karena ia sedang berduka cita.
Kebiasaan itu tentu saja menjadi berkurang setelah layar-layar diganti dengan mesin dan tali temali menjadi berkurang. Kapal perang terakhir yang mempergunakan cara itu untuk berkabung, menurut cerita, adalah kapal perang HMS Exmouth (milik Inggeris).
Ketika itu ia sedang berada di Lisabon dan ada peristiwa meninggalnya raja Don Carlos dari Portugis.
Akibat tali temali yang kendor itu tentu saja bendera menjadi merosot. Dan bendera yang merosot sampai setengah tiang inilah yang kemudian menggantikan kebiasaan itu. Hingga sekarang bendera setengah tiang menjadi tanda ikut berkabung.
Konon mengendorkan tali temali tanda berkabung ini masih dikerjakan oleh kapal-kapal dagang Inggeris.
Tembakan penghormatan dengan meriam
Tradisi-tradisi Angkatan Laut kadang-kadang tidak hanya berdasarkan pada soal disiplin dan sopan santun saja. Tetapi juga kadang-kadang didasari oleh adanya tahayul.
Hal ini mudah dimengerti, karena sifat tugas mereka yang sering mengarungi lautan luas seolah-olah penuh dengan misteri. Cerita-cerita tentang kapal hantu, atau arwah orang yang mati di laut akan menjadi burung laut menunjukkan hal ini.
Kepercayaan-kepercayaan semacam ini jugalah yang menimbulkan kebiasaan diselenggarakannya upacara perpeloncoan bagi awak kapal yang baru pertama kami melintasi katulistiwa.
Kebiasaan ini konon untuk menghormati dewa penguasa laut yang di dalam mitos barat bernama Neptuns.
Pada jaman dahulu, upacara ini dilakukan dengan keras dan kasar, dan dimaksudkan juga untuk menguji ketabahan “pelonco" dalam menghadapi hidup di lautan yang serba keras dan memerlukan ketabahan.
Kepercayaan terhadap kekuatan mistik dari angka-angka ganjil tidak hanya terjadi di negara-negara timur saja. Tetapi juga di negara-negara barat.
Misalnya angka 3, 5, dan 7. Tembakan salvo sebanyak 3 kali, misalnya, bermula dari kebiasaan kuno bahwa dengan cara demikian mereka akan dapat mengusir roh-roh jahat dari tubuh almarhum. Tembakan salvo masa kini tentu saja hanya sebagai tanda penghormatan biasa.
Kepercayaan macam ini juga yang mendasari keputusan angkatan Laut Inggeris jaman dulu, bahwa tembakan meriam sebanyak 7 kali adalah penghormatan resmi dari kapal-kapal perang Inggeris.
Sebaliknya meriam pantai yang akan menghormati kedatangan kapal perang Inggeris harus menembakkan tiga kali tembakan untuk setiap tembakan dari kapal.
Jumlah yang lebih banyak ini konon dulu berlaku bagi negara-negara yang tunduk kepada kekuasaan Inggeris. Lagi-lagi kepercayaan terhadap angka mistik mendasari jumlah tiga tersebut.
Kebiasaan tersebut kemudian berubah setelah kedaulatan negara-negara diakui sederajat. Yaitu setiap tembakan dibalas dengan satu tembakan juga.
Dan jumlah 21 kali tersebut diakui sebagai penghormatan tertinggi yang diberikan kepada tamu.
(Ditulis oleh Kartono Mohamad. Seperti pernah dimuat di Majalah Intisari edisi Maret 1974)
(Baca juga: Jika Telinga Anda Berdenging, Maka Itu Merupakan Pertanda dari 5 Hal Ini)