Persoalan Awkarin dan Nadiyah Soal ‘Comot’ Karya, Begini Cara yang Tepat untuk Gunakan Karya Orang Lain

Mentari DP

Penulis

Persoalan Nadiyah Rizki dan Awkarin memunculkan pertanyaan, bagaimana penggunaan karya seni seseorang dengan benar?

Intisari-Online.com - Masalah antara Awkarin dengan ilustrator Nadiyah Rizki bermula ketika selebgram itu mengutarakan keinginannya di akun Twitter untuk membuat komunitas aktivis di area Jakarta.

Pengen deh bikin komunitas aktivis gitu, untuk daerah Jakarta ya."

"Segala aktivis, lingkungan, sosial, HAM, dll, bisa join."

"Dan tiap minggu kita ngadain pertemuan/ngumpul bareng gitu buat diskusi program apa atau apa kontribusi yg bisa kita buat utk negeri ini. Ada yg mau ga ya…”.

Baca Juga: Ed Sheeran Dituntut 260 Milyar Lebih karena Dituduh Melakukan Plagiat saat Membuat Lagu Photograph

Tidak lama cuitan itu diposkan, Nadiyah yang muak dengan Awkarin mengomentari keinginan influencer itu dengan mengingatkannya tentang masalah penggunaan karya orang lain tanpa izin.

Empat tahun yang lalu, Awkarin atau Karin Novilda sempat mencomot karya seni orang lain di Pinterest untuk keperluan personal branding.

Nadiyah berkomentar, “Lol, kamu aja nge-block aku di Instagram saat aku bertanya soal kredit untuk ilustrator yang karyanya kamu curi dan pakai untuk personal branding."

"Melihatmu menciptakan imej sebagai aktivis padahal kamu sendiri suka mencomot karya orang membuatku muak.”

Cuitan Nadiyah mendapat dukungan dari berbagai akun, namun tidak jarang juga berisi cacian pada Awkarin.

Beberapa di antaranya juga mencoba membongkar jejak digital plagiarisme Awkarin lewat cuitan dan kanal Youtube.

Untuk meluruskan maksud cuitannya, Nadiyah menjelaskan lewat infografis sederhana.

Dalam gambar itu, dituliskan bahwa Nadiyah meminta Awkarin untuk mengakui dan meminta maaf secara personal pada seniman yang karyanya dicomot.

Baca Juga: Seniman Pembuat Patung Adam Ini Tiba-tiba Alami Hal Misterius, Setelah 15 Tahun, Ia Baru Sadar Karya Ciptaannyalah Penyebabnya

Ia juga meminta Awkarin menghapus semua pos yang kontennya melanggar hak cipta pekarya, mengingat pembuatan karya melibatkan kerja keras, membutuhkan apresiasi, dan seharusnya dapat berpotensi membuka kesempatan pekarya mendapat pekerjaan.

Dalam infrografisnya Nadiyah menulis, banyak pekerja kreatif yang penghidupannya bergantung dari media sosial.

Dengan demikian, mengepos karya tanpa kreditasi dan persetujuan senimannya berarti mencuri kerja keras, apresiasi, dan mencuri kesempatan sang seniman untuk mendapat pekerjaan.

Merespons komentar Nadiyah yang menurutnya menggiring opini, Awkarin meminta bukti persoalan yang dikemukakan Nadiyah.

"Dear Nadiyah, saya tunggu buktinya 1x24 jam ya. Saya ingin pertanggungjawaban dari ucapan kamu."

"Saya lagi males ribut-ribut ditontonin. Saya sudah DM kamu untuk minta contact kamu, nanti saya dateng + lawyer saya aja ke Bandung. Kita bisa bicara baik-baik," tulis Awkarin.

Tidak lama kemudian, sekitar 4 ribu cuitan akun Twitter Nadiyah @NadiyahRS lenyap, menyisakan beberapa cuitan dengan multimedia saja.

Kondisi ini menuai berbagai respons, mulai dari ramainya dukungan untuk dari Nadiyah, termasuk dari akun Twitter berpengikut masif, dan cacian pada akun Awkarin.

Selama persoalan Nadiyah dan Awkarin mengemuka, dukungan pada Nadiyah atas keberaniannya menuntut hak sebagai pekarya didukung sutradara Wiro Sableng, Love for Sale, dan Filosofi Kopi Angga Dwimas Sasongko, sutradara dan komika Ernest Prakasa, animator dan komika Ryan Adriandhy, dan lain-lain.

Baca Juga: Cara Unik Seniman Sindir Para Pengunjung Holocaust Memorial yang Bertingkah Konyol, Syahrini Berikutnya?

Menutup Kasus

Di tengah hilangnya ribuan cuitan Nadiyah, muncul akun yang mengepos tangkapan layar berisi penjelasan singkat pada temannya lewat direct messages.

“Dia mau menuntutku. Aku nyerah. Mau ujian wkwk,” tulis Nadiyah.

Selasa (29/10/2019), Awkarin menjelaskan dalam utas, ia mengajak pengacara untuk menyelesaikan kasus Nadiyah tak kunjung meresponsnya kembali.

"Nadiyah pun belum membalas, aku pun merasa menyesal karena terpancing emosi yang akhirnya membuatku berkeputusan untuk membuat pernyataan tentang ‘lawyer’ di ruang publik," cuitnya.

Karin lalu mengaku menyesal atas tindakannya, dan mencoba menghubungi Nadiyah lewat direct messages untuk mencari solusi terbaik bagi kedua belah pihak.

Namun ia menambahkan, kasus ini sudah selesai empat tahun lalu dan menekankan bahwa Nadiyah menginginkannya minta maaf lagi pada publik atas kesalahan lamanya.

"Nadiyah menginginkan aku untuk meminta maaf lagi ke publik atas kesalahan lamaku itu dan menghapus postingan yang dianggap melanggar hak cipta."

"Aku pun beritikad baik untuk mengakhiri kegaduhan ini dengan menurutinya," tulis Karin.

Kondisi kembali memanas saat Nadiyah menulis Awkarin tak pernah memenuhi janjinya meminta maaf, sambil membagikan potongan percakapan keduanya.

Setelah berunding kembali, Awkarin menyebut bahwa Nadiyah lalu berinisiatif untuk menghapus semua cuitan yang menyeret namanya agar tak dituntut terkait cuitannya di Twitter.

"Nadiya terus menerus bertanya apakah aku akan tetap menuntutnya kalau semua twit tentang aku dihapus?"

"Untuk mengakhiri permasalahan ini, aku pun menjawab bahwa aku tidak akan menuntut dia dan akhirnya mengiyakan tawarannya. Kami pun berdamai," tulis Karin.

Persoalan Nadiyah Rizki dan Awkarin di sisi lain memunculkan pertanyaan, bagaimana penggunaan karya seni seseorang dengan benar?

Baca Juga: Orang Yang Suka Ingkar Janji Tentu Menyebalkan, Ini Tips Menghadapinya

Menghargai Hak Cipta

Dikutip dari Hak Cipta Karya Seni Milik Siapa? oleh Yesmil Anwar, Fakultas Hukum UNPAD di laman haki.lipi.go.id, hak cipta (copy right) bertujuan melindungi karya seni yang diciptakan oleh para seniman.

Dalam konteks hukum, karya seni merupakan bagian dari HAKI dan HAKI pun merupakan suatu hak yang timbul akibat adanya tindakan kreatif manusia yang menghasilkan karya-karya inovatif, yang dapat diterapkan dalam kehidupan manusia.

Hukum memberikan perlindungan terhadap seniman dan karyanya yang lahir dari sebuah proses penciptaan; daya intelektual, karsa, dan rasa sang seniman.

Di Indonesia, pengaturan perlindungan tersebut di dituangkan dalam Undang-Undang No.19 tahun 2002 tentang Hak Cipta yang baru diberlakukan tanggal 29 Juli 2003 yang lalu atas perintah Pasal 78 undang-undang tersebut.

Pasal 2 undang-undang tersebut mengatakan bahwa hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta dan pemegang hak cipta.

Artinya, bahwa yang hak tersebut semata-mata diperuntukan bagi pemegangnya sehingga tidak ada pihak-pihak lain yang boleh memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pemegangnya.

Karenanya, jika kita ingin memanfaatkan karya orang lain, kita butuh meminta izin si pekarya, dan memberi kreditasi serta hak ekonomis sesuai yang disepakati pekarya.

Sebagai suatu hak eksklusif, HAKI tidak dapat diganggu gugat.

Hal ini sejalan dengan prinsip droit inviolable et sacre dari hak milik itu sendiri.

Oleh karena itu, tujuan hukum HAKI adalah menyalurkan kreativitas individu untuk kemanfaatan manusia secara luas.

Baca Juga: Ir Sutami, Menteri Termiskin Indonesia dengan Karya Fenomenal, Hidup Sederhana hingga Atap Bocor dan Takut ke Rumah Sakit

Sementara itu, karya-karya yang tidak diketahui penciptanya hak ciptanya berada di tangan negara.

Undang-Undang No.19/2002 melindungi kedua kepentingan tersebut sebagaimana tertera dalam bagian ketujuh mengenai hak moral pencipta.

Pasal 24 ayat 2 menyatakan bahwa suatu hak cipta tidak boleh diubah walaupun hak ciptanya telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya dalam hal pencipta telah meninggal dunia.

Pasal ini memperlihatkan bahwa aspek ekonomi dan aspek moral dari hak cipta dilindungi oleh hukum.

Undang-undang tersebut mengakui dimensi moral dari karya itu lahir bukan hanya atas dasar kepentingan ekonomi, tetapi merupakan ekspresi dari eksistensi sang seniman sebagai manusia yang dilindungi hak asasi manusianya (HAM) secara universal sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan.

Pelanggaran terhadap hak moral sang seniman berarti pelanggaran terhadap HAM sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Melindungi karya sebagai seniman

Yesmil menuliskan, sesungguhnya hak cipta sang seniman yang sifat eksklusif itu melekat pada karya sang seniman, terlepas dari diumumkan maupun tidak diumumkan pada publik.

Namun, karya tetap dianjurkan untuk didaftarkan .

BAB IV Pasal 35 undang-undang tersebut menjelaskan tata cara pendaftaran ciptaan.

Pendaftaran karya dapat berfungsi sebagai bukti awal di pengadilan jika karya itu dibajak atau terjadi sengketa.

Hal ini amat membantu sang seniman yang tidak tahu harus melakukan apa dan bagaimana caranya mendapatkan perlindungan hukum dan hak royalti karyanya.

Jangan sampai seniman terkucilkan dari hak-hak atas karyanya sendiri karena ketidaktahuan.

Baca Juga: Kasus Pemandu Wisata Tewas Disengat Kawanan Tawon, Ini Alasan Sengatan Tawon Bisa Buat Seseorang Meninggal

Artikel Terkait