Napoleon, Panglima Perang yang Selalu Bertempur di Garis Depan dan Bukan Hanya ‘Duduk Manis’ di Tenda

Ade Sulaeman

Penulis

Ia juga dikenal sebagai panglima perang yang memelopori pertempuran menggunakan artileri sebagai ujung tombak sehingga bisa dengan mudah menghancurkan kekuatan musuh.

Intisari-Online.com - Dalam masa jayanya Napoleon Bonaparte dikenal sebagai kaisar sekaligus panglima perang Perancis yang tangguh.

Ia juga dikenal sebagai panglima perang yang memelopori pertempuran menggunakan artileri sebagai ujung tombak sehingga bisa dengan mudah menghancurkan kekuatan musuh.

Dalam pertempuran Napoleon yang sudah berpangkat Jenderal bahkan selalu memimpin pasukannya di garis depan dan bukan hanya duduk di meja dalam tenda.

Setelah menguasai hampir seluruh Eropa Barat dan sebagian Eropa Timur , Kekaisaran Perancis ternyata masih berambisi menguasai wilayah Eropa Timur Jauh yang pada waktu itu (1812) berada di bawah kekaisaran Rusia, Tsar Alexander.

(Baca juga: Misteri Tas yang Muat Banyak Potongan Tangan Manusia, Muncul 3 Dugaan Mengerikan)

Napoleon yang memiliki pasukan militer tangguh dan dalam misi tempurnya selalu suskes sangat berambisi menyatukan seluruh Eropa termasuk kawasan Rusia yang sangat luas.

Dalam ambisnya menguasai Rusia, Napoleon berencana menyerang lewat darat dengan mengerahkan pasukannya secara besar-besaran dan dikenal sebagai Grande Armee.

Setiap dikerahkan ke medan tempur, ratusan ribu pasukan Grande Armee yang terdiri dari korps pasukan infanteri, kavaleri berkuda, dan artileri selalu menggentarkan nyali para musuhnya.

Demikian tersohornya pasukan Grand Armee sehingga membuat Napoleon yakin bisa menaklukkan Rusia dalam waktu singkat.

(Baca juga: 10 Ide Ini Sepele tapi Cerdas, Suatu Saat Mungkin Kita akan Mengunakannya!)

Pasukan Grande Armee yang merupakan pasukan elit Napoleon selain beranggotakan pasukan Perancis juga terdiri dari pasukan yang berasal dari negara-negara taklukan Perancis.

Yakni, Warsawa, Italia, Bavaria, Spanyol, Swiss, Austria, dan lainnya.

Jumlah total pasukan raksasa Grande Armee antara 550.000-600.000 orang dan umumnya di bawah pimpinan para perwira Perancis.

Hanya pasukan dari kawasan Polinisea dan Austria yang boleh dikomandani oleh perwira-perwira non Perancis.

(Baca juga: Setiap Tahun Pria Ini Berfoto dengan Anaknya Dari Bayi Hingga Punya Cucu, Lihat Transformasinya)

Dengan kekuatan pasukan sebesar itu, Napoleon yang memimpin langsung Grande Armee rupanya ingin menyaksikan sendiri jatuhnya Rusia di dalam genggaman tangannya .

Bagi Napoleon, Rusia saat itu sedang dalam kondisi lemah setelah armada lautnya tidak bisa leluasa bergerak karena mendapat blokade dari Inggris pasti merupakan sasaran empuk.

Namun, Rusia yang sesungguhnya merasa inferior terhadap pasukan Perancis tetap menyiapkan perlawanan secara maksimal.

Jumlah total pasukan Rusia yang saat itu disiapkan menghadapi gempuran pasukan Grande Armme juga terbilang lemah karena hanya berkekuatan 200.000 orang.

(Baca juga: Setelah WiFi, Sebentar Lagi Akan Muncul LiFi. Apa Perbedaan LiFi dengan WiFi?)

Dengan perhitungan itu, Napoleon yang memiliki pasukan dalam jumlah besar dan berpengalaman makin yakin jika Rusia bisa ditaklukkan dengan mudah.

Untuk menghadapi pasukan gabungan Perancis, Rusia mendapat bantuan Berlin (Prusia) yang mau tak mau akan digilas pasukan Perancis ketika menyerbu Rusia.

Demi melawan pasukan Perancis yang telah memenangi pertempuran di kawasan Eropa Barat, Prusia dan Rusia kemudian mengumumkan perang dengan Perancis pada bulan Maret 1812.

Untuk menghadapi Perancis, pasukan Rusia dipimpin langsung oleh Jenderal Ludwig von Wittgenstein dan berada di bawah komando langsung Kaisar Rusia, Tsar Alexander.

Pengumuman perang secara resmi itu selain membuat Napoleon murka juga mempengaruhinya untuk mengempur Rusia secepatnya.

Serbuan pasukan Grande Armee ke Rusia dimulai pada 24 Juni 1812 dan ditandai oleh ratusan ribu pasukan Perancis yang melintasi Sungai Neman untuk selanjutnya bergerak menuju Rusia Barat.

Kekuatan awal yang dikerahkan pasukan gabungan Perancis saat itu terdiri dari 450.000 personel, didukung persenjataan penghancur berupa 1.146 meriam (cannon ball).

Sesuai strateginya pasukan Napoleon yang terbagi ke dalam sejumlah korps, batalyon, dan skadron akan menyerbu Rusia di sejumlah titik strategis secara serentak.

Sedangkan pasukan Rusia yang akan melakukan perlawanan terdiri dari 153.000 pasukan Rusia, 15.000 pasukan Kosaks, dan didukung 938 pucuk meriam.

Khusus pasukan Kosaks yang berasal dari sisi timur Rusia dikenal sebagai penunggang kuda yang mahir bertempur dan telah lama menjadi pasukan penggempur kebanggaan Tsar Alexander.

Dalam strategi tempurnya Napoleon tak hanya memberi perintah tapi langsung terjun ke lapangan.

Strategi serbuan pasukan Perancis difokuskan ke kota Kauna yang dilancarkan oleh pasukan garda, French Guard dan terdiri dari I, II, dan III Coprs.

Jumlah total pasukan French Guard untuk menyerbu kawasan Kauna terdiri dari 120.000 personel .

Untuk menyerbu kawasan bagian barat Rusia (Polandia) pasukan Perancis terlebih dahulu menyeberangi sungai Niemen dengan membangun tiga jembatan ponton.

Lokasi untuk menyeberangkan pasukan dipilih dan diawasi langsung oleh Napoleon.

Napoleon terus memimpin pasukannya dalam pertempuran yang berlangsung secara brutal hingga memasuki ibukota Rusia, Moskow.

Meskipun dalam peperangan ini Napoleon akhirnya harus menarik mundur pasukannya karena kerasnya musim dingin di Rusia, tapi secara militer pasukan Napoleon berhasil memperoleh kemenangan setelah menguasi Moskow ( September 1812).

(Baca juga: Begini Rupa 5 Bongkahan Emas Terbesar di Dunia, Beratnya bahkan Mencapai Puluhan Kilogram!)

Artikel Terkait