Penulis
Intisari-Online.com - Tentu sudah banyak yang pernah dengar tentang adanya beberapa macam makanan (buah-buahan) yang konon tidak boleh dimakan bersama-sama, seperti halnya gula dengan buah semangka, bir dengan durian dan lain-lain.
Bagaimana dengan obat-obat?
Menurut Prof. G. Jenkine dan kawan-kawan dari Amenika, resep-resep terutama resep-resep buatan (maakrecepten) banyak sekali kedapatan obat-obat yang sebetulnya tidak boleh dicampurkan.
Hal ini dilimpahkan sepenuhnya kepada apoteker dan asisten apoteker untuk membetulkannya.
Jadi tugas apoteker dan asisten apoteker adalah berat.
Merska telah diajarkan bagaimana cara-cara untuk membetulkan kesalahan-kesalahan tersebut sehingga para penderita (pasien) tidak usah khawatir bila mendapat obat-obat dari apotek.
Para penderita hanya tinggal menurut apa yang tertulis dalam aturan pakai tiap-tiap obat.
Akan tetapi biarpun demikian, perlulah kami menjelaskan juga obat-obat yang bagaimana yang tidak boleh dimakan bersama-sama dan apa akibatnya bila dimakan bersama-sama.
(Baca juga: Tragis! Satu Keluarga Menderita Obesitas Parah hingga Beratnya 304 Kg dan Tidak Bisa Bangun dari Kasur)
Agar dalam mengurailkan lebih teratur, maka kami ambil kumpulan-kumpulan Prof. Dr. G. Jenkins cs, ditinjau dari segi therapeutis (pengobatan) dan faimaceutis (termasuk secara kimiawi maupun fisik).
Ditinjau dari segi therapeutist:
* Contra-indikasi dari obat-obat.
(Baca juga: Akhir Tragis Kahar Muzakar, Pemberontak yang Ditembak Mati dengan Senapan Mesin yang Menempel Tepat di Dadanya)
Artinya sebagai berikut: ada obat tertentu misalnya Epinephirine, tidak boleh diberikan kepada orang-orang yang menderita penyakit tekanan darah tinggi.
Begitupula obat-obat sulfa tidak boleh diberikan bersama-sama dengan obat antiseptik air kemih seperti Hexamin karena obat sulfa bekerja dalam suasana kemih basis, sedangkan dalam suasana air kemih asam, (bila makan Hexamin), obat sulfa akan mengkristal.
Adapula beberapa penderita yang sangat peka terhadap obat Sulfa atau penicilin, sehiagga bisa timbul gatal-gatal alergi atau sampai bisa shcok.
Hal-hal yang demikian adalah tanggung jawab para dokter sebab mereka yang faham kondisi fisik si pasien.
(Baca juga: Wow! Cukup Dengan Lakban Kutil di Kulit Anda Akan Hilang, Bisa Dicoba Sekarang Juga )
* Takaran (dosis) yang berlebihan.
Kita harus waspada terhadap obat-obat yang mempunyai takaran maksimal yang kombinasi apalagi bila obat-obat tersebut diperuntukkan anak-anak.
Misalnya seorang anak mendapat resep 2 macam, yang satu tablet Codein 10 mg dan yang lain obat minum yang juga ada codeinnya.
Kedua-duanya obat batuk yang harus diminum bersama-sama.
Petugas apotek sudah tentu akan menanyakan umur si anak dan akan menghitungnya terlebih dulu apakah dilewati atau tidak takaran obat kerasnya.
Bila terlewati, maka obat-obat tersebut tak boleh diminum bersamaan.
Begitupula obat Norit tak akan ada gunanya bila dimakan bersamaan dengan Brooklax, sebab kedua-duanya berkihasiat berlawanan, yang satu menghentikan buang air besar, yang lainnya menguras isi perut.
Ditinjau dari segi farmaceutis:
Obat-obat ini tidak bisa tercampur homogen karena sebab physik atau sebab kimiawi, sehingga bukan saja berbahaya dalam takaran-takaran yang diminumnya, juga berbahaya karena obat-obat itu basa terurai maupun adanya perubahan-perubahan wama atau menjadi basah dan rusak.
Dalam hal ini contohnya:
Obat-obat minium, berupa emulsi yang sudah pecah artinya cairan memisah 2 lapisan.
Obat minm yang semula jernih lalu setelah disimpan agak lama kemudian timbul endapan, atau perubahan wama.
Obat-obat yang demikian janganlah diminum lagi alias dibuang saja.
Sebagai akhir kata kami hanya bisa menganjurkan agar saudara-saudara janganlah sembarangan makan obat campur-campur sendiri.
Tanyalah kepada dokter atau kenalan-kenalan yang faham akan khasiat obat.
Pernah saya alami sendiri. Suatu hari saya pilek. Saya minum obat Refagan 3 x sehari 1 biji.
Berhubung mau cepat-cepat lekas baik, sebelum tidur saya makan lagi bersamaan dengan Bodrex 1 biji.
Hasilnya malahan satu malam suntuk saya tidak bisa tidur karena ternyata tidak tahan, denyutan jantungnya terasa keras dan cepat.
Semoga dengan uraian ini para pembaca faham akan bahayanya obat campur-campur tanpa saran dokter. (Drs Hartono Hdw)
Artikel ini sudah terbit di majalah Intisari edisi Maret 1974 dengan judul “Obat yang Tak Boleh Dicampur-Campur”
(Baca juga: )