Find Us On Social Media :

Kisah Pesawat B-29 Superfortress, Algojo Pamungkas Penutup Lembaran Kelam Perang Dunia II

By Ade Sulaeman, Rabu, 28 Maret 2018 | 15:30 WIB

Intisari-Online.com – Ini sepenggal kisah si Benteng Super, B-29 Superfortress buatan Boeing, yang lahir ke dunia menjadi algojo pamungkas guna menutup lembaran kelam Perang Dunia II.

Didesain sebagai pesawat pengebom strategis, B-29 mampu terbang tinggi dan menjangkau jarak yang sangat jauh.

Pesawat berukuran tambun (panjang 30,18 meter, bentang sayap 43,06 meter) ini merupakan pengebom terbesar dan tercanggih pada eranya.

Kehadiran si Benteng Super sebagai penerus si Benteng Terbang (B-17 Flying Fortress) sekaligus membuat ciut negara lain. Kapasitas bawa bom B-29 tiga kali lipat dibanding B-17 dan jangkauan terbangnya dua kali lipat lebih jauh.

(Baca juga: Presiden Rusia Tak Bisa Berhenti Tertawa Saat Nama Indonesia Disebut, Rupanya karena Hal Ini)

Rencana Amerika Serikat (AS) membuat “superbomber” mulai dicetuskan Januari 1940. Adalah Korps Udara AD AS (USAAF) yang menginginkan agar Paman Sam mempunyai pengebom raksasa untuk menyaingi lahirnya pesawat-pesawat pengebom Jerman.

Dari permintaan itu, melalui prototipe XB-29, Boeing berhasil memenangi kompetisi mengalahkan Model 33 (Consolidated), XB-30 (Lockheed), dan XB-31 (Douglas).

Hancurnya pangkalan AL AS di Pearl Harbour, 7 Desember 1941, yang sekaligus menarik keterlibatan AS dalam PD II, makin memompa semangat AS mewujudkan pengebom baru yang akan menjadi raja di udara.

Pada 21 September  1942 prototipe XB-29 pun berhasil terbang dan tak lama setelah itu sebanyak 1.664 unit pesanan langsung diteken. Luar biasa.

Produksi B-29 sendiri total mencapai 3.970 unit, sepertiga dari produksi B-17 yang 12.731 unit.

Tanggal 1 Juni 1943, Wing Pengebom Berat ke-58 didirikan AS untuk mengakomodir si Benteng Super. Wing inilah yang pertama kali memulai pelatihan pilot dan teknisi B-29 sebelum siap  operasional.

Mendarat di China