Penulis
Intisari-Online.com – Seorang wisatawan yang sangat lelah sampai di tepi sungai. Tidak ada jembatan yang bisa digunakannya untuk menyeberang. Padahal saat itu musim dingin, dan permukaan sungai dipenuhi es.
Sementara hari mulai gelap, dan ia ingin mencapai sisi lain dari sungai itu dan ada cukup cahaya untuk penerangan. Ia masih berpikir apakah es itu dapat menahan berat tubuhnya atau tidak.
Setelah sedikit ragu dan takut, ia berlutut dan mulai dengan hati-hati merayap melintasi permukaan es itu. Ia berharap bahwa dengan mengurangi berat tubuhnya, permukaan es itu hanya sedikit rusak di bawah bebannya.
Setelah ia melakukan perjalanannya yang lamban dan menyakitkan sekitar setenah jalan melintasi sungai, tiba-tiba ia mendengar suara bernyanyi di belakangnya.
Dari temaramnya senja hari, ia melihat muatan batubara seberat 4 kaki yang digerakkan oleh seorang pria yang bernyanyi dengan riang.
Di sini, wisatawan itu dengan penuh ketakutan beringsut dengan tangan dan lututnya. Sementara di sana, seolah-olah dibawa oleh angin musim dingin, pergi membawa sopir, kuda, kereta luncur, dan muatan batu bara yang berjalan di atas sungai yang sama.
Kisah tadi menggambarkan betapa banyak kita menjalani hidup.
Beberapa orang berdiri di pinggir sungai keputusan yang tidak dapat memutuskan arah mana yang harus diambil.
Yang lain berdiri di pinggir sungai berusaha mengumpulkan cukup keberanian untuk menyeberang ke sisi lain dari tugas atau masalah yang dihadapi.
Di sisi lain, beberapa individu merangkak dan merangkak sepanjang hidup karena takut akan es yang tipis.
Iman mereka tidak cukup kuat untuk menahan mereka. Masih ada orang-orang yang ikut bersiul saat mereka pergi. Iman mereka tidak berhubungan dengan ini.
Ketika kita menghadapi kesulitan, kita tidak perlu takut, kita juta tidak perlu merayapi kehidupan. Tuhan telah berjanji untuk membantu.
Dan dengan bantuan Tuhan, kita dengan riang dapat pergi ke sisi lain dengan selamat.